Lebih dari 200 mahasiswa dari salah satu kampus negeri di Bandung mengalami gangguan pencernaan selama mengikuti kegiatan studi tour ke Bali. Insiden ini terjadi setelah para mahasiswa mengonsumsi makanan yang disajikan selama perjalanan, yang disiapkan oleh panitia mahasiswa bekerja sama dengan agen travel.
Kronologi Insiden
Insiden keracunan dimulai ketika rombongan mahasiswa tiba di Bali untuk mengikuti rangkaian study tour yang sudah dijadwalkan. Makanan disediakan oleh panitia yang bekerja sama dengan agen travel, yang mengatur tempat makan selama perjalanan. Pada malam sebelumnya, mahasiswa makan di sebuah rumah makan Padang, yang menurut beberapa peserta, menjadi salah satu kemungkinan penyebab keracunan. Beberapa mahasiswa lainnya mencurigai sarapan di hotel pada hari berikutnya sebagai sumber masalah, meskipun tidak ada bukti pasti yang mengarah ke salah satu makanan secara spesifik.
Namun, yang semakin memperburuk situasi adalah temuan mengejutkan dari salah satu mahasiswa yang menemukan ulat dalam makanan yang disajikan. Mahasiswa tersebut merasa terkejut dan khawatir dengan kebersihan makanan yang diberikan.
"Saya menemukan ulat di dalam makanan saya. Itu membuat kami semakin ragu tentang kebersihan makanan yang disajikan," ujar F dalam kejadian tersebut.
Gejala keracunan mulai muncul sekitar tujuh hingga sembilan jam setelah makan. Mahasiswa yang terpengaruh merasakan sakit perut yang parah, mual, dan muntah, yang menyebabkan mereka harus berhenti beberapa kali di rest area sepanjang perjalanan. Situasi semakin memburuk ketika lebih banyak mahasiswa yang menunjukkan gejala serupa, memaksa rombongan untuk berhenti lebih sering. Meskipun pihak travel sudah menyediakan tenaga medis dan obat-obatan, banyak mahasiswa yang merasa tidak bisa melanjutkan aktivitas sesuai rencana.
Padahal total bayaran untuk mengikuti perjalanan itu tidaklah mudah. Dengan total pendaftar sejumlah 213 orang, dan perorang dimintai uang sejumlah Rp. 3.775.000.
Dengan total Rp. 804.075.000 sebagai dana operasional umum dan ditambah biaya yang diberikan oleh sponsor, seharusnya penyelenggara dapat memberikan makanan yang lebih berkualitas.
Dalam perjalanan yang seharusnya menjadi pengalaman edukatif, kejadian ini menambah keprihatinan mahasiswa akan keamanan dan kualitas penyediaan makanan dalam acara tersebut. Kecurigaan semakin kuat setelah beberapa mahasiswa melaporkan bahwa tempat makan yang disurvey sebelumnya tampak bersih, namun beberapa peralatan makan yang digunakan terlihat kotor pada saat itu. Hal ini menambah ketidakpastian di kalangan peserta tentang standar kebersihan yang diterapkan.
Respons Terhadap Keluhan Mahasiswa
Meski sudah banyak mahasiswa yang merasakan gejala keracunan, tidak ada upaya medis khusus yang dilakukan selain pemberian obat umum dan tenaga medis dari pihak travel yang sudah disiapkan sebelumnya. Namun, mahasiswa yang terpengaruh insiden ini menyatakan bahwa keluhan mereka tidak sepenuhnya direspon bahkan dibiarkan ditinggal di hotel, dan mereka malah diminta untuk tetap diam terkait insiden tersebut.
Instruksi Terkait Penyebaran Informasi Insiden
Sejumlah mahasiswa menyebutkan bahwa pihak kampus, termasuk dosen yang mendampingi, meminta agar mereka tidak menyebarluaskan insiden ini di media sosial. Menurut keterangan mahasiswa yang dirahasiakan identitasnya, alasan di balik instruksi diam tersebut adalah kekhawatiran akan dampak reputasional terhadap program studi dan fakultas. Kampus dikhawatirkan bisa mendapat sanksi, mengingat prodi yang mengorganisir perjalanan ini mengalami penurunan akreditasi di tahun sebelumnya.
“Dosen bilang jangan sebar di media sosial karena bisa berdampak buruk ke kampus dan fakultas. Ada kekhawatiran kalau ini diviralkan, Prodi dan dosen akan kena sanksi", ungkap F.
Kondisi Mahasiswa Setelah Insiden
Setelah insiden ini, beberapa mahasiswa mengaku kehilangan kepercayaan terhadap kualitas program edukasi yang diselenggarakan. Mereka merasa was-was untuk mengonsumsi makanan yang disediakan selama perjalanan. Beberapa mahasiswa terpaksa melewatkan sejumlah kegiatan karena harus beristirahat di hotel akibat kondisi kesehatan mereka.
Keanehan Pasca Tur
Setelah mahasiswa kembali dari Bali ke Bandung, beberapa mahasiswa yang diringankan biayanya dari Rp.3.775.000 menjadi Rp.500.000 yang biayanya ditutupi oleh dosen dan sponsor, tiba-tiba diminta uang yang belum dibayarkan oleh dosen yaitu senilai Rp. 3.275.000. Hal ini pun membuat peserta yang diringankan justru merasa keberatan.
"Kalau begini, sama aja kita dipaksa ikut tapi dijanjiin murah di awal, tapi pas pulang disuruh nyicil tanpa dikasih tau", ucap R.
Kejadian ini telah menimbulkan pertanyaan tentang tanggung jawab dan pengawasan dalam perjalanan edukasi yang melibatkan mahasiswa. Hingga kini, tidak ada pernyataan resmi dari pihak kampus terkait insiden ini.
“Kami hanya ingin pengalaman belajar yang aman dan menyenangkan. Namun, kejadian ini membuat banyak dari kami meragukan kualitas dan keamanan acara yang seharusnya sudah dipersiapkan dengan matang. Semoga ke depan, ada perhatian lebih terhadap kebersihan dan kualitas makanan yang disediakan dalam kegiatan kampus seperti ini”, pungkas S dengan rasa kecewa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H