Mohon tunggu...
Cerpen

Kisah Kapten Baron

4 Februari 2017   23:36 Diperbarui: 4 Februari 2017   23:57 259
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sore itu semuanya terlihat merah. Angin sedikit bising menjilat-jilat kepala hingga lutut hingga dingin menerpa. Matahari tengah menunggu sesuatu sepertinya, sebelum ia membenamkan diri di ujung barat. Lautan memanggil-manggil. Ikan-ikan bersembunyi. Di atas geladakutama kapal, Kapten Baron berdiri gelisah sambil memegang erat senapan kebangaannya. Senapan itu ia beri nama “Khon”.

Suara tiang layar berderit-derit, kesusahan memanggul tali serta kain layar tua yang lapuk. Kapten Baron berjalan maju mendekati haluan kapal. Kapten Baron berhenti. Tersenyum memandangi laut.

“matahari belum juga tenggelam Khon. Hal Ini terasa lebih lama dari biasanya”

Kapten baron memperlebar senyumannya. Raut wajahnya memperlihatkan kesenangan lama yang serasa telah hadir kembali. Dia tetap memegang Khon dengan keras, sambil menghirup nafas panjang. Sangat panjang dan lama.

Tiba-tiba Kapten Baron terbatuk, sambil memegang dadanya sampai tersandar ke badan kapal. “aku tidak lagio muda Khon. Mengirup nafas panjangpun aku kini tak sanggup”. Lalu ia tertawa keras, sampai membuat Didi, sang awak yang setia berlari keluar dari kabin hendak melihat kondisi kaptennya.

“jangan kau sinari aku dengan senter tua itu Didi. Aku bukanlah pembajak ulung yang ingin merampas kapalku sendiri”.

“kapten!? Kenapa tidak beristirahat? Lihat, kapten jadi tidak sehat kelihatannya”.

“jangan cemaskan aku Didi. Kaptenmu ini tidak akan bisa di takhlukan oleh makhluk apapun”. Masih tertawa.

“tapi kapten ditakhlukan oleh batuk, dan batuk akan takhluk oleh obat batuk. Kapten, minumlah obatmu segera. Saya akan segera ambilakan”. Didi bergegas berdiri. Tapi langkahnya di hentikan oleh perintah kapten. “aku minta kamu berhenti Didi, batuk ini bukanlah makhluk. Jadi wajar saja aku kalah olehnya. Kamu jangan cemas, aku membawa air putih”. Kapten berdiri perlahan. “aku yakin, air putih sanggup menolak kematianku”

Didi tersenyum kagum melihat semangat kaptennya, sentak berdiri tegap sambil memberikan hormat. “hidup di atas samudera, mati berkubur laut”.

“hidup di atas samudera, mati berkubur laut”. Jawab Kapten baron sambil mengangkat senapannya tinggi ke udara. Didipun kembali ke kabin.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun