Dalam Kongres Wanita seluruh Kalimantan yang dilangsungkan di Kandangan pada tanggal 17 Februari 1948, PERWANI menyuarakan tentang pentingnya persatuan kaum wanita untuk perjuangan kemerdekaan.
Dalam prakteknya SKI tidak bermaksud berjuang sendiri, oleh karena itu dirancanglah pembentukan beberapa organisasi yang berbeda namun dengan konsep perjuangan yang sama, maka muncul lah organisasi-organisasi seperti PERWANI (Persatuan Wanita Indonesia), PPI (Persatuan Pemuda Indonesia), PERPI (Persatuan Pemudi Indonesia), KRI (Kepanduan Rakyat Indonesia) PKDI (Persatuan Kaum Dagang Indonesia) & SERMI (Serikat Muslimin Indonesia).Â
Organisasi kemasyarakatan lainnya seperti Musyawaratulthalibin yang mana tokoh pengurusnya juga banyak berasal dari hulu sungai, cabang & rantingnya menjangkau sampai keluar daerah dan negri-negri jiran ( pernah mengadakan kongres di Hulu sungai, yaitu Kongres II tahun 1936 di Kandangan, Kongres III tahun 1937 di Amuntai ).Â
Seiring lajunya pergerakan dan perkembangan organisasi-organisasi lainnya, di Kandangan pernah berdatangan wakil-wakil organisasi pemuda se-Kalimantan yg melahirkan Gabungan Pemuda Pemudi Indonesia Kalimantan (GAPPIKA) bertempat digedung (Bioskop Murni jalan Singakarsa, Pandai, Kandangan Barat )
Namun pihak Belanda tidak tinggal diam mereka berupaya menghasut salah seorang  tokoh SERMI dan upaya mereka berhasil, dengan fasilitas yang diberikan Belanda akhirnya didirikanlah partai Islam pro Belanda sebagai saingan SERMI yakni SRI ( Serikat Rakyat Islam ), kehadiran SRI merupakan pukulan berat bagi SERMI dimana Belanda berhasil memasukan politik pecah belah kedalam tubuh SERMI, Menurut Aam Niu yang pernah berdampingan kamar tahanan dengan KH. A.S ( pendiri SRI) kesediaan beliau menjadi ketua SRI merupakan buah paksaan dan intimidasi berat dari pihak Belanda kepadanya, terlebih karna ia "pernah" bekerja sama dengan pemerintah pendudukan jepang sebagai ketua jamaah islamiyah Borneo (Borneo Kaikjo Kjokai).
NICA menyadari adanya sikap pembakangan dari rakyat daerah Banjarmasin dan Hulu Sungai di Kalimantan Selatan. Tidak terlaksananya ordonnantie tanggal 13 Februari 1946 Staatsblad 1946 No. 17 untuk pembentukan daerah otonom Banjar, menyebabkan Van Mook perlu menjalankan siasat khusus di daerah ini, Tindakan Belanda dalam hal ini antara lain :
- Menugaskan Dr. Eisenberger untuk mengadakan kampanye kepada tokoh-tokoh rakyat di daerah ini agar mereka memberikan dukungan terhadap rencana pembentukan Negara Kalimantan ( dibawah Belanda tentunya ).Â
- Mendatangkan Sultan Hamid II, tokoh federalis dari Kalimantan Barat dengan tujuan mempengaruhi pemimpin-pemimpin dan rakyat di daerah ini, agar dapat menyetujui ide federalisme guna mewujudkan Negara Kalimantan.Â
- Mendirikan organisasi politik SRI (Serikat Rakyat Islam) yang menjadi tandingan SKI- SERMI.
SKI yang menolak federalisme seperti disebutkan di atas dan kemudian didukung oleh SERMI selaku partner di dalam Badan Koordinasi Kemerdekaan, telah mulai mengadakan rapat- rapat pembahasan tentang perkembangan politik akibat beleid yang ditempuh SRI/Belanda.Â
Dengan adanya sikap memihak dari SKI dan adanya dukungan yang sejak lama diperlihatkan oleh golongan Pamong Praja, mulai mengadakan persiapan-persiapan ke arah pembentukan daerah otonom Banjar dengan membentuk Dewan Banjarnya. Menanggapi hal ini SERMI segera mengadakan konferensi kilat pada tanggal 15 Juli 1947 di Banjarmasin, dengan keputusan- keputusan sebagai berikut :Â
SERMÄ° dapat menyetujui pembentukan daerah otonom Banjar dan Hulu Sungai dengan Svarat-syarat :
- Daerah Otonom Banjarmasin dan Hulu Sungai, Dewannya harus dibentuk dengan se demokratis-demokratisnya.Â
- Ketua Dewan harus orang IndonesiaÂ
- Anggota Dewan ditetapkan melalui pemilihanÂ
- Banjarmasin dan Hulu Sungai tetap satu daerah otonomÂ
- Dewan harus mempunyai kekuasaan yang seluas-luasnya.
SKI dalam suatu konferensinya untuk menanggapi usaha-usaha rencana pembentukan Dewan Banjar oleh Belanda ini, mengeluarkan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :Â
a.) Menyadari bahwa Dewan Banjar ini dibentuk juga oleh BelandaÂ