Konteks dalam dialog di atas yaitu Nissa bertanya kepada teman sekelasnya apakah PR Matematikanya telah selesai. Dini menjawab sudah dan menanyakan kembali terkait PR Nissa. Nissa mengatakan ia belum mengerjakan PR dan masih bingung dalam mengerjakan nomor lima. Ia meminta bantuan Dini untuk mengajarinya. Dalam bahasa Sunda, kata "heueuh" (iya), dan "maneh" (kamu), dapat dikategorikan sebagai ragam rendah atau dalam bahasa Sunda disebut juga basa loma. Bahasa ragam rendah ini biasa digunakan kepada orang yang seusia atau orang yang telah akrab. Bahasa ini menunjukkan nada yang santai dan tidak formal. Ragam rendah pada dialog tersebut membuktikan diglosia dapat memengaruhi struktur sosial, dalam hal ini dilihat dari segi usia. Kata "heueuh" merupakan bentuk Loma dan bentuk lemes-nya yaitu "muhun". Istilah tersebut umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk percakapan yang santai dalam pergaulan. Kata ini menunjukkan aktivitas yang menunjukkan rasa akrab. Oleh karena itu, sering ditemukan dalam bahasa sehari- hari. Kata "maneh", merupakan bentuk loma dari "anjeun" (berarti 'kamu' dalam Bahasa Indonesia), juga sering digunakan dalam bahasa informal. Kata ini menunjukkan kata ganti orang kedua dan umumnya ditemukan dalam percakapan di antara teman. Diglosia rendah digunakan dalam konteks yang lebih akrab dan informal, seperti dalam percakapan sehari-hari antara individu yang sepantaran.
Referensi :
Adji, Muhammad. “Analisis Struktur Dan Pemakaian Keigo Dan Perbandingannya Dengan Undak Usuk Basa Sunda Universitas Pakuan , Bogor , Indonesia Surel Korespondensi : Saintminerva97@gmail.Com” 3, no. 1 (2021): 1–11.
Amalia, Tiya Putri. “Sistem Sapaan Dalam Bahasa Sunda Di Kecamatan Cilimus, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat.” Retrieved May, 2018, 9.
Di, Pendahuluan, Kamus Lengkap, Bahasa Indonesia, and Bahasa Sunda. “BUDAYA MASYARAKAT SUNDA Ai Siti Zenab , Rina Dewi Anggana,” no. 2 (2010): 19–44.
Nurjam’an, Muhammad Ichsan, Triyanto, Nina, and Lestari Wulandari. “Perbandingan Bahasa Sunda-Bogor Dengan Bahasa Jawa-Cilacap: Pendekatan Leksikostatistik-Glotokronologi.” Jurnal Ilmiah Hospitality 12, no. 2 (2023): 369–78.
Rachmawati, Ayu Nur, and Tatang Hariri. “Pronomina Persona Bahasa Sunda.” JIIP - Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan 6, no. 2 (2023): 947–51. https://doi.org/10.54371/jiip.v6i2.1286.
Septiani, Verra Neisya, Hana Nurhasanah, and Ichsan Fauzi Rachman. “Pengaruh Diglosia Pada Struktur Sosial Dan Identitas Linguistik Masyarakat Tasikmalaya.” Indonesian Journal of Innovation Science and Knowledge 1, no. 3 (2024): 1–15. https://knowledge.web.id/index.php/ijisk/article/view/102.
Sudaryat, Yayat. “Kesantunan Berbahasa Sunda Sebagai Landasan Membangun Karakter Bangsa.” Prosiding Seminar Nasional, 2014, 135–36. file:///F:/S3/reperensi s3/kebahasan kuningan/Artikel Kesantunan B. Sunda (Bali, 30-9-14) (1).pdf.
Wahya, Wahya. “Budaya Santun Melalui Penggunaan Tingkat Tutur Hormat Bahasa Sunda Dengan Pemanfaatan Vokatif.” Kabuyutan 2, no. 1 (2023): 48–55. https://doi.org/10.61296/kabuyutan.v2i1.127.
Wulandari, Sri Rizki, Yayat Sudaryat, and Hernawan Hernawan. “Tatakrama Bahasa Sunda Dalam Komunikasi Lisan Masyarakat Kampung Jemo Kabupaten Sumedang.” Lokabasa 5, no. 2 (2014): 174. https://doi.org/10.17509/jlb.v5i2.15958.