"KEJAHATAN: EKSISTENSI SANG PENJELAJAH RUANG DAN WAKTU"
, merupakan sebuah kalimat yang penuh dengan makna yang mendalam. Cahaya merupakan simbol kebaikan, dan segala hal yang terdapat dalam diri manusia yang bersesuaian dengan nilai, moral, dan aturan dalam agama maupun masyarakat. Sedangkan bayangan mewakili sisi sebaliknya, ia merupakan perwujudan dari keburukan dan segala hal berkonotasi negatif yang sejatinya bertentangan dengan kebaikan. Kalimat ini juga memiliki korelasi yang erat dengan judul diatas, sebab sebagaimana yang kita ketahui bayangan tidak akan terbentuk tanpa adanya cahaya, karena itu bisa dikatakan kejahatan merupakan hal yang terbentuk dari hubungan kausalitas. Dan secara teori, sesuatu yang lahir dari hubungan kausalitas punya domino effect yang punya pengaruh terhadap dampak jangka panjang. Guna memahami lebih jauh, pada kesempatan kali ini, penulis akan mencoba melakukan analisis sederhana tentang kejahatan sebagai sang penjelajah waktu. Dimulai dari makna kejahatan yang diketahui secara umum, bagaimana pengaruhnya di berbagai timeline, serta penyebab kejahatan bisa melintasi ruang dan waktu.
"Bayangan Akan Selalu Mengikuti Cahaya"Kejahatan, sebuah kata yang maknanya bisa dikaji melalui berbagai perspektif bidang keilmuan. Namun secara umum, jika kita mendengar kata kejahatan, yang terlintas di pikiran kita pasti fenomena, peristiwa, atau segala hal yang berkonotasi negatif. Salah satu unsur tentang kejahatan yang diketahui secara umum adalah adanya perbuatan yang bertentangan, baik itu bertentangan menurut perundang-undangan, nilai dan moral yang ada di suatu agama ataupun prinsip yang hidup dan berkembang di masyarakat. Unsur lainnya yang mungkin masyarakat ketahui tentang kejahatan adalah ketidakadilan. Apabila terjadi suatu perbuatan kejahatan, maka individu atau kelompok yang menjadi korban kejahatan tersebut akan merasa dirugikan.Â
Mengapa harus saya? Pertanyaan seperti itulah yang kadang muncul di benak korban kejahatan, yang mana pertanyaan itu muncul sebagai simbol atas adanya efek kerugian yang kemudian memunculkan perasaan ketidakadilan dalam diri korban.
Mengapa dari sekian banyak orang, harus saya yang menjadi korbannya?.
Apa saja yang menyebabkan kejahatan terjadi? Sebagian besar dari kita tentu bisa menjawab pertanyaan ini dengan mudah. Secara umum kejahatan terjadi karena dua faktor, internal dan eksternal. Secara internal, kejahatan diyakini berasal dari dalam pelaku itu sendiri, penyebabnya beragam, stress, depresi, cemburu, dsb. Sedangkan secara eksternal, kejahatan dipahami sebagai akibat yang timbul dari pengaruh negatif lingkungan masyarakat, budaya, teknologi, dsb.
Berbicara terkait peran kejahatan dalam perkembangan zaman, kejahatan ini memang bisa diibaratkan sang penjelajah waktu atau time traveler.Â
Bagaimana tidak? Ia sudah ada sejak awal terciptanya dunia dan segala kehidupan di dalamnya, klaim ini tergantung dari sisi apa kita melihatnya. Misalnya dari perspektif agama, kejahatan dimulai ketika salah satu anak adam (Qabil) menghilangkan nyawa saudaranya sendiri (Habil) hanya karena kecemburuan, yang mencerminkan bahwa kejahatan tercipta atas timbulnya iri hati dalam diri manusia. Atau dari perspektif yang lain, kejahatan dimulai ketika adam memakan buah terlarang, yang mana kejahatan ini merupakan representasi dari ketidakpatuhan manusia terhadap larangan dari tuhan. Dan uniknya, di berbagai jenis garis waktu dalam sejarah, selalu ada catatan tentang peran kejahatan. Dimulai dari zaman pra sejarah, peradaban awal, abad pertengahan, sampai zaman dimana kita hidup sekarang ini. Kita bisa membaca contoh dari mitologi Mesir pada zaman peradaban awal, dimana Seth, yang dikenal sebagai dewa kekacauan, membunuh saudaranya sendiri Osiris, yang saat itu menjadi penguasa di Mesir, meskipun pada akhirnya Seth dibunuh oleh Horus, putra Osiris. Dan jika membahas motif pembunuhan yang dilakukan Seth, ada beragam versi dengan narasi yang berbeda-beda, ada versi yang mengatakan bahwa Seth iri dengan kekuasaan yang dimiliki Osiris, ada juga yang menarasikan bahwa Osiris pernah menendangnya, bahkan ada versi yang menyebutkan bahwa Osiris pernah tidur dengan Nepthys, yang merupakan istri Seth. Contoh tersebut menunjukkan bahwa salah satu kejahatan yang tejadi pada garis waktu peradaban awal adalah pembunuhan karena faktor sosial dan politik.
Dan Indonesia sendiri pun tak lepas dari pengaruh si time traveler ini. Puluhan tahun yang lalu, saat jepang menduduki negeri kita, mereka menerapkan sistem romusha. Sebuah sistem kerja paksa, dimana rakyat dipaksa bekerja untuk membangun infrastruktur, seperti jalan raya, rel kereta api, dsb. Nenek moyang kita dipaksa untuk bekerja dengan jam kerja yang tidak masuk akal dan dibayar dengan upah yang tidak masuk akal pula. Tidak terhitung orang yang menjadi korban jiwa akibat sistem yang tidak manusiawi ini, beberapa dari mereka ada yang mati karena kelaparan, penyakit bahkan karena penyiksaan. Itu semua menunjukkan adanya eksploistasi yang berlebihan, pemaksaan dalam pelaksanaannya, serta seringkali melibatkan kekerasan dan penyiksaan fisik, inilah kemudian membuat romusha termasuk dalam contoh kejahatan, khususnya kejahatan terhadap manusia.
Atau jika kita ingin mengambil contoh yang baru beberapa tahun ke belakang terjadi, ada contoh kejahatan karena faktor teknologi, yaitu pencurian data melalui internet. Kejahatan ini biasanya dilakukan dalam bentuk individu atau berkelompok. Dan mereka melakukan pencurian ini melalui perangkat elektronik, jaringan ataupun aplikasi yang memiliki koneksi ke internet.Â
Metodenya? Bermacam-macam, ada yang melaui email, pesan, situs web, perangkat lunak, bahkan bagi beberapa professional, mereka bisa langsung menerobos sistem tanpa membutuhkan perantara yang terhubung dengan korban (ini akan dibahas lebih dalam secara terpisah).
Berbagai contoh dari timeline yang berbeda-beda menunjukkan kepada kita, bahwa kejahatan selalu ada di setiap masa, di berbagai timeline, yang semakin memperkuat klaim bahwa kejahatan merupakan sosok penjelajah waktu. Tapi contoh inilah yang kemudian menimbulkan sebuah pertanyaan mendasar, apa alat yang digunakan si penjelajah ini dalam perjalanannya melintasi ruang dan waktu?
Secara sederhana, kejahatan memanfaatkan manusia sebagai wadahnya guna melewati batasn ruang dan waktu. Ya, manusia, jika kita melihat berbagai contoh terkait kejahatan yang sudah disebutkan diatas, meskipun berbeda timeline, namun mereka memiliki satu kesamaan, yaitu kesamaan pelaku, dimana pelaku dari berbagai timeline tersebut merupakan manusia. Dalam proses menyintasi ruang dan waktu, kejahatan memang memanfaatkan manusia sebagai perantaranya. Kejahatan menggunakan manusia untuk bertahan, berkembang, bahkan beradaptasi dan berevolusi di struktur sosial masyarakat.
Setelah pertanyaan sebelumnya terjawab, muncul pertanyaan berikutnya, metode apa yang di gunakan si penjelajah ini dalam memanfaatkan manusia guna melintasi ruang dan waktu?Â
Kita bisa menjawabnya dengan langsung mengambil dan menganilisis contoh dari para yakuza. Yakuza merupakan sebuah organisasi kriminal, yang orang-orang di dalamnya melakukan berbagai jenis kejahatan, seperti pemukulan, pemalakan, penyiksaan bahkan pembunuhan. Jika sedikit flashback kebelakang, yakuza sudah ada sejak beberapa abad yang lalu. Dan dalam proses keberlangsungannya, orang-orang yang menjadi yakuza merupakan keturunan dari yakuza sebelumnya, seandainya bukan keturunan langsung, paling tidak mereka punya hubungan darah dengan para yakuza sebelumnya. Dari sinilah kemudian kita bisa menarik sebuah benang merah, bahwa kejahatan menggunakan "metode waris" dalam perjalanannya menjelajah waktu. Dengan menganalisis contoh diatas, bisa ditarik sebuah penjelasan bahwa kejahatan diwariskan dari generasi ke generasi dalam ruang lingkup tertentu. Dan berbicara terkait metode waris, metode ini tidak hanya terbatas dalam ruang lingkup keluarga atau organisasi seperti contoh diatas, namun bisa melalui lembaga dengan melewati pendidikan dan pelatihan tertentu. Melalui metode waris, seseorang yang awalnya tidak tahu menahu tentang kejahatan bisa bertransformasi menjadi bagian dari pelaku dalam perkembangannya. Ini tentu disebabkan oleh kuatnya efek lingkungan, dengan terus-menerus berada di lingkungan kriminal, secara tidak sadar seseorang akan menganggap bahwa kejahatan merupakan hal yang normal bahkan dalam beberapa contoh yang lebih ekstrim, pelaku kejahatan yang tercipta dari metode ini menganggap kejahatan sebagai sebuah keharusan.
Metode waris yang digunakan oleh si penjelajah waktu (kejahatan) memang bisa dikatakan sebagai salah satu metode paling efektif dalam melintasi ruang dan waktu.Â
Alasannya? Metode waris biasanya diterapkan sejak dini pada calon-calon pelaku kejahatan dan melalui pengamatan dan pengalaman secara langsung, melalui proses sosialisasi yang kuat inilah, kejahatan semakin tertanam kuat dalam diri calon-calon pelaku tersebut, menyebabkan rantai kejahatan tersebut sulit untuk dipatahkan, sebagaimana seperti contoh para yakuza yang sudah disebutkan sebelumnya. Selain faktor sosialisasi, faktor adaptasi merupakan alasan lainnya mengapa metode waris menjadi salah satu metode efektif. Proses pewarisan kejahatan biasanya mengikuti perkembangan zaman, bahkan dalam beberapa contoh kasus tertentu, kejahatan hidup berdampingan dengan budaya dan tradisi, yang menyebabkan ia semakin sulit untuk diberantas, karena kuatnya pengaruh tradisi setempat. Kita bisa mengambil contoh dari salah satu kebiasaan masyarakat arab jaman jahiliyah, dimana mereka menghilangkan nyawa anak perempuannya sendiri hidup-hidup, sebab pada saat itu merupakan aib bagi seseorang ketika ia mempunyai anak perempuan. Dan pemberian label aib ini bukan tanpa alasan, sebab masyarakat arab jaman jahiliyah menganggap bahwa perempuan tidak bisa diandalkan dalam banyak hal, perempuan hanya bermanfaat dalam ruang lingkup keluarga saja. Inilah yang kemudian menyebabkan kebiasaan menghabisi nyawa anak sendiri menjadi sebuah budaya di kalangan masyarakat arab jaman jahiliyah. Adanya korelasi antara kejahatan dan budaya menjadi penyebab mengapa kejahatan yang dilakukan orang arab ini kemudian bisa diwariskan dari generasi ke generasi, sebab ia berlindung di balik peran budaya dalam perjalanannya.
Selain metode waris, ada satu lagi metode yang digunakan kejahatan dalam menggunakan manusia sebagai wadah untuk melintasi waktu, yaitu metode eksploitasi. Mungkin ada yang berpendapat bahwa jenis ini tidak pantas disebut metode, sebab sebagaimana yang sudah dijelaskan diawal, kejahatan memang menggunakan manusia sebagai wadah dalam perjalanannya. Memang jika melihat dalam konteks kalimat, penggunaan kata memanfaatkan dan eksploitasi akan sulit untuk dibedakan, namun jika menelaah maknanya, maka jelas akan ditemukan perbedaannya. Memanfaatkan merupakan bentuk tindakan untuk mencapai sesuatu, dan manfaat ini seringkali bersifat netral ataupun positif, serta bisa mendatangkan keuntungan bagi banyak pihak. Sementara eksploitasi? Jika mendengar kata ini tentu yang terlintas dipikiran kita hal-hal yang berorientasi negatif, seperti eksploitasi wanita, anak, buruh, dsb. Eksploitasi jelas hanya mendatangkan keuntungan bagi salah satu pihak saja, dikarenakan memang sifat awalnya yang cenderung merugikan dan memanipulasi. Inilah yang kemudian dijadikan dasar sebagai penulis, bahwa kejahatan sebagai sang penjelajah memiliki perbedaan dalam memanfaatkan manusia serta menerapkan metode eksploitasi pada diri manusia. Untuk lebih jelasnya penulis akan langsung memberikan contoh:
Perdagangan manusia misalnya, dalam proses perdagangan manusia, para pelaku kejahatan seringkali menargetkan orang yang memang lemah dari perlindungan hukum, seperti imigran gelap, narapidana yang kabur, mata-mata, dsb. Lemahnya perlindungan hukum atas orang-orang seperti inilah yang kemudian menyebabkan mereka menjadi target dari para pelaku perdagangan manusia.Â
Kalaupun mereka hilang, emang ada yang bakal cari? Orang mereka ada dari awal melanggar hukum kok, kurang lebih seperti itulah pemikiran yang ada di otak para pelaku ini.Â
Lalu apakah dengan adanya perdagangan manusia kuantitas orang-orang yang lemah dari perlindungan hukum ini berkurang? Jawabannya tidak, alasannya pun sederhana, karena memang seperti itulah siklus sosial. Kita bisa mengambil contoh dari para imigran gelap misalnya, salah satu alasan mengapa para imigran gelap ini meninggalkan negaranya adalah karena memang adanya konflik atau kesenjangan sosial di negara mereka. Namun ironisnya, dalam pelariannya dari negara asalnya, para imigran gelap ini seringkali hanya berbekal keberanian, serta secercah harapan akan kehidupan yang lebih baik, tanpa ditopang oleh kondisi ekonomi yang mencukupi. Selain itu, para imigran gelap ini pun seringkali tidak mengetahui bahwa di beberapa negara ada yang tidak mengatur secara hukum terkait dengan imigran gelap, inilah yang kemudian dijadikan celah bagi para sindikat perdagangan manusia, para sindikat ini menggunakan celah yang sudah terbentuk untuk mencari mangsa yang memenuhi kriteria. Kejahatan perdagangan manusia ini merupakan salah satu contoh kejahatan, yang tercipta dari metode eksploitasi. Dimana ada beberapa orang yang mengeksploitasi lemahnya perlindungan hukum terhadap kelompok tertentu untuk dijadikan ladang bisnis.
Contoh diatas juga memberikan kita sebuah informasi bahwa alasan mengapa metode eksploitasi menjadi efektif adalah karena adanya celah dalam suatu tatanan kehidupan masyarakat. Dimana celah ini berakar pada aspek sosial, budaya, hukum, dsb.
Atau mari menganilisis contoh lainnya, yaitu penipuan. Zaman dulu, para penipu terkadang menjanjikan keuntungan yang tinggi untuk mencari korban. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, sejalan dengan meningkatnya intelektual masyarakat, penipuan dengan menjanjikan keuntungan tidak lagi efektif, sebab keuntungan yang tinggi dapat dengan mudah dipahami oleh masyarakat sebagai jebakan yang mengarah pada penipuan, sehingga sangat gampang untuk dihindari. Sebagai gantinya para penipu zaman sekarang menggunakan cara-cara yang lebih modern, serta proses yang lebih terkesan natural, seperti berakting seakan-akan ada situasi mendesak untuk menurunkan kewaspadaan korban ataupun menggunakan identitas palsu untuk menyamar sebagai seseorang yang dikenali korban. Ini menunjukkan bahwa penipuan adalah jenis kejahatan yang tercipta dari metode eksploitasi, dimana para pelaku mengeksploitasi rasa ketidaktahuan atau keterbatasan masyarakat dalam memahami sesuatu. Dan alasan mengapa penipuan bisa bertahan bahkan turut berkembang mengikuti arus perubahan jaman, ialah karena memang sejatinya ada batasan dalam diri manusia untuk memahami sesuatu, liciknya, inilah yang kemudian dijadikan celah bagi para pelaku untuk melancarkan aksinya.
Tibalah di bagian kesimpulan, setelah membaca berbagai penjelasan dari contoh kasus diatas, dapatlah ditarik sebuah kesimpulan, bahwa memang kejahatan merupakan eksistensi penjelajah waktu. Dan dalam perjalanannya ia menggunakan manusia sebagai wadahnya. Adapun metode yang digunakan ada 2, yaitu metode waris dan eksploitasi, meskipun sebenarnya ada beberapa metode lain, namun menurut penulis, 2 metode itulah yang paling efektif untuk kemudian digunakan kejahatan dalam menjelajah ruang dan waktu. Sekian terimakasih.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI