Seiring berkembangnya teknologi, kita melihat dunia permusikan mengalami kemajuan. Bermunculan alat-alat musik yang berpadu dengan unsur elektrik. Bermunculan inovasi-inovasi audio. Bermunculan effect dan booster yang dapat mengubah dan memperkuat karakter suara.
Kebutuhan akan effect sekarang sudah menjadi kebutuhan setiap musisi yang bermain elektrik, apalagi musisi rock. Dengan adanya effect dan booster, musik rock semakin berenergi. Kemajuan teknologi ini lah yang tidak bisa dilepas dari perkembangan musik rock.
Dari Amerika, musik rock sempat melanda dunia. Dua band yang punya pengaruh besar dalam penyebaran ini yaitu Rollin Stone dan Led Zeppeline.
Di era 70-an, tak heran hampir semua orang pada waktu itu mengenal band bernama Led  Zeppeline.
Musik rock yang mengglobal pada era itu bisa jadi adalah sebuah ancaman bagi musik tradisional yang ada di seluruh dunia. Apalagi dengan adanya sifat masyarakat yang cenderung konsumtif dengan sesuatu yang "new". Musik rock waktu itu adalah sesuatu yang "new" bagi seluruh dunia.
Kita pun tidak memungkiri bahwa energi yang ditawarkan musik rock memang tidak didapatkan di genre lain. Rock yang "new" pada waktu itu mebuat seluruh dunia mengonsumsinya.
Di Indonesia sendiri, yang waktu itu masih populer dengan orkes melayu, dangdut, keroncong, dan musik tradisional lainnya terancam punah oleh kehadiran musik rock.
Kecintaan masyarakat Indonesia pada musik tradisional semakin berkurang pada waktu itu.,bahkan ada yang fanatik dengan musik rock lalu melecehkan musik tradisional.
Salah satu musisi yang jadi korbanya yaitu Rhoma Irama, sang raja dangdut. Dalam wawancaranya dengan Najwa Shihab, Rhoma Irama atau yang akrab dipanggil "Bang haji" ini mengaku berkali-kali diserang oleh fans fanatik musik rock pada masa jayanya.
Sedangkan yang paling berperan dalam menyebarkan musik rock di Indonesia pada masa itu adalah God Bless. Karya paling fenomenal mereka berjudul Semut Hitam dan Rumah Kita.
God Bless merupakan salah satu band rock yang paling legendaris di Indonesia, masih manggung dan berkarya sampai sekarang. Salah satu lagu mereka yang masih fresh berjudul Damai.
Bisa dibilang God Bless merupakan sebuah ancaman bagi Rhoma Irama dan Soneta di era itu lantaran masuknya musik rock dan menarik perhatian masyarakat Indonesia. Musik rock adalah virus yang sedang melanda dunia dan Indonesia pada saat itu.
Akan tetapi Rhoma Irama tidak gentar dengan ancaman itu. Kepedulian Rhoma Irama dalam mempertahankan musik dangdut membuat dia berpikir untuk melakukan revolusi pada musiknya.
Ia memasukkan unsur-unsur rock dalam lagu-lagunya, namun tetap mempertahankan unsur-unsur dangdutnya. Tak hanya musiknya, akan tetapi juga dengan kostumnya dan Soneta yang mulai bergaya ala Jimmi Hendrix.
Hasil revolusi Rhoma Irama pada musiknya ini bisa didengar melalui karyanya yang berjudul Adu Domba, 1001 Macam, dan Judi. Sedangkan musiknya sebelum melakukan revolusi bisa didengar melalui karyanya yang berjudul Ani dan Buta.
Dengan begitu, Rhoma Irama masih tetap eksis dengan kehadiran musik rock yang melanda Indonesia. Bahkan Rhoma Irama dapat bersaing dengan God Bless.
Ini semua mengajarkan kita sebagai musisi untuk terus melihat perkembangan zaman dan medan, agar dapat menghasilkan ide yang dapat mempertahankan eksistensi kita.
Baik Rhoma Irama maupun God Bless, saya sama-sama kagum dengan keduanya. Lagu-lagu mereka tidak hanya mewakili perasaan, akan tetapi mereka juga menyampaikan nilai-nilai melalui lagu-lagunya: Nilai-nilai kepedulian sosial, agama, dan nilai-nilai kehidupan bermasyarakat. Keduanya pun sama-sama menekankan pentingnya toleransi dalam bermusik.
"Yang penting itu saling menghargai" begitu nasihat Ahmad Albar sebagai vokalis God Bless kepada juniornya Tantri Syalindri selaku vokalis band Kotak di salah satu performa mereka di SCTV.
Rhoma Irama sendiri memilih untuk bersaing secara sehat, yaitu degan adu Ide dan karya. Seruan Rhoma Irama akan pentingnya toleransi dalam bermusik disalurkan melalui karyanya yang berjudul Musik, Karyanya yang paling saya sukai.
Demi mempersatukan para pecinta dangdut dan rock, untuk pertama kalinya Pada 31 Desember 1977 di Istora Senayan, Jakarta, Rhoma Irama dan God Bless bersepakat untuk konser di satu panggung.
Memang konser itu tidak berjalan dengan mulus. Di saat God Bless menampilkan lagu-lagu Carry On, Silver, She Passed Away, The Road, dan Neraka Jahannam, para penonton dari belakang bersorak "Turun ! Turun !" Rhoma Irama tampak kurang mampu mendampingi Albar menyanyikan lagu Neraka Jahannam , tapi Albar tampak mampu mendampingi Rhoma Irama menyanyikan lagu Begadang.
Namun Rhoma Irama beserta soneta dan God Bless yang terbilang sangat jauh perbedaanya mampu menyatukan para fans mereka satu dan yang lainnya menikmati musik penggemarnya satu sama lain.
Bagi saya pribadi alangkah baiknya seorang musisi untuk tidak menutup mata dan telinga terhadap karya lain yang tidak sesuai dengan seleranya. Pecinta rock harus dapat menghargai pecinta dangdut, dan juga sebaliknya.
Bahkan bagus menurut saya peribadi apabila para musisi itu saling mendukung satu sama lain dengan perbedaan yang ada tanpa khawatir akan kehilangan eksistensi. Karna setiap karya pasti punya penikmatnya. Seburuk-buruk karya pasti punya penikmat.
Musisi pun tidak perlu khawatir karyanya akan kalah di suatu tempat karena bisa jadi karyanya unggul di tempat lain. Jadi, tidak perlu cemas kalau karya kita tidak diterima oleh sejumlah masyarakat selagi tidak membawa kemudharatan bagi penikmatnya.
Toh, setiap karya punya penikmatnya masing-masing.
Terakhir disunting: 14 November 2019
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H