Oleh: Ahmad Rafi Rizqullah*
Pilkada diadakan 5 tahun sekali, dan tepatnya pada tahun 2020 diadakannya pilkada serentak se-Indonesia. Namun sayangnya, tahun ini adalah tahun yang berat bagi kita semua seluruh dunia. Dikarenakan adanya pandemi COVID-19 yang menyebar luas diseluruh penjuru dunia, apakah tahun ini pilkada akan tetap diadakan atau dimundurkan jika melihat kondisi seperti ini?.
Presiden Republik Indonesia Joko Widodo menegaskan untuk melanjutkannya pilkada ditengah pandemi ini dengan syarat protokol kesehatan, "Pilkada tetap dilakukan dan tak bisa ditunggu sampai pandemi berakhir", ujarnya ketika diwawancara.
Lalu bagaimanakah sikap pemprov banten terhadap menjelangnya pesta demokrasi ini?. Gubernur Banten Wahidin Halim mengusulkan agar pelaksanaan Pilkada Serentak 2020 ditunda akibat pandemi COVID-19. Bawaslu Banten menyerahkan sepenuhnya keputusan itu kepada KPU, DPR dan pemerintah pusat.Â
"Makanya, sekali lagi kita dibawah ini hanya pelaksana undang-undang. Kita fokus ke tahapan yang sudah ada, keputusan dari pemegang kebijakan seperti apa, kita laksanakan," ujar Ketua Bawaslu Banten Didih M Sudi. Dikarenakan belum ada keputusan penundaan, Bawaslu sejauh ini hanya melalukan upaya pencegahan seperti meminta data penyelenggara di daerah yang melaksanakan Pilkada apabila ada yang terpapar virus Corona.
Pada akhirnya Pemerintah Provinsi Banten bersama Pemerintah Kota Tangerang Selatan memastikan pelaksanaan Pilkada 2020 berjalan dengan menerapkan protokol kesehatan pencegahan COVID-19.Â
Gubernur Provinsi Banten, Wahidin Halim, menjelaskan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk memetakan pelanggaran yang mungkin terjadi pada tahapan Pilkada 2020 yang diadakan di tengah-tengah pandemi ini. "Bawaslu sudah memberikan catatan, daftar invetarisasi, dan klasterisasi," ujar Wahidin. Dia menyebut, catatan tersebut akan dijadikan data dan informasi sumber kebijakan.
Sementara itu, Wali Kota Tangerang Selatan, Airin Rachmi Diany menjelaskan, dirinya terus melakukan koordinasi dengan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah untuk memastikan setiap aktivitas menerapkan protokol kesehatan (Prokes). Pihaknya akan melakukan instruksi kepada pihak terkait untuk menentukan sanksi yang akan diberlakukan. "Itu (pelanggaran prokes dalam pilkada) harus ditindak tegas," ujar Airin.
Saat ini, Pemerintah Kota Tangerang Selatan sedang mematangkan payung hukum terkait dengan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Kota Tangsel dengan materinya yang berisikan sanksi bagi pelanggar protokol COVID-19. Dengan adanya sanksi yang dimasukkan ke dalam payung hukum tersebut, Airin berharap masyrakat akan lebih peka dan meningkatkan sikap disiplinnya dalam upaya mencegah penularan COVID-19, terutama pada masa pelaksanaan tahapan Pilkada 2020 ini, dikutip dari republika.co.id.
Kesiapan pemerintah dalam melaksanakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) memang perlu diapresiasi, Namun apakah dengan segala kesiapan yang mereka lakukan dapat meminimalisir penularan COVID-19 pada saat pelaksanaan tahapan Pilkada 2020 ini? Dilihat dari peningkatan angka penularan COVID-19 yang cukup signifikan di daerah banten, Secara tidak langsung, Kita dapat tahu jika masih banyak masyarakat yang minim informasi mengenai protokol-protokol kesehatan yang harus dilaksanakan.
Masyarakat memang seharusnya memahami dan mengerti hal-hal apa saja yang dilakukan pada masa pandemi seperti ini. Tapi, tidak dapat dipungkiri kalau masih tetap ada masyarakat yang kurang mengerti tentang hal tersebut.
Maka dari itu pemerintah harus memberi arahan lebih kepada masyarakat mengenai protokol kesehatan. Seperti membuat iklan masyarakat yang eye catching melalui media massa sehingga dapat dikonsumsi semua rentang usia. Lalu mendatangi suatu daerah, Terutama di tempat-tempat yang tinggi angka penularan COVID-19 dan juga tempat-tempat yang belum terjangkau oleh pemerintah setempat. Misalnya, di pedesaan yang notabenenya sulit dijangkau jika melalui penyuluhan yang bersifat online atau melalui media televisi, jadi harus dilakukannya penyuluhan secara langsung oleh pemerintah setempat.
Selain itu Bawaslu sebut pengaturan protokol kesehatan Pilkada hanya sebatas undang-undang. Anggota Badan pengawas pemilu Mochammad Afifudin menyebutkan, ketentuan tentang protokol kesehatan Pilkada yang dimuat Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 13 Tahun  2020 terbentur undang-undang. Menurut dia, penyelenggara pemilu sebenarnya ingin membuat peraturan yang lebih progresif terkait protokol.
Namun, dalam membuat aturan, penyelenggara harus tetap berlandaskan oada undang-undang Nomor 10 Tahun 2016. Sementara,UU tersebut tak mengatur protokol kesehatan pilkada di masa pandemi. Afif mengatakan,dengan kondisi ini, idealnya ketentuan tentang protokol kesehatan diatur dalam peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu). Namun pada akhirnya, Perppu tak di terbitkan sehingga protokol Pilkada hanya diatur di PKPU saja.
Meski hanya diatur di PKPU,kata Afif, penyelenggara pemilu sudah berupaya merancang tahapan Pilkada 2020 disesuaikan dengan protokol kesehatan. Misalnya, melarang kegiatan kampanye yang berpotensi menciptakan kerumunan massa, mewajibkan penggunaan alat pelindung diri seperti masker dan hand sanitizer di setiap tahapan, hingga pemberian sanksi bagi pelangar protokol kesehatan.
Afif berharap,pengaturan dalam PKPU ini dapat dipatuhi seluruh pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan Pilkada 2020. Ia juga berharap supaya ke depan kerumunan masssa di tahapan Pilkada tidak terjadi lagi.
Diberitakan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menerbitkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 13 Tahun 2020 tentang Pilkada Serentak Lanjutan dalam Kondisi Bencana Non-alam Covid-19 pada 23 September 2020. PKPU tersebut merupakan bentuk perubahan kedua atas PKPU Nomor 6 Tahun 2020.
Revisi PKPU ini merupakan tindak lanjut dari kesepakatan antara Komisi II DPR RI bersama pemerintah dan penyelenggara pemilu. Sebelum memutuskan revisi PKPU, pemerintah sempat mempertimbangkan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk mengatur protokol kesehatan di Pilkada.
Langkah pemerintah dalam merancang tahapan Pilkada 2020 sedemikian rupa adalah langkah yang cukup baik dan melihat dengan cara pemerintah memiliki upaya untuk mencegah hal kecil yang dapat berdampak besar jika dibiarkan terjadi.
Pemerintah mungkin dapat lebih meneliti hal-hal kecil menyimpang yang sering terjadi di masyarakat pada umumnya dan menetralisir terjadinya hal tersebut. Karena meskipun kita sudah mempertimbangkan hal sedemikian rupa dan semaksimal mungkin untuk mencegah hal yang tidak diinginkan, hal tersebut tetap dapat terjadi.
Bukannya ingin menuntut pemerintah untuk sempurna, tapi dengan melihat adanya peristiwa yang sudah terjadi, misalnya kita memiliki 100% ketetapan tapi hanya 60% nya saja yang terlaksana maka dari itulah pemerintah seharusnya lebih memperketat dan mempertegas aturan-aturan yang sudah ditentukan kepada masyarakat, agar masyarakat pun dapat berfikir bahwa aturan itu sebenarnya nyata dan harus dilaksanakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H