Mereka yang sengaja turut serta dalam penyerangan atau perkelahian dimana terlibat beberapa orang, selain tanggung jawab masing-masing terhadap apa yang khusus dilakukan olehnya, diancam:
1. dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan, jika akibat penyerangan atau perkelahian itu ada yang luka-luka berat;
2. dengan pidana penjara paling lama empat tahun, jika akibatnya ada yang mati.
Sama seperti Pasal 170, Pasal 358 ini terdiri dari 5 unsur juga, yaitu; Pertama, "Mereka". kata "mereka" mencakup siapa saja yang terlibat dalam tindak kekerasan tersebut. Pada dasarnya, kata "mereka" di sini merujuk kepada para pelaku yang melakukan penganiayaan secara sengaja hingga menyebabkan kematian pada orang lain. Dan perlu diingat, bahwa penggunaan kata "mereka" menunjukkan bahwa pelaku sudah pasti tidak sendirian. Kedua, "yang sengaja". Adanya unsur sengaja ini menunjukkan bahwa unsur-unsur lain yang ada setelahnya secara jelas dipengaruhi dan harus diikuti oleh unsur sengaja tersebut. Oleh karena itu, keterlibatan seseorang dalam penyerangan atau perkelahian harus benar-benar dilakukan dengan kesengajaan dari pihak yang bersangkutan. Ketiga, "turut serta". Ini merujuk pada keterlibatan aktif dalam tindakan kriminal yang dilakukan secara kolektif, di mana partisipasi tersebut harus disertai dengan niat atau kesadaran. Keempat, "dalam penyerangan atau perkelahian dimana terlibat beberapa orang". Ini mengacu pada situasi di mana suatu tindakan penyerangan atau perkelahian melibatkan lebih dari satu orang pelaku. Dalam konteks ini, beberapa orang berarti bahwa tindak kekerasan tidak dilakukan oleh satu individu saja, melainkan dilakukan secara bersama-sama atau kolektif oleh beberapa orang yang turut serta dalam penyerangan atau perkelahian tersebut. Karena itu, jika tindakan tersebut hanya melibatkan orang perseorangan, maka pasal ini tidak perlu diterapkan. Kelima, "Jika akibat penyerangan atau perkelahian itu ada yang luka-luka berat, atau jika akibatnya ada yang mati". Ini termasuk sebagai unsur akibat serta unsur tambahan yang menunjukkan tingkat keparahan akibat yang terjadi akibat penyerangan atau perkelahian yang dilakukan secara kolektif.
Penjelasan diatas merupakan penjelasan singkat terkait penjabaran unsur-unsur yang terdapat pada Pasal 170 dan Pasal 358 pada KUHPidana. Para ahli hukum pidana pun sebenarnya mempunyai tafsir yang berbeda-beda terkait unsur-unsur ini. Namun pada kesempatan kali ini tidak akan dibahas terkait perbedaan interpretasi tersebut, melainkan akan berfokus pada apa yang menjadi perbedaan diantara kedua pasal ini.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, bahwa Pasal 170 termasuk ke dalam kategori kejahatan terhadap ketertiban umum. Jadi selama para pelaku melakukan kekerasan terhadap orang ataupun barang, maka pasal ini sudah dapat diterapkan, tanpa harus menyebabkan luka berat ataupun kematian. Selain itu, Pasal 170 menggunakan kata "Barang siapa", yang berarti pasal ini berlaku secara individual pada orang yang terlibat dalam tawuran tersebut. Jadi jika ada orang yang mengalami luka berat ataupun kehilangan nyawa, maka itu menjadi tanggung jawab bagi orang yang secara langsung menyebabkan akibat itu. Ia harus bertanggung jawab untuk kemudian menerima sanksi pidana. Sementara orang lain yang terlibat dalam kejadian yang sama tidak dibebankan pertanggung jawaban serupa.
Sedangkan pada Pasal 358 termasuk ke dalam kategori kejahatan dalam bentuk penganiayaan. Ia mengatur tentang hal yang lebih spesifik, yaitu jika perkelahian/penyerangan (tawuran) tersebut mengakibatkan korban jiawa yang mengalami luka berat dan sampai kehilangan nyawanya, jadi jika tak ada yang mengalami luka berat atau sampai kehilangan nyawa, maka pasal ini tidak bisa diterapkan. Penggunaan kata "mereka" untuk merujuk pada unsur subjektif, menunjukkan bahwa pasal ini termasuk ke dalam pasal kolektif. Itu artinya, jika seandainya ada yang mengalami luka berat dalam tawuran itu, maka seluruh orang yang terlibat di dalamnya dikenakan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan. Sedangkan jika ada yang sampai kehilangan nyawa, maka seluruh orang yang terlibat di dalamnya dikenakan pidana penjara paling lama 4 tahun.
Â
Adanya pasal yang secara khusus mengatur tentang sanksi akibat tawuran, bahkan sampai disertai dengan pemberatan jika konsekuensi nya lebih serius adalah bukti bahwa negara melihat "tren tawuran"Â ini sebagai sesuatu yang bisa mengancam kepentingan serta lingkungan hidup masyarakat.Â
Namun, masih ada satu petanyaan penting,"bagaimana dengan anak-anak yang terlibat dalam tawuran, bukankah mereka belum cukup umur?". Ini penting mengingat saat ini kontribusi terbesar dalam naiknya "tren tawuran" adalah anak-anak di bawah umur, khususnya mereka yang masih SMP-SMA. Sebenarnya terkait keterlibatan anak-anak dibawah umur dalam tawuran sebenarnya sudah diatur juga dalam peraturan perundang-undangan. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomer 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Dalam UU ini disebutkan terkait batas usia anak yang bisa dikategorikan sebagai pelaku dalam sistem hukum. Dalam pasal 1 ayat (3) disebutkan bahwa "Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana."Â
Namun, tentu harus dipahami bahwa anak-anak yang diadili dalam sistem peradilan anak ini jelaslah mendapat perlakuan yang berbeda dibandingkan dengan orang dewasa yang di adili di peradilan pidana umum. Sebagaimana yang disebutkan pada Pasal 3 UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Bahwa setiap anak yang terlibat dalam proses pidana berhak mendapat: perlakuan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya, memperoleh bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif; melakukan kegiatan rekreasional; bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya; tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup; tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat; tidak dipublikasikan identitasnya; dan masih ada lagi beberapa keistimewaan yang anak-anak terima selama proses peradilan pidana khusus anak sedang berlangusng.