“Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberi minyak wangi atau Anda bisa membeli minyak wangi darinya, dan jika tidak, Anda tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu dan kalaupun tidak, kamu tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.”
Sama seperti si “baru” aparatur negara, meskipun ia teguh dengan prinsipnya untuk tidak melakukan tindakan tidak terpuji. Namun jika orang-orang disekitarnya melakukan yang sebaliknya. Maka ia juga berpotensi untuk menjadi seperti orang-orang tidak terpuji tersebut.
Apakah mustahil bagi seseorang untuk hidup jujur ketika masuk ke dalam sebuah instansi? Tentu tidak, tidak ada yang mustahil di dunia ini. Hanya saja, perlu keyakinan yang luar biasa bak pegunungan himalaya. Yang tidak akan roboh diterpa badai, angin, hujan dan petir.
Dengan begitu maka kita bisa menjalani hidup sebagai seorang aparat negara yang penuh dengan kebanggaan. Karena bisa menjaga apa yang kita yakini sebagai jalan hidup. Kita juga pasti mengenal orang-orang yang seperti itu. Mereka yang keyakinannya tidak bisa dibeli dengan uang, mereka yang lebih memilih harus susah daripada menjual keyakinan pada kenyataan (mungkin, untuk bagian ini akan dibuatkan pembahasan tersendiri).
Kembali pada pembahasan—selain memanfaatkan kesempatan, pelaku pungli juga sering kali menggunakan cara-cara yang bersifat memaksa. Kadang disertai dengan ancaman, tekanan maupun dalih tertentu yang seakan membuat korban “harus” membayar pungli.
Dan kalau kita berbicara terkait pungli yang bersifat memaksa ini, maka jenis inilah yang paling banyak kita temui di kehidupan sehari-hari. Terkadang kita dipojokkan dalam situasi dimana kita harus “membayar” mereka.
Adanya jenis yang menggunakan kesempatan maupun yang memaksa dengan intervensi, mencerminkan bahwa pungli telah mencemari hukum di masyarakat atau hukum empiris. Lalu bagaimana dengan hukum normatif? Yang melihat peraturan sebagai pusat hukum?. Apakah pungli telah diatur dalam hukum kita? Jawabannya iya.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), telah diatur tentang pungli pada Bab XXIII tentang Pemerasan dan Pengancaman, Pasal 368;
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.”
Pasal inilah yang kemudian bisa digunakan untuk menjerat pelaku pungli, dengan catatan pungli tersebut dilakukan dengan ancaman atau kekerasan, seperti “oknum” aparat mengancam untuk menahan kendaraan jika korban tidak memberikan uang.