Maka dari itu pemerintah harus memberi arahan lebih kepada masyarakat mengenai protokol kesehatan. Seperti membuat iklan masyarakat yang eye catching melalui media massa sehingga dapat dikonsumsi semua rentang usia. Lalu mendatangi suatu daerah, Terutama di tempat-tempat yang tinggi angka penularan COVID-19 dan juga tempat-tempat yang belum terjangkau oleh pemerintah setempat. Misalnya, di pedesaan yang notabenenya sulit dijangkau jika melalui penyuluhan yang bersifat online atau melalui media televisi, jadi harus dilakukannya penyuluhan secara langsung oleh pemerintah setempat.
Selain itu Bawaslu sebut pengaturan protokol kesehatan Pilkada hanya sebatas undang-undang. Anggota Badan pengawas pemilu Mochammad Afifudin menyebutkan, ketentuan tentang protokol kesehatan Pilkada yang dimuat Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 13 Tahun  2020 terbentur undang-undang. Menurut dia, penyelenggara pemilu sebenarnya ingin membuat peraturan yang lebih progresif terkait protokol.
Namun, dalam membuat aturan, penyelenggara harus tetap berlandaskan oada undang-undang Nomor 10 Tahun 2016. Sementara,UU tersebut tak mengatur protokol kesehatan pilkada di masa pandemi. Afif mengatakan,dengan kondisi ini, idealnya ketentuan tentang protokol kesehatan diatur dalam peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu). Namun pada akhirnya, Perppu tak di terbitkan sehingga protokol Pilkada hanya diatur di PKPU saja.
Meski hanya diatur di PKPU,kata Afif, penyelenggara pemilu sudah berupaya merancang tahapan Pilkada 2020 disesuaikan dengan protokol kesehatan. Misalnya, melarang kegiatan kampanye yang berpotensi menciptakan kerumunan massa, mewajibkan penggunaan alat pelindung diri seperti masker dan hand sanitizer di setiap tahapan, hingga pemberian sanksi bagi pelangar protokol kesehatan.
Afif berharap,pengaturan dalam PKPU ini dapat dipatuhi seluruh pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan Pilkada 2020. Ia juga berharap supaya ke depan kerumunan masssa di tahapan Pilkada tidak terjadi lagi.
Diberitakan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menerbitkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 13 Tahun 2020 tentang Pilkada Serentak Lanjutan dalam Kondisi Bencana Non-alam Covid-19 pada 23 September 2020. PKPU tersebut merupakan bentuk perubahan kedua atas PKPU Nomor 6 Tahun 2020.
Revisi PKPU ini merupakan tindak lanjut dari kesepakatan antara Komisi II DPR RI bersama pemerintah dan penyelenggara pemilu. Sebelum memutuskan revisi PKPU, pemerintah sempat mempertimbangkan penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk mengatur protokol kesehatan di Pilkada.
Langkah pemerintah dalam merancang tahapan Pilkada 2020 sedemikian rupa adalah langkah yang cukup baik dan melihat dengan cara pemerintah memiliki upaya untuk mencegah hal kecil yang dapat berdampak besar jika dibiarkan terjadi.
Pemerintah mungkin dapat lebih meneliti hal-hal kecil menyimpang yang sering terjadi di masyarakat pada umumnya dan menetralisir terjadinya hal tersebut. Karena meskipun kita sudah mempertimbangkan hal sedemikian rupa dan semaksimal mungkin untuk mencegah hal yang tidak diinginkan, hal tersebut tetap dapat terjadi.
Bukannya ingin menuntut pemerintah untuk sempurna, tapi dengan melihat adanya peristiwa yang sudah terjadi, misalnya kita memiliki 100% ketetapan tapi hanya 60% nya saja yang terlaksana maka dari itulah pemerintah seharusnya lebih memperketat dan mempertegas aturan-aturan yang sudah ditentukan kepada masyarakat, agar masyarakat pun dapat berfikir bahwa aturan itu sebenarnya nyata dan harus dilaksanakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H