Mohon tunggu...
Ahmad Ali Rendra
Ahmad Ali Rendra Mohon Tunggu... Lainnya - Kartawedhana

Kurator sekaligus Edukator Museum Rakyat Hulu Sungai Selatan, Anggota Tim Ahli Cagar Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gerakan Sosial Nativisme, Mesianisme dan Milenarian di Kalimantan Selatan pada periode Perang Banjar

22 Oktober 2024   16:53 Diperbarui: 26 November 2024   22:30 137
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gerakan ini terjadi pada periode perang Banjar fase ke II, yakni dipenghujung abad 19 tepatnya pada tahun 1898. Diawali dari keresahan karena kerja paksa, konflik agraria yang picu oleh sikap pemerintahan Hindia Belanda menjelang kebijakan politik etis diberlakukan. Hantarukung sebuah desa kecil di Distrik Amandit. Bukhari adalah seorang "Pemayung Sultan" yang terkenal akan kesaktian dan ketangkasan saat menjadi pelindung Sultan Muhammad Seman (anak Pangeran Antasari), kemudian atas perintah ia pulang ke kampung halamannya di Hantarukung. Bukhari berhasil menghimpun masyarakat untuk melakukan perlawanan. Dengan senjata yang seadanya perlawanan pecah, peristiwa ini diingat merupakan peristiwa paling berdarah yang pernah terjadi disepanjang Perang Banjar 1859-1905. Konflik ini melibatkan masyarakat sipil melawan serdadu modern Hindia Belanda dengan senjata lengkap yang jauh lebih modern.

Dipati Kertas Melayang dan semangat Mesianisme. 

Pada tahun 1883 seorang pemuda delapan belas tahun bernama Guan menyebut dirinya Pangeran Dipati Kertas Melayang, ia merupakan seorang Bakumpai yang berdiam di desa Tumbang Kukung. Ia tiba-tiba memproklamirkan dirinya sebagai Nabi baru dan menggunakan gelar Imam Mahdi. Ia dan pengikutnya bergabung dalam barisan perjuangan Sultan Muhammad Seman banyak yang tewas diantara mereka pada pertempuran Mandaruian tahun 1883. Bagi Sultan Muhammad Seman, "Imam Mahdi" ini besar jasanya dalam menyumbangkan keberanian dan nyawanya demi perjuangan (Helius Sjamsuddin-Pagustian dan Tumenggung).

Gerakan Mesianisme misterius pasca padamnya Perang Banjar

Tahun 1906 pengaruh mesianisme dengan "imam mahdi" kembali terjadi. Kali ini dengan amat misterius. Segerombolan orang yang pemimpinnya bernama Gusti Muhammad Said  mengklaim srbagai keluarga dari (alm) Sultan Muhammad Seman, melakukan perjalanan dari Cantong di pantai timur Kalimantan ke daerah Amuntai. Mereka bermaksud membalas dendam atas kematian Sultan Muhammad Seman dan menyerang benteng Belanda di Kandangan. Mereka hanya membawa senjata-senjata sederhana seperti senjata tajam dan setiap orang membawa jimat. Mereka percaya Imam Mahdi yang tidak tampak akan menolong mereka dalam pertempuran. Mereka berhasil membunuh Kontroler Belanda, namun mereka berhasil dilumpuhkan.

(* Gusti Muhammad Said disini bukan Panembahan Muhammad Said yang merupakan anak Pangeran Antasari akan tetapi orang misterius yang mengaku kerabat Sultan Mat Seman). Gerakan Gusti Muhammad Said ini sangat menarik karena modelnya merupakan campuran antara ide-ide millenarian lokal dengan kepercayaan islam terkait Imam Mahdi.

---Epilog

Pada akhir abad ke-19, Kalimantan Selatan bergolak dalam bayang-bayang terhadap tirani kekuasaan Belanda dan elite lokal. Penindasan, pajak yang mencekik, dan pengkhianatan pada tradisi kerajaan menyulut api perlawanan sebagian kaum elite dan masyarakat di akar rumput. Di tengah rakyat yang haus akan keadilan, munculah sosok-sosok mesianis yang membawa harapan akan seorang pemimpin adil yang diharapkan mampu menghancurkan cengkeraman penjajahan dan menyudahi kekacauan mengembalikannya pada garis yang lurus. Gerakan sosial yang beragam baik itu muncul dari keresahan masyarakat atas kabut tirani yang mengutuk negeri.

Apakah gerakan semacam itu berpotensi muncul hari ini  ?

Daftar Pustaka :

- Penjelasan Sejarah (Kuntowijoyo, 2008) -Sejarah Banjar (M. Suriansyah Ideham, dkk 2003) - Pagustian dan Tumenggung ( Helius Sjamsudin, 2001) - Pangeran Antasari (Idwar Saleh, 1993) - Panembahan Muda Aling (Husni Abar) - Koran² era kolonial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun