Sementara itu, daya beli masyarakat berdasarkan pendapatan, masih sangat tergantung pada upah minimum regional (UMR). UMR menjadi dasar mengingat standar hidup para buruh tercermin dari UMR-nya. Bagi pekerja (buruh), kenaikan harga pangan yang tidak dibarengi dengan kenaikan gaji/honor atas pekerjaan adalah bencana. Sementara, kemungkinan buruh menerima kenaikan upah tidak berbanding lurus dengan kenaikan harga pangan. Maka tugas pokok pemerintah adalah menjaga stabilitas harga pangan.
PRIORITAS STABILITAS HARGA PANGAN DENGAN IMPOR
Setelah diketahui, bahwa pilihan menjaga stabilitas harga pangan itu penting, lalu pilihan kebijakan apa untuk menjaga stabilitas harga pangan? Paling tidak ada beberapa langkah menjadi stabilitas harga pangan. Secara sederhana, pertama dengan menjaga kondisi permintaan dan penawaran agar tetap seimbang. Kedua dengan memutus mata rantai jalur distribusi, agar konsumen dapat membeli langsung pada pemangku keputusan, yang dapat menetapkan harga dasar di pasaran. Oleh karena itu, operasi pasar pada bahan pangan dilakukan.
Pada sisi lain, kebijakan impor harus diambil, walaupun berhadapan dengan banyak pertentangan. Jika perdebatan kebijakan impor, harus berhadapan dengan data panen, dengan alasan untuk membeli gabah petani dengan harga tinggi, maka logikanya dengan sangat mudah dapat dibantah. Pemerintah akan tetap membeli harga gabah petani secara normal, namun untuk menutup kebutuhan stok beras di Bulog, harus dengan impor.
Kelemahan data panen sampai saat ini, tidak ada kesamaan data, antara proyeksi panen baik triwulan maupun tahunan, yang dikelurkan oleh kementerian pertanian dengan data riil gabah yang dibeli Bulog. Pada sisi ini saja, kemungkinan kecil dilakukan validasi pada data panen yang dihasilkan petani. Sementara harga beras dan ketersediaan beras langsung berpengaruh di pasar. Harus ada keberanian dan kepastiaan atas data yang digunakan, agar perhitungan pada ketersediaan beras di Bulog benar-benar valid.
Pada ahirnya, keputusan untuk impor semata-mata dijamin dengan kepastian data, terutama data ketersediaan (stok) beras di Bulog. Jika bulog dapat memastikan suplai beras dari petani, tentu Bulog tidak akan sungkon menyediakan beras dari petani. Impor hanya persoalan prioritas, untuk menjamin pasokan (stok) segera aman.
Jadi skala prioritas pada langkah pengambilan keputusan, tidak memungkinkan lagi untuk diambil keputusan pada posisi belum pasti. Kondisi beras menipis adalah fakta yang sedang terjadi. Sementara data panen pada posisi tidak pasti, juga kemungkinan atas kondisi gagal panen. Sedangkan, impor juga langkah yang jauh lebih pasti untuk mendapatkan beras dalam waktu yang sesuai, untuk menstabilkan harga di pasar.
UPAYA PEMERINTAH MENJAGA STABILITAS HARGA
Upaya pemerintah dalam menjaga stabilitas harga pangan, terpaksa ditempuh dengan jalur impor, juga terpaksa mengorbankan pilihan kebijakan lain. Pilihan ini didasarkan pada kondisi ketersediaan beras dicadangan Bulog tidak terpenuhi. Minimal 1 juta ton beras tersedia di Bulog. Sedangkan jalur yang paling memungkinkan untuk menutup kekurangan itu adalah impor.
Pemerintah memegang kendali pada pasokan dan pengendalian harga. Jadi mengatasi stok beras tidak dapat sepotong-sepotong. Harga gabah di petani tetap dibeli untuk memenuhi pasokan. Namun petani juga ditekan untuk tidak menjual gabah pada penimbun dan spekulan. Tidak boleh petani menjual harga gabahnya secara murah kepada spekulan atau kartel.Â
Sehingga tata niaga beras diatur dengan harga eceran tertinggi. Pilihan ini sementara cukup bijak bagi masyarakat. Kondisi ini tidak hanya berpihak pada petani, tapi pada semua kalompok masyarakat. Terutama masyarakat berpenghasilan tetap, baik standar UMR ataupun pekerja sector informal lainnya. Pilihan kebijakan ini dilakukan semata-mata agar daya beli masyarakat tidak menurun. Hal ini bermakna kesejahteraan masyarakat juga tidak menurun, karena barang dan jasa dapat dijangkau oleh masyarakat.