Mohon tunggu...
Ahmad Nuryaman
Ahmad Nuryaman Mohon Tunggu... Freelancer - Writer

writer

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Polemik Wacana Perubahan Sistem Pemilu

30 Mei 2023   14:06 Diperbarui: 30 Mei 2023   18:26 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mahkamah Konstitusi (MK) tengah melakukan sidang pengujian mengenai sistem pemilihan umum dalam Pasal 168 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022. Gugatan itu meminta perubahan sistem pemilu proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup.

Dikutip dari Komparan.com mereka yang menggugat yaitu :

  • Demas Brian Wicaksono (pengurus PDIP Cabang Probolinggo)
  • Yuwono Pintadi (anggota Nasdem tapi Nasdem menegaskan sudah bukan anggota partai)
  • Fahrurrozi (mengaku bacaleg 2024)
  • Ibnu Rachman Jaya (warga Jagakarsa, Jaksel)
  • Riyanto (warga Pekalongan)
  • Nono Marijono (warga Depok)

Demas salahsatu penggugat mengatakan, sistem proporsional terbuka lebih banyak jeleknya. Dia mencontohkan, calon legislator sesama partai bakal saling sikut demi meraup suara masyarakat. Selain itu, besar kemungkinan terjadi peluang politik uang. Dia menyebut, kader berpengalaman seringkali kalah oleh kader yang memiliki popularitas dan modal besar. "Kader partai yang berpengalaman sering kalah oleh calon yang punya popularitas dan modal besar," kata Demas, Kamis, 12 Januari 2023 dilansir dari Tempo.co.

Sementara delapan parpol kecuali PDIP, menolak sistem pemilu proporsional tertutup. Delapan partai meliputi, Partai Golkar, Gerindra, Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), melakukan perlawanan menolak perubahan sistem proporsional tertutup.

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto sebagai parpol yang tidak ikut menolaknya mengatakan sistem proporsional tertutup dilakukan dengan kesadaran untuk meningkatkan kualitas dan kapasitas kepemimpinan anggota dewan agar mempersiapkan masa depan lewat kaderisasi partai. "Di dalam proporsional terbuka, yang sering terjadi adalah melekat unsur nepotisme, mobilisasi kekayaan untuk mendapatkan pencitraan bagi dukungan dari pemilih," ungkap Hasto Jumat, 27 Januari 2023 dilansir Detik.com.

Sementara Ketua Harian Dewan Pengurus Pusat (DPP) Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad menyatakan penolakan terhadap sistem proporsional tertutup "Ketum (Prabowo Subianto) kami, dalam peresmian Kantor Badan Pemenangan Pilpres juga sudah menyampaikan hal yang sama, bahwa Gerindra untuk asas keadilan dan keterbukaan juga menolak proporsional tertutup dengan alasan bahwa biarkan rakyat memilih wakilnya, bukan partai," ujar Dasco, Senin, 9 Januari 2023 lalu.

Tanggapan Pengamat Politik

Pengamat Politik Universitas Al Azhar Ujang Komarudin menyatakan setuju terhadap penolakan sistem proporsional tertutup yang sedang di uji oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Menurutnya berkembangnya demokrasi di Indonesia tidak terlepas dari sistem pemilu dilakukan secara proporsional terbuka. Ujang menilai proporsional terbuka menjadikan setiap Calon Legislatif (caleg) dapat berkompetisi dengan sehat, berpacu untuk meraih suara terbanyak. 

Sementara sistem tertutup, anggota DPR terpilih karena dipilih Ketum Partai, sehingga tidak adanya kompetisi untuk merebut suara. "Sedangkan dengan sistem tertutup, ya anggota DPR yang terpilih itu orang-orang yang diem tidak bergerak yang dipilih oleh ketum partai kan seperti itu," kata ujang Minggu, 8 Januari 2023 dilansir Sindonews.com.

Berbeda dengan Pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Mada Sukmajati mengatakan Pemilu 2024 paling tepat menerapkan sistem proporsional tertutup. Jika dibandingkan dengan sistem proporsional terbuka, menurutnya, sistem proporsional tertutup memiliki lebih banyak kelebihan, sehingga lebih cocok untuk diterapkan pada penyelenggaraan pemilu legislatif secara serentak. Meski sistem itu dianggap lebih sesuai, pelaksanaan pemilu legislatif dengan sistem proporsional tertutup, perlu diawali dengan pemilu pendahuluan atau proses kandidasi di internal partai politik yang memenuhi prinsip transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi, dilansir dari antaranews.com.

Rumor Soal MK Bakal Putuskan Proporsional Tertutup

Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana membuat heboh publik, pasalnya ia membuat pernyataan soal MK bakal putuskan sistem pemilu 2024 menggunakan sistem pemilu proporsional tertutup. Dia mengaku informasi itu dia dapatkan dari sumber A1.

"Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali mencoblos tanda gambar partai saja. Informasi tersebut menyatakan komposisi putusan 6 berbanding 3 dissenting, " kata Denny, Minggu, 28 Mei 2023.

Mahfud MD merespon pernyataan Deny, dia mengatakan jika memang benar info dari A1 yang biasanya merupakan orang yang paling terpercaya dan jika informasi itu benar maka kredibilitas MK akan rusak.

Atas pernyataan Deny, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Paguyuban Bakal Calon Anggota DPR dan DPRD (BCAD) melaporkan Denny Indrayana ke Polda Metro Jaya, Senin (29/5). Denny dilaporkan atas dugaan membocorkan rahasia negara. Koordinator Paguyuban BCAD Musa Emyus berharap polisi segera memeriksa Denny Indrayana karena membuat resah para bacaleg yang sedang bekerja untuk menghadapi pemilu 2024.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun