Mohon tunggu...
Ahmad Ali Rendra
Ahmad Ali Rendra Mohon Tunggu... Lainnya - Kartawedhana

Kurator sekaligus Edukator Museum Rakyat Hulu Sungai Selatan, Anggota Tim Ahli Cagar Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Wisa Sangga, Bahasa Budaya, Mitos dan Fakta Ilmiah

29 Desember 2024   15:47 Diperbarui: 29 Desember 2024   16:54 380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Baground loksado (koleksi : Rendra/penulis)

Dalam perspektif ilmiah penyakit kena wisa ini sering kali dihubungkan dengan 2 penyakit yakni Liver dan Malaria. Jika kita cermati secara komperhensif beberapa point terkait wisa/wisa sangga ini erat kaitannya dengan 2 penyakit diatas. Secara umum penyakit wisa yang menyebabkan korban sakit-sakitan dengan ciri utama merujuk pada gejala Malaria dan gangguan yang menyerang fungsi hati, manifestasinya bisa berupa gejala yang mirip dengan penyakit kuning, seperti menguningnya kulit dan mata yang jika diperiksa secara ilmu kedokteran umumnya penderita dinyatakan menderita gangguan fungsi hati/liver atau penyakit kuning. Hal tersebut sangat mungkin terjadi karena korban wisa sangga di Kalimantan umumnya orang yang bekerja dihutan seperti para penebang kayu ataupun pendulang emas tradisional.

Para korban yang bekerja di hutan memang umumnya akan sangat rentan terkena penyakit Malaria yang disebabkan oleh nyamuk, hal itu berkesinambungan dengan mitos bentuk ciri-ciri sungai kecil yang hampir mati, rawa-rawa dalam hutan atau genangan/kubangan pada hutan tropis yang dianggap “bawisa” yang secara umumnya memang merupakan habitat dari nyamuk malaria yang sering kali berkembang biak di air yang berada di bawah tajuk pohon, di mana suhu airnya terjaga, Jentik Anopheles sp yang memiliki parasit malaria menyukai tempat perkembangbiakan yang langsung bersentuhan dengan tanah dan mengutip dari https://www.cdc.gov/malaria/data-research/index.html umumnya nyamuk yang menyebarkan penyakit Malaria berkembang pada kawasan tropis atau sub-tropis dan dekat dengan katulistiwa, kondisi alam seperti ini memang sangat mencerminkan hutan-hutan lembah di Kalimantan. Pekerja hutan yang tidak terlindungi dengan baik dari gigitan nyamuk bisa terinfeksi malaria, yang bisa kemudian menyerang fungsi hati dan menyebabkan gejala penyakit kuning.

Penyebab lain juga bisa disebabkan olehparasit, seperti schistosomiasis, yang disebabkan oleh cacing parasit, juga dapat menyerang hati. Penyakit ini lebih sering ditemukan di daerah tropis atau subtropis, termasuk daerah yang sering didatangi oleh pekerja hutan. Infeksi parasit dapat menyebabkan peradangan pada hati dan menyebabkan gejala penyakit kuning. Cacing parasit skistosoma hidup di air tawar, seperti danau atau sungai. Cacing ini bisa masuk ke dalam tubuh saat seseorang mandi, berenang, mencuci pakaian, atau melakukan aktivitas lain di air yang sudah terkontaminasi cacing skistosoma.

Menarik jika dicermati lebih dalam ada pengetahuan dan rambu-rambu bahaya pada kesehatan yang dibingkai  oleh  local wisdom pada masyarakat di Kalimantan. Istilah Wisa Sangga sendiri akhirnya adalah bahasa sederhana dalam budaya masyarakat Dayak dan Banjar dalam menggambarkan potensi ancaman bahaya pada kesehatan. Hal ini bisa saja kita sebut indigenous knowledge yang diperoleh dari pengalaman terdahulu sehingga menjadi pengetahuan lokal yang awalnya sering dikomunikasikan melalui tradisi-tradisi lisan dan pembelajaran yang diwariskan dari generasi ke generasi. Tentunya patut kita syukuri hal tersebut, sebagai warisan pengetahuan yang positif dan sebagai rambu-rambu kita dalam memahami alam melalui bahasa “budaya”.

Tentunya kita generasi muda sepatutnya menjaga hal tersebut sebagai nilai budaya intangible yang luhur. Bukan mengubah-ubah arti atau definisi warisan pengetahuan tersebut menjadi hal-hal yang berbau dan bernilai negatif (contohnya seperti mendefiniskan hal diatas menjadi “santet” apalagi dihubungkan dengan “santet pemisah rumah tangga”).

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun