Mohon tunggu...
Ahmad Ricky Perdana
Ahmad Ricky Perdana Mohon Tunggu... Wiraswasta - gemar travelling, fotografi dan menulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

seringkali mengabadikan segala hal dalam bentuk foto dan tulisan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Politik, Etika dan Persatuan Indonesia

27 Januari 2024   02:30 Diperbarui: 27 Januari 2024   03:21 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Politik menjadi hal yang sangat penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk bisa duduk di kursi kekuasaan, bisa dilakukan melalui jalur politik. Karena itulah, banyak pihak yang ingin duduk di kursi kekuasaan, berlomba masuk ke partai politik. Persoalannya, bagaimana dengan pendidikan politik di Indonesia? Tak dipungkiri, pendidikan politik di Indonesia masih banyak memicu polemik di masyarakat. Banyak masyarakat yang belum dewasa dalam menyikapi dinamika politik yang ada.

Masih ada sebagian pihak yang tidak siap dengan perbedaan pendapat, pandangan, ataupun pilihan politik. Sementara karena literasi masyarakat masih rendah, dan tingkat pendidikan politiknya masih belum merata, membuat sistem demokrasi di Indonesia belum sepenuhnya dewasa. Padahal, fitrah Indonesia adalah negara yang majemuk, yang sudah beragam sejak dulu. 

Lebih pelik lagi, ditambah lagi dengan maraknya provokasi. Para pendukung melontarkan informasi menyesatkan terkait pasangan calon tertentu, sampai akhirnya berujung pada penurunan elektabilitas. Alhasil, provokasi kebencian marak dilakukan di tahun politik. Di titik inilah etika diperlukan. Tujuannya untuk apa? Agar kita tetap bisa saling menghargai dan menghormati meski saling berbeda.

Jika kita flashback ke belakang, kita semua pernah punya pengalaman, antar sesama bisa saling berseteru, saling menebar provokasi dan diskriminasi, hanya karena berbeda pilihan politik. Bahkan sentimen agama digunakan untuk mengancam dan mendapatkan dukungan politik. Akibatnya, konflik antar sesama bisa saja muncul hanya karena persoalan perbedaan pilihan politik.

Pemilu harusnya dihadapi dengan suka cita. Antar pendukung harus saling menghargai dan menghormati. Berbeda pilihan politik tidak melanggar agama. Berbeda itu merupakan keniscayaan yang tidak bisa dilawan. Karena itulah kita tidak boleh saling mengintimidasi ataupun melakukan diskriminasi. Bukankah kita semua sejatinya sudah berbeda sejak dulu? Karena itulah tidak ada gunanya mempersoalkan keragaman yang ada.

Mari jaga keragaman yang ada dengan tetap berdampingan dalam perbedaan. Sila ketiga Pancasila menegaskan kata persatuan untuk Indonesia. Dengan mengusung semboyan bhinneka tunggal ika, berbeda-beda tetapi tetap satu, niscaya kita semua akan bisa tumbuh menjadi negara besar, siapapun presidennya. Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun