Dalam tradisi Banjar kata-mangata kebanyakan/hampir semua diawali dengan "Bismillah" dan diakhiri "Berkat Laillahaillah Muhammadarasulullah". Penggunaan unsur Basmalah dan kalimat syahadat menegaskan kata-mangata adalah sebuah doa (bukan sihir) bahkan sangat di tekankan oleh yang memberi doa itu kunci tuahnya berada pada kalimat terakhir "Berkat Lailahaillah Muhammadarasulullah", atau jika kita lihat dari unsur filosofis maka kalimat tauhid di ujung merupakan penegasan akan "berkat" dari karna kesaksiannya akan keesaan Allah dan kerasulan Nabi Muhammad SAW dimana justru kata-mangata erat dengan unsur ke-Tauhidan.
Mengutip Alfianoor (Andin Alfi) Mantra/Kata yang asli berbahasa Banjar dapat dikatakan berasal dari sebelum kedatangan Islam, tetapi setelah kedatangan Islam "mantra" tersebut bercampur dengan ajaran-ajaran Islam.
Dalam tradisi kata-mangata atau "Mantra Banjar" kita juga akan menemukan jenis kata/mantra yang terdiri dari perpaduan antara unsur ayat Al-Quran dengan rima pantun yang mengarah kepada tujuan mantra/kata tersebut "dibacakan".
Contoh :
1. Idz qoola yuusufu li,abiihi yaa abati innii ro,aitu ahada 'asyaro kaukabaw wasy syamsa wal qomaro ro,aituhum lii saajidiin
Tukalas tukaning kasih tukaning sayang tunduk maras raga badan lawan umbayang, rabah rubuh imannya hanya kepadaku berkat Laillahaillah Muhammadarasulullah.
Unsur ini cukup unik karena ada penggunaan ayat-ayat Al-Qur'an dalam mantera tersebut berpadu dengan syair pantun berbahasa lokal.
Namun ada yang menarik, tidak semua ayat Al-Qur'an dalam mantera Banjar mempunyai makna tegak lurus antara arti dan tujuan si mantra/kata tersebut. Hal tersebut nampaknya seperti sebuah "cocoklogi" yang bertumpu pada konsonan bunyi pada ujung kalimat Mantera/kata untuk menyesuaikan rima tanpa memperdulikan makna dan arti dari ayat tersebut.
Mengutip Alfinoor (Andin Alpi) Bentuk "mantra/kata" tersebut berasal dari pengambilan secara paksa bahasa al-Qur'an menjadi bahasa Banjar atau yang sering disebut juga dengan istilah "tafaul" adalah pengambilan bahasa Arab secara utuh kedalam bahasa Banjar, tanpa ada penerjamahan arti sebenarnya dari bahasa Arab tersebut, hal ini dilakukan hanya untuk mengambil berkah saja, bisa dikatakan pengambilan ini diambil secara paksa tanpa melihat aturan-aturan tata bahasa.
Contoh :
Pipik dianak pipik, Tarbangnya ka lautan tulang, Titik manjadi titik, Banyunya titik, Banyunya disungai lautan pulang. Wa la saufa yu tika rabbuka fatarda.