Mohon tunggu...
Ahmad Risani
Ahmad Risani Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Menulis apa saja

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Buku Sesat, Bikin Generasi Tak Sehat

8 Februari 2015   17:01 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:36 26
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa hari lalu, jagat online dikejutkan dengan adanya kiriman perihal buku remaja bertajuk "pacaran". Buku ini menggeliat menjadi perbincangan masyarakat setelah salah seorang penggiat FB menggunggah foto sebuah buku berjudul "saatnya aku belajar pacaran", sontak unggahan tersebut menjadi sasaran massa FB lantaran isi dan subtansi buku tersebut jauh melenceng dari esensi pendidikan, alih-alih mendidik, malah menjadi penganjur demoralisasi generasi remaja kita. Walhasil, hujatan dan kecaman membanjiri nama penulis dan penerbit buku tersebut. Terutama pada halaman buku yang bertema solusi ketika diajak pacar ML.

Fenomena buku liar dan menyesatkan bukanlah kejadian baru dalam dunia pendidikan kita, bahkan buku yang diterbitkan oleh pemerintah-pun pernah menjadi bulan-bulanan masyarakat. Sayangnya, beragam tanggapan miring dan penolakan kultural oleh masyarakat kita itu, justru tidak menyurutkan beterbitannya buku-buku liar lagi menyesatkan itu.

Tinjauan Ideologis

Pepatah mengatakan, "apa yang anda tulis adalah apa yang anda pikirkan". Dengan demikian, semakin kiri pemikiran seseorang, semakin jauh tulisannya dari kekananan. Pemikiran inilah yang kemudian dapat menjelma menjadi sesuatu yang menyesatkan atau mencerahkan, tergantung maqom ideologis empunya tulisan.

Menyimak isi buku yang sedang kita bicarakan ini, tentu kita dapat menilai secara gamblang bahwa buku ini berangkat dari pemikiran yang sangat tidak kompatible dengan stukrtur budaya, nilai religi, dan tujuan pendidikan nasional.

Secara prinsip misalnya, penganjuran pacaran sudah termasuk dalam penyimpangan akhlak islami, dalam Alquran disebutkan: ”Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Alloh Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat (An – Nur, 24:30).

Baiklah. Taroklah, penulis buku ini bukan orang yang beragama atau tidak berpaham islam sehingga ia dapat berdalih bahwa buku ini plur untuk segmentasi non-islam atau kelompok liberal. Namun, secara umum, mengajarkan perilaku buruk tidak akan diterima oleh sebagian besar ajaran yang masih memiliki sisi humanisme, sekecil apapun itu. Apalagi jika kita tengok dalam bingkai keindonesiaan yang begitu kental dengan budaya ketimurannya.

Sebuah keheranan tersendiri, ketika masih ada saja yang berani menyuarakan kesesatan, terlebih menunyentuh segmentasi remaja kita. Bagaimana peran pemerintah dalam menakar peredaran buku-buku dekontruktif bagi pembangunan karakter bangsa ini?. Sejauh ini memang kita rasakan belum ada sistem sensor yang ketat untuk mengawasi aktivitas literasi kita, saat ini masih terkesan adanya pembiaran.

Secara psikologis

Seperti yang sering diungkap oleh para psikolog, Usia remaja merupakan usia yang rentan terhadap turbulensi mental. Remaja juga identik dengan rasa keingintahuan yang tinggi pada sesuatu yang belum lernah dipelajari di rumah atau sekolah. Sehingga untuk memenuhi hasrat keingintahuannya itu, para remaja kerap mencari sendiri baik itu lewat mindstream media yang dia lihat, dia dengar, dan dia baca.

Buku, sebagai salah satu media informasi yang paling "dianggap benar" akan menjadi juru kunci utama dalam pembentukan pola pikir anak-anak. Dengan demikian perlu adanya pendampingan khusus dalam memilihkan buku yang layak untuk dibaca oleh anak. Orangtua dan guru harus berada digarda terdepan dalam mengawal hal ini.

Toge, yang merupakan seorang trainer parents, seharusnya memahami jalan pikiran dan keterbutuhan orangtua dalam mendidik anak. Namun sangat disayangkan, hasratnya untuk merusak dan menyebarkan virus-virus kehancuran telah membutakan mata dan hatinya, Dengan ringannya ia menulis: "kalau sudah siap menanggung resiko, lakukan saja". Anak-anak remaja yang senang dengan tantangan, berkecenderungan untuk mencoba.

Regulasi dan salah kaprah sex education

Kasus buku karangan Toge Aprilianto ini, sedikit banyak telah menyadarkan kita dalam memilah dan menentukan bahan rujukan. Menyikapi kerap beredarnya buku-buku dekonstruktif semacam ini, perlu adanya pantauan khusus dari pemerintah bersama masyarakat dalam menimbang isi dan kualitas bacaan/buku. Kendati sudah diatur dalam undang-undang, pengawasan secara teknis penerbitan belum mendapat perhatian khusus, sangat mudah sekali menerbitkan buku dengan kualifikasi kualitas yang tidak teruji. Terutama bobot yang berkaitan dengan ideologi, pemikiran, dan karakter.

Pihak penerbit harusnya malu menerbitkan buku yang menjadi hujatan dan kacaman masyarakat, sensitifitas penerbit sangat dipertanyakan, alih-alih turut mencerdaskan bangsa, justru merusak dengan kedok ilmiah berbentuk buku. Dalih untuk mensosialisasikan pendidikan seks bagi remaja tidak bisa diterima dalam kasus ini. penulis maupun penerbit sejatinya mengenali terlebih dahulu konsep pendidikan seks yang sesuai dengan jalur mendidik.

Pendidikan tentang seks, beberapa tahun terakhir menjadi isu dan perbincangan yang mulai dibuka secara luas, saat ini pembahasan isu tentang sex education telah masuk ke ruang publik - tidak lagi dimonopoli oleh guru atau psikolog. Meski begitu, konsep pendidikan seks belum banyak dipahami oleh masyarakat secara luas. Konsep yang disalahkaprai inilah yang kemudian memunculkan tafsir-tafsir bebas oleh banyak kalangan. Bak bola liar yang tidak jelas arahnya, isu ini akhirnya menghadirkan ragam paradigma. Memanfaatkan situasi "ke-liar-an" inilah, kelompok liberal masuk dan menyuntikkan pemikirannya.

Akhirulkalam Astaghforulloahladziim

[caption id="attachment_349923" align="aligncenter" width="300" caption="Gambar: Buku "saatnya aku belajar pacaran" menuai banyak kecaman dari masyarakat"][/caption]

***

Lainnya di kompasiana.com/ahmadrisani

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun