Ditulis oleh : Aisyah Indah Fadhillah, Ahmad Mustanir, Aufy Nayla Putri, Naufal Haidar Ramadhani
Apa Itu Budaya Santun Dalam Bahasa Sunda
Kesantunan adalah salah satu ciri khas yang melekat dalam kehidupan masyarakat Sunda. Dalam tradisi Sunda, kesantunan tidak hanya diwujudkan melalui tindakan, tetapi juga melalui bahasa. Bahasa Sunda menjadi alat untuk menyampaikan nilai-nilai seperti rasa hormat, kehangatan, dan penghargaan kepada sesama. Nilai-nilai ini diwariskan turuntemurun, sehingga bahasa Sunda tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga menjadi bagian penting dari identitas budaya masyarakatnya. Bahasa, di mana pun, selalu memainkan peran penting dalam kebudayaan. Sebagai alat komunikasi, bahasa menghubungkan manusia dalam kehidupan sosial. Bahasa juga mencerminkan nilai-nilai dan tradisi yang dianut oleh suatu komunitas.
Bahasa Sunda memiliki keunikan tersendiri melalui kaidah dan ragam tutur yang khas. Dengan ragam hormat seperti basa lemes dan basa loma, bahasa Sunda mengajarkan kehalusan budi dan rasa hormat dalam setiap percakapan. Setiap kata yang diucapkan mencerminkan filosofi hidup orang Sunda, seperti prinsip someah hade ka semah (ramah kepada tamu) yang sudah menjadi bagian penting dari budaya mereka.
Penggunaan bahasa Sunda sangat memperhatikan faktor sosial pelaku percakapan. Faktor ini meliputi tingkat, kedudukan, dan usia Penggunaan ragam bahasa yang berbeda, seperti bahasa hormat atau bahasa akrab, mempengaruhi seberapa dekat atau jauh hubungan antara pembicara dan pendengar. Ketika menggunakan bahasa hormat, biasanya ada jarak sosial yang menunjukkan perbedaan status antara keduanya. Sebaliknya, menggunakan bahasa akrab menghilangkan jarak tersebut, menciptakan hubungan yang lebih setara.
Dalam komunikasi sehari-hari, kita perlu memperhatikan jarak sosial ini agar percakapan berjalan dengan tepat, sesuai dengan kedekatan atau perbedaan status antara pembicara dan lawan bicara. Jarak sosial ini berhubungan dengan perasaan seseorang tentang kedudukannya yang lebih tinggi, sama, atau lebih rendah dibandingkan dengan orang lain
Peran Bahasa Sunda dalam Kehidupan Sosial
Keberadaan bahasa jelas memiliki peran yang lebih luas selain menjadi alat komunikasi antar masyarakat. Bahasa juga memiliki peran yang penting dalam sebuah kebudayaan, dan merupakan salah satu unsur kebudayaan yang tidak dapat dipisahkan dari wujud kebudayaan itu sendiri karena merupakan sarana komunikasi setiap manusia dalam sistem sosialnya. Bahasa pada dasarnya memiliki banyak fungsi, yaitu diantaranya :
1) Sebagai sarana integrasi juga adaptasi. Ini berarti bahasa ialah suatu alat yang dapat menyatukan manusia sehingga bisa hidup bersama dalam suatu ikatan.
2) Sebagai sarana control sosial, dimana bahsa berperan dalam mengendalikan sebuah komunikasi sehingga orang yang terlibat didalamnya bisa saling memahami dan tidak terjadi kesalahpahaman.
3) Sebagai sarana ekspresi diri, dengan adanya bahasa manusia dapat mengekspresikan diri dalam lingkungan hidupnya. Baik ekspresi cinta, marah, senang, atau ekspresi lainnya juga dapat tersampaikn dengan adanya bahasa.
4) Sebagai sarana memahami orang lain, karena dengan bahasa manusia dapat mengerti dan belajar memahami manusia lainnya.
Sama halnya dengan fungsi bahasa diatas, bahasa sunda juga memiliki peran yang sama dengan fungsi bahasa lain didunia. Namun selain peran dan fungsi diatas keberadaan ragam hormat dalam struktur bahasa sunda memberikan peran lain yang sama pentingnya dalam setiap interaksi sesama masyarakat sunda. Bahasa sunda juga seluruh strukturnya membentuk ciri kebudayaan tersendiri bagi masyarakat sunda juga berperan besar sebagai penunjuk identitas orang sunda . Bahasa sunda ini juga berperan sebagai salah satu nolai budaya yang penting untuk dilestarikan oleh seluruh masyarakat sunda.
Pada dasarnya keberadaan ragam hormat dalah bahasa sunda merupakan sebuah bentuk bahasa yang menunjukan tatakrama dan kesopanan dalam budaya dan bahasa sunda. Ragam hormat ini berperan dalam menunjukan tatakrama dengan mengikuti prinsip kesopanan yang terdiri atas kawijaksanaan (kebijaksanaan), handap asor (rendah diri), kacocog (kecocokan), katumarima (penerimaan), kasimpati (simpati), jeung balabah (pemurah). Ragam hormat ini jelas berperan besar dalam menunjukan sifat dan karakteristik masyarakat sunda yang sopan santun. Hal ini juga dipengaruhi oleh kemunculan ragam hormat dalam bahasa sunda yang bergantung pada tiga faktor yaitu pengguna bahasa, kedudukan setiap pengguna bahasa dan yang terakhir ialah gambaran perasaan penutur ketika perbincangan berlangsung.
Ragam hormat dalah bahasa sunda juga hadir dan berperan sebagai salah satu cara masyarakat sunda menunjukan rasa penghormatan kepada orang lain. Hal ini sesuai dalam pengertiannya yang menyatakan bahwa ragam hormat ialah suatu sistem ragam bahasa yang mengikuti hubungan antara pembicara . Masyarakat sunda dengan yakin menganggap bahwa kesantunan seseorang dapat diukur salah satunya melalui penggunaan bahasa dalam percakapannya dengan orang lain. Selain itu adanya ragam hormat dalam bahasa sunda juga berperan dalam menunjukan kekuasaan, kedudukan, keakraban, serta kontak di antara para penyaturnya termasuk orang yang diceritakan.
Dengan adanya ragam hormat ini, bahasa sunda juga berperan menjadi ladasana dalam membangun karakter bangsa8 . Berbahasa dengan baik, komunikatif juga santun menujukan karakter oleh rasa dan karsa yang baik sehingga masyarakt dapat lebih berperilaku ramah juga saling menghargai. Peranan bahasa sunda ini dapat terlihat dengan pepatahnya yang menyatakan "Had tata had basa" yang berarti "Baik budi bahasa dan baik tingkah laku" dan silih asih, silih asah, silih asuh. Dengan membiasakan masyarakat menggunakan bahsa yang baik, nantinya karakter masyarakat dan bangsa juga menjadi lebih baik sehingga meningkatkan hubungan baik dengan manusia lain.
Jenis-jenis Bahasa Sunda Berdasarkan Tingkat Hormat
1. Bahasa krama untuk menghormati yang lebih tua atau yang dihormati Dalam budaya Sunda, penggunaan bahasa memiliki makna yang lebih dalam dibanding sekadar alat komunikasi. Bahasa berfungsi sebagai cara untuk menunjukkan penghormatan, terutama kepada orang yang lebih tua. Hal ini diwujudkan melalui undak-usuk basa, yaitu tingkatan bahasa Sunda yang dibagi menjadi tiga kategori: basa kasar, basa loma, dan basa lemes. Pemilihan tingkatan bahasa ini disesuaikan dengan kondisi sosial, usia, serta status lawan bicara. Saat berinteraksi dengan seseorang yang lebih tua atau dihormati, masyarakat Sunda cenderung menggunakan basa lemes untuk menunjukkan kesopanan dan rasa hormat.
Ciri khas basa lemes terlihat dari pemilihan kata-kata yang halus dan sopan. Contohnya, seorang anak atau individu yang lebih muda akan menyebut dirinya abdi dan menggunakan sapaan anjeun atau bapa/ibu untuk orang yang lebih tua. Pilihan kata ini bukan hanya sekadar etika berbahasa, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai kesantunan dan penghargaan yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Sunda.
Selain pilihan kata, nada bicara juga menjadi unsur penting dalam tata krama bahasa Sunda. Penutur diharapkan menggunakan intonasi yang lembut, santun, dan tidak meninggi. Dengan menjaga nada suara, percakapan akan terasa lebih nyaman dan menunjukkan sikap hormat kepada lawan bicara. Hal ini sejalan dengan prinsip komunikasi masyarakat Sunda yang tidak hanya bertujuan untuk menyampaikan maksud, tetapi juga menciptakan suasana harmonis dan penuh penghargaan.
Lebih dari sekadar aspek linguistik, tata krama berbahasa Sunda berperan sebagai pedoman sosial yang mengatur perilaku dalam berkomunikasi. Melalui penggunaan bahasa yang sopan, seseorang menunjukkan penghormatan kepada individu lain, terutama mereka yang lebih tua. Hal ini mencerminkan nilai-nilai budaya Sunda yang menjunjung tinggi etika, kesantunan, dan kehalusan budi.
Dengan demikian, tata krama berbahasa Sunda tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga menjadi sarana untuk memperkuat ikatan sosial dan menjaga keharmonisan antar generasi. Pemakaian undak-usuk basa menjadi bukti nyata penghormatan dan kesopanan yang menjadi ciri khas masyarakat Sunda.
2. Bahasa Madya situasi semi-formal. Bahasa Sunda adalah salah satu bahasa daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan budaya dan sistem bahasa yang sangat unik. Bahasa ini tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai warisan budaya yang mencerminkan nilai-nilai luhur masyarakat Sunda. Dalam penggunaannya, Bahasa Sunda menunjukkan fleksibilitas yang luar biasa, khususnya dalam konteks semi formal dan formal, yang sering kali membutuhkan tingkat kesopanan dan kehalusan bahasa yang tinggi
Dalam situasi semi formal, Bahasa Sunda sering digunakan dalam berbagai acara yang tidak sepenuhnya resmi, seperti pertemuan keluarga besar, acara komunitas, kegiatan organisasi lokal, hingga diskusi santai di lingkungan kerja. Dalam konteks ini, penutur biasanya menggunakan ragam bahasa sedang atau lemes, tergantung kepada siapa mereka berbicara. Misalnya, saat berbicara dengan orang yang lebih tua atau dihormati, penutur akan memilih kata-kata yang lembut dan sopan, seperti menggunakan kata abdi (saya) dan punten (maaf) untuk menunjukkan rasa hormat. Di sisi lain, kepada rekan sebaya, ragam bahasa yang digunakan lebih santai tetapi tetap mempertahankan unsur kesopanan yDalam situasi formal, seperti rapat resmi, pidato dalam acara pemerintahan, atau upacara adat, Bahasa Sunda sering kali menjadi simbol identitas budaya dan penghormatan terhadap tradisi. Ragam bahasa yang digunakan dalam konteks ini biasanya adalah lemes pisan, yang merupakan tingkat tutur tertinggi dalam Bahasa Sunda. Misalnya, dalam pidato adat, pembicara sering menggunakan kalimat-kalimat yang penuh dengan metafora atau ungkapan tradisional, seperti "mugi-mugi urang sadayana salamet dina rahmat Gusti Nu Maha Suci" (semoga kita semua berada dalam lindungan rahmat Tuhan Yang Maha Kuasa), yang mencerminkan nilai religius dan kesopanan tinggi masyarakat Sunda. Penggunaan istilah-istilah adat juga memperkaya makna dari komunikasi formal, menjadikan Bahasa Sunda tidak hanya sebagai sarana penyampaian pesan, tetapi juga sebagai bentuk pelestarian tradisi leluhur ang menjadi ciri khas budaya Sunda.
Lebih jauh lagi, Bahasa Sunda dalam situasi formal juga sering digunakan dalam pengajaran di sekolah, khususnya di Jawa Barat. Sebagai mata pelajaran wajib, Bahasa Sunda diajarkan untuk memperkenalkan generasi muda pada nilai-nilai budaya dan identitas daerah mereka. Buku pelajaran Bahasa Sunda dirancang tidak hanya untuk mengajarkan tata bahasa, tetapi juga untuk membangun karakter, seperti rasa hormat, sopan santun, dan penghargaan terhadap keragaman budaya. Hal ini menjadi langkah penting dalam memastikan Bahasa Sunda tetap hidup dan relevan di tengah era globalisasi.
Dengan demikian, peran Bahasa Sunda dalam konteks semi formal dan formal sangatlah penting, baik sebagai alat komunikasi maupun sebagai sarana pelestarian budaya. Kemampuan bahasa ini untuk menyesuaikan diri dengan berbagai situasi menunjukkan kekayaan nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya. Pelestarian Bahasa Sunda di kedua konteks ini menjadi kunci dalam menjaga identitas budaya masyarakat Sunda agar tetap lestari dan terus diwariskan kepada generasi mendatang.
3. Basa Loma Basa Sunda dibagi menjadi empat bagian yaitu:
(1) Basa Loma biasanya digunakan saat bicara kepada orang yang seumuran, teman akrab, atau orang yang umurnya di bawah;
(2) Basa Lemes biasanya diucapkan untuk berbicara sopan dengan seumuran maupun yang lebih tua;
(3) Basa hormat digunakan untuk orang yang lebih tua; dan
(4) Basa Cohag adalah bahasa yang paling kasar dan seringkali diucapkan ketika marah.
Dalam berkomunikasi, seseorang akan mempertimbangkan status sosial dan usia lawan bicaranya untuk menentukan cara berbicara yang paling sesuai. Hal ini penting untuk memastikan bahwa penggunaan bahasa mencerminkan rasa hormat yang tepat. Misalnya, jika berinteraksi dengan seseorang yang lebih muda atau dari strata sosial yang lebih rendah, penutur mungkin akan menggunakan bahasa atau dialek yang lebih santai. Di sisi lain, dalam konteks komunitas yang sama seperti tasikmalaya atau Ciamis, penutur dapat menggunakan dialek yang sama saat berbicara dengan orang dari daerah Priangan lainnya karena adanya kesamaan budaya dan bahasa yang memudahkan komunikasi dan menunjukkan solidaritas sosial.
Salah satu contoh penggunaan basa loma yang biasanya digunakan saat bicara kepada orang yang seumuran, teman akrab, atau orang yang umurnya lebih muda ialah sebagai berikut: Nissa: "Eh, Din, PR Matematika kamari geus parat acan?" Dini: "Heueuh, geus. Manh kumaha?" Nissa: "Acan euy, masih lieur knh ngerjakeun nomer lima. Bisa bantuan teu?"
Konteks dalam dialog di atas yaitu Nissa bertanya kepada teman sekelasnya apakah PR Matematikanya telah selesai. Dini menjawab sudah dan menanyakan kembali terkait PR Nissa. Nissa mengatakan ia belum mengerjakan PR dan masih bingung dalam mengerjakan nomor lima. Ia meminta bantuan Dini untuk mengajarinya. Dalam bahasa Sunda, kata "heueuh" (iya), dan "maneh" (kamu), dapat dikategorikan sebagai ragam rendah atau dalam bahasa Sunda disebut juga basa loma. Bahasa ragam rendah ini biasa digunakan kepada orang yang seusia atau orang yang telah akrab. Bahasa ini menunjukkan nada yang santai dan tidak formal. Ragam rendah pada dialog tersebut membuktikan diglosia dapat memengaruhi struktur sosial, dalam hal ini dilihat dari segi usia. Kata "heueuh" merupakan bentuk Loma dan bentuk lemes-nya yaitu "muhun". Istilah tersebut umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk percakapan yang santai dalam pergaulan. Kata ini menunjukkan aktivitas yang menunjukkan rasa akrab. Oleh karena itu, sering ditemukan dalam bahasa sehari- hari. Kata "maneh", merupakan bentuk loma dari "anjeun" (berarti 'kamu' dalam Bahasa Indonesia), juga sering digunakan dalam bahasa informal. Kata ini menunjukkan kata ganti orang kedua dan umumnya ditemukan dalam percakapan di antara teman. Diglosia rendah digunakan dalam konteks yang lebih akrab dan informal, seperti dalam percakapan sehari-hari antara individu yang sepantaran.
Referensi :
Adji, Muhammad. “Analisis Struktur Dan Pemakaian Keigo Dan Perbandingannya Dengan Undak Usuk Basa Sunda Universitas Pakuan , Bogor , Indonesia Surel Korespondensi : Saintminerva97@gmail.Com” 3, no. 1 (2021): 1–11.
Amalia, Tiya Putri. “Sistem Sapaan Dalam Bahasa Sunda Di Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat.” Retrieved May, 2018, 9.
Di, Pendahuluan, Kamus Lengkap, Bahasa Indonesia, and Bahasa Sunda. “BUDAYA MASYARAKAT SUNDA Ai Siti Zenab , Rina Dewi Anggana,” no. 2 (2010): 19–44.
Nurjam’an, Muhammad Ichsan, Triyanto, Nina, and Lestari Wulandari. “Perbandingan Bahasa Sunda-Bogor Dengan Bahasa Jawa-Cilacap: Pendekatan Leksikostatistik-Glotokronologi.” Jurnal Ilmiah Hospitality 12, no. 2 (2023): 369–78.
Rachmawati, Ayu Nur, and Tatang Hariri. “Pronomina Persona Bahasa Sunda.” JIIP - Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan 6, no. 2 (2023): 947–51. https://doi.org/10.54371/jiip.v6i2.1286.
Septiani, Verra Neisya, Hana Nurhasanah, and Ichsan Fauzi Rachman. “Pengaruh Diglosia Pada Struktur Sosial Dan Identitas Linguistik Masyarakat Tasikmalaya.” Indonesian Journal of Innovation Science and Knowledge 1, no. 3 (2024): 1–15. https://knowledge.web.id/index.php/ijisk/article/view/102.
Sudaryat, Yayat. “Kesantunan Berbahasa Sunda Sebagai Landasan Membangun Karakter Bangsa.” Prosiding Seminar Nasional, 2014, 135–36. file:///F:/S3/reperensi s3/kebahasan kuningan/Artikel Kesantunan B. Sunda (Bali, 30-9-14) (1).pdf.
Wahya, Wahya. “Budaya Santun Melalui Penggunaan Tingkat Tutur Hormat Bahasa Sunda Dengan Pemanfaatan Vokatif.” Kabuyutan 2, no. 1 (2023): 48–55. https://doi.org/10.61296/kabuyutan.v2i1.127.
Wulandari, Sri Rizki, Yayat Sudaryat, and Hernawan Hernawan. “Tatakrama Bahasa Sunda Dalam Komunikasi Lisan Masyarakat Kampung Jemo Kabupaten Sumedang.” Lokabasa 5, no. 2 (2014): 174. https://doi.org/10.17509/jlb.v5i2.15958.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H