Mohon tunggu...
Ahmad Ali Rendra
Ahmad Ali Rendra Mohon Tunggu... Lainnya - Kartawedhana

Kurator sekaligus Edukator Museum Rakyat Hulu Sungai Selatan, Anggota Tim Ahli Cagar Budaya.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kata-mangata (Do'a dalam Syair dan Pantun Berbahasa Banjar)

21 Oktober 2023   16:02 Diperbarui: 22 Oktober 2023   15:31 780
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut Andin Alpi arti sebenarnya dari kalimat Wa la saufa yu tika rabbuka fatarda tidak dihiraukan

dan tidak dipakai dalam mantra ini, namun justru kata Wa-la-sau ditafaulkan ke bahasa Banjar menjadi "walasau" yang artinya adalah deras. 

Contoh Lain :

Bismillahirrahmanirrahim, Qulhuallahu ahad ,tahan dipukul, tahan dipahat, Berkat Laillahaillah Muhammadarasulullah

Menurut Alpinoor, ayat yang terkandung dalam mantra ini bisa ditemukan di surah Al-Ihlas ayat 1 dan jenis kata-mangata bercorak pantun, dan seperti isi dari pantunnya, mantra ini digunakan sebagai mantra tahan dipukul dan juga tahan dipahat, baik oleh pukulan maupun senjata, adanya ayat al-Qur'an disana adalah sebagai pengambilan berkah saja.

Dalam tradisi masyarakat Banjar ada beberapa jenis mantra bacaan yang sifatnya "kiri" untuk mencelakai, mendatangkan bala, kebencian, penyakit yang kadang digolongkan dengan "bacaan kakiri". Kadang dengan isi kalimat berupa pujaan terhadap unsur/mahluk tertentu. "Kiri" dalam istilah disini merujuk kepada kesesatan atau ilmu hitam.

Bahkan untuk sebuah mantra yang kandungannya adalah pemanggilan mahluk-mahluk (jin) tertentu atau roh-roh leluhur, pengucapan syukur kepada roh atau dewata lebih kepada menggunakan terminologi kuno yang disebut "Mamang".

Sedangkan "Bamamang" adalah suatu proses perapalan mantra-mantra tersebut.

Kalau kita lihat dalam perspektif yang lebih luas. Kata-mangata dalam sudut pandang yang positif adalah prilaku masyarakat adat Banjar dalam memanjatkan doa berbahasa Melayu Banjar dengan tradisi syair dan pantun. Namun ketika unsur Islam masuk dalam kebudayaan Banjar, cara berdoa dengan indah dalam bahasa lokal banjar itu pun ikut terpengaruh oleh unsur Islam seperti pengucapan Basmalah dan Kalimat Syahadat.

Jika pada zaman dahulu kata-mangata atau mantra merupakan sebuah susunan kalimah indah yang mengandung tujuan, permohonan /doa tertentu yang diucapkan dengan bahasa Banjar, kemudian disini dapat kita fahami tradisi tersebut dalam perspektif budaya dan sejarah merupakan bagian dari hasil integrasi Islam pada aspek-aspek tertentu di masyarakat nusantara yang umumnya bersifat fleksibel. Bersandar pada tidak semua masyarakat dari berbagai golongan bisa, hafal dan fasih doa-doa berbahasa arab dan tentu (bahkan) sampai hari ini pun disengaja atau tidak kita pun sering "mengucapkan/memanjatkan doa/permohonan" dalam bahasa Indonesia atau bahasa daerah kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun