"Iya iya" Aldi terbata-bata terdiam seperti orang sedih.Â
"teman satu sekolah waktu SMP" kata Aldi melanjutkan perkataannya.
"Oooooh teman satu sekolah" kata Andi.
"Boleh juga." kata Andi bergumam sendirian.
"Maksudnya?" kata AldiÂ
"Ia cantik, bicaranya lemah lembut, ceria, tubuhnya bak gitar Spanyol sungguh sempurna." kata Andi sambil memandang Putri dari kejauhan kayanya tertarik.
Tiba-tiba saja muka Aldi berubah merah kaya di samber gledek perasaan cemburu menyelimuti hatinya, sekujur tubuhnya panas seakan ingin meledak andai saja ia berani meninju Andi. Tapi apalah daya ia siswa baru tak punya teman lagian bukan anggota geng manapun.
Sepulang sekolah Aldi dikejutkan dengan kematian ayahnya yang menjadi tulang punggung keluarganya.
Ia menangis sejadi-jadinya setelah bahagia dan senang ketemu pujaan hati di sekolah baru, tiba-tiba saja harus dihadapkan dengan kepergian ayahnya selama-lamanya menghadap sang Illahi.
Perasaan bingung, sedih menyelimuti hatinya. Sepeninggal ayahnya ia harus berbuat apa. Ia tak punya keterampilan apapun ditambah hanya lulusan SMP. Ibunya hanya wanita penerima upah mencuci pakaian, itupun kalau ada yang ingin minta cucikan pakaian, kalau tidak ada bagaimana untuk makan sehari-hari dan kebutuhan lainnya.
Sempat terbersit dalam hatinya ingin berhenti sekolah dan cari kerja.Â