Mohon tunggu...
Ahmad Ali Rendra
Ahmad Ali Rendra Mohon Tunggu... Lainnya - Kartawedhana

Kurator sekaligus Edukator Museum Rakyat Hulu Sungai Selatan, Anggota Tim Ahli Cagar Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Wisa Sangga, Bahasa Budaya, Mitos dan Fakta Ilmiah

29 Desember 2024   15:47 Diperbarui: 29 Desember 2024   16:54 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Baground loksado (koleksi : Rendra/penulis)

Oleh : Rendra

Kurator Museum Rakyat HSS

Akhir-akhir ini khususnya pada Desember tahun 2024 sedang booming salah satu film horor nasional yang berlatar kisah tentang salah satu elemen yang terkait dengan Kalimantan Selatan yakni “Racun Sangga” yang didefiniskan merupakan salah satu varian jenis “santet” yang ada di Kalimantan Selatan. Hal ini tentu membuat kita yang sedari kecil akrab dengan istilah “Sangga” tersebut akan terkejut, khususnya kita yang berada di daerah Hulu Sungai (kawasan Banjar klasik) dan tumbuh besar di hunjuran kaki pegunungan Meratus. Tidak hanya itu, teman-teman para budayawan dan sastrawan lokal pun terkejut. Istilah “Sangga’ yang kita kenal selama ini tiba-tiba memiliki definisi baru sebagai salah satu nama “santet” di Kalimantan Selatan.

Sangga/Wisa Sangga bagi kita masyarakat Kalimantan Selatan sudah lama di kenal apalagi bagi kita yang berada di daerah (bukan kota). Tidak jarang orang tua kita kadang mewanti-wanti kita “hati-hati lah bila bajalanan ka ( hutan) di gunung  kalu pina kana wisa/ sangga” (hati-hati kalau jalan-jalan ke hutan di pegunungan dikawatirkan nanti ke sangga)” atau Si A tu sumalam kana wisa /sangga, garing pina maiyun, awak pina kuning inya kana wayah umpat mangayu dihutanan digunung ( Si A itu kemarin kena Wisa Sangga, ia sakit-sakitan lama, tubuhnya jadi kuning pucat dia kena saat ikut bekerja mencari kayu di hutan -gunung). Beberpaa kalimat diatas adalah sebagian umum buah bibir masyarakat yang sering kita dengar terkait wisa sangga.

Penulis sendiri sering dinasehati orang tua ketika sedang ingin melaukan aktivitas ke daerah pegunungan atau penelitian ke pedalaman agar berhati-hati terhadap wisa/sangga. Umumnya di Kalimantan Selatan, sangga sendiri di percaya sebagai Wisa/Bisa alam yang tidak terlihat, bisa mengenai manusia hingga menyebabkan sakit yang serius. Sangga dipercaya ada di hutan-hutan seperti hutan di pegunungan Meratus dan lainnya. Entah di tanah, pohon atau air.

Menurut kepercayaan di masyarakat klasik di Kalimantan Selatan, juga ada  segelintir orang yang bisa mengambil sangga (wisa/bisa alam) ini untuk di taruhya di kebunnya agar kebunnya tidak dirusak oleh binatang dan manusia, hal tersebut dinamai “Sangga Kabun”. Tapi umumnya Sangga didefiniskan sebagai bisa/wisa (gaib) karena tidak terlihat oleh mata telanjang.

Dahulu kala juga ada mitos atau larangan jika mandi di sungai jangan teralalu sering berendam dengan menghadap melawan arus sungai karena di khawatirkan air sungai tersebut membawa hal-hal negatif dari daerah hulu termasuk Wisa/Sangga. Di hutan juga ada beberapa keadaan yang dulu dianggap ciri-ciri tempat itu bisa jadi mengandung wisa/wisa sangga, contohnya seperti sungai yang seolah hampir mati menggenang dan berwana kuning. Hutan tropis yang basah dan lembab juga dikhawatirkan menjadi tempat wisa atau sangga berada.

Genangan air dibelakang contoh tempat yang umumnya diduga mengandung wisa (koleksi : Rendra)
Genangan air dibelakang contoh tempat yang umumnya diduga mengandung wisa (koleksi : Rendra)

Dari sekian banyak korban yang diduga “kena wisa” umumnya mereka maiyun atau sakit-sakitan parah yang tak kunjung sembuh namun yang paling umum ada yang terkena wisa dengan ciri-ciri tubuh korbannya menguning jika di diagnosis secara ilmiah mereka terkena penyakit yang menyerang fungsi liver/hati. Hal yang demikian sangat sering penulis temui pada penderita/korban terkena wisa alam tersebut pada masyarakat khususnya di daerah Hulu Sungai tempat penulis tinggal.

Mengutip jurnal Saefudin dan Sisva Mariadi dalam “Tradisi Pengobatan Batimung dalam Masyarakat Banjar dan Dayak Meratus di Kalimantan Selatan” penyakit sangga sendiri memang didefinisikan merupakan penyakit kuning (liver).

Dalam perspektif ilmiah penyakit kena wisa ini sering kali dihubungkan dengan 2 penyakit yakni Liver dan Malaria. Jika kita cermati secara komperhensif beberapa point terkait wisa/wisa sangga ini erat kaitannya dengan 2 penyakit diatas. Secara umum penyakit wisa yang menyebabkan korban sakit-sakitan dengan ciri utama merujuk pada gejala Malaria dan gangguan yang menyerang fungsi hati, manifestasinya bisa berupa gejala yang mirip dengan penyakit kuning, seperti menguningnya kulit dan mata yang jika diperiksa secara ilmu kedokteran umumnya penderita dinyatakan menderita gangguan fungsi hati/liver atau penyakit kuning. Hal tersebut sangat mungkin terjadi karena korban wisa sangga di Kalimantan umumnya orang yang bekerja dihutan seperti para penebang kayu ataupun pendulang emas tradisional.

Para korban yang bekerja di hutan memang umumnya akan sangat rentan terkena penyakit Malaria yang disebabkan oleh nyamuk, hal itu berkesinambungan dengan mitos bentuk ciri-ciri sungai kecil yang hampir mati, rawa-rawa dalam hutan atau genangan/kubangan pada hutan tropis yang dianggap “bawisa” yang secara umumnya memang merupakan habitat dari nyamuk malaria yang sering kali berkembang biak di air yang berada di bawah tajuk pohon, di mana suhu airnya terjaga, Jentik Anopheles sp yang memiliki parasit malaria menyukai tempat perkembangbiakan yang langsung bersentuhan dengan tanah dan mengutip dari https://www.cdc.gov/malaria/data-research/index.html umumnya nyamuk yang menyebarkan penyakit Malaria berkembang pada kawasan tropis atau sub-tropis dan dekat dengan katulistiwa, kondisi alam seperti ini memang sangat mencerminkan hutan-hutan lembah di Kalimantan. Pekerja hutan yang tidak terlindungi dengan baik dari gigitan nyamuk bisa terinfeksi malaria, yang bisa kemudian menyerang fungsi hati dan menyebabkan gejala penyakit kuning.

Penyebab lain juga bisa disebabkan olehparasit, seperti schistosomiasis, yang disebabkan oleh cacing parasit, juga dapat menyerang hati. Penyakit ini lebih sering ditemukan di daerah tropis atau subtropis, termasuk daerah yang sering didatangi oleh pekerja hutan. Infeksi parasit dapat menyebabkan peradangan pada hati dan menyebabkan gejala penyakit kuning. Cacing parasit skistosoma hidup di air tawar, seperti danau atau sungai. Cacing ini bisa masuk ke dalam tubuh saat seseorang mandi, berenang, mencuci pakaian, atau melakukan aktivitas lain di air yang sudah terkontaminasi cacing skistosoma.

Menarik jika dicermati lebih dalam ada pengetahuan dan rambu-rambu bahaya pada kesehatan yang dibingkai  oleh  local wisdom pada masyarakat di Kalimantan. Istilah Wisa Sangga sendiri akhirnya adalah bahasa sederhana dalam budaya masyarakat Dayak dan Banjar dalam menggambarkan potensi ancaman bahaya pada kesehatan. Hal ini bisa saja kita sebut indigenous knowledge yang diperoleh dari pengalaman terdahulu sehingga menjadi pengetahuan lokal yang awalnya sering dikomunikasikan melalui tradisi-tradisi lisan dan pembelajaran yang diwariskan dari generasi ke generasi. Tentunya patut kita syukuri hal tersebut, sebagai warisan pengetahuan yang positif dan sebagai rambu-rambu kita dalam memahami alam melalui bahasa “budaya”.

Tentunya kita generasi muda sepatutnya menjaga hal tersebut sebagai nilai budaya intangible yang luhur. Bukan mengubah-ubah arti atau definisi warisan pengetahuan tersebut menjadi hal-hal yang berbau dan bernilai negatif (contohnya seperti mendefiniskan hal diatas menjadi “santet” apalagi dihubungkan dengan “santet pemisah rumah tangga”).

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun