Air di Jakarta menjadi barang yang berharga. Air sudah menjadi sumber daya yang sangat berharga. Pertama, karena air menjadi sumber daya yang langka.Â
Kedua, biaya untuk memperoleh air, baik biaya transportasi atau biaya pengolahannya sudah sangat mahal. Jadi secara ekonomis, air sudah menjadi barang yang sangat mahal.Â
Untuk air isi ulang, satu galon dihargai setara dengan harga bensin hamper 1 liter. Rata-rata harga galon isi ulang, kisaran Rp 6000 belum termasuk biaya angkut. Tahun 2015, kebutuhan air bersih warga Jakarta dipenuhi dari luar daerah 81% dari Waduk Jatiluhur Purwakarta, 14% dari Tangerang dan 5% dari Kali Krukut.Â
Pengolahan air limbah menjadi air bersih masih di bawah 5% (Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta, 2015). Ancaman kekeringan dan krisis air, jika pasokan air di Jakarta berkurang. Kondisi ini juga berdampak pada penurunan pasokan air untuk kebutuhan lahan pertanian di daerah Karawang, Bekasi, Subang dll. Tantangannya masih pada bocornya pipa distribusi dan pasokan air baku yang menurun.
Potensi Sumber Daya Air Hilang
Potensi sumber daya air yang hilang terlihat dari banyaknya air hujan yang langsung dialirkan ke laut. Dalam satu tahun hamper 65%, air hujan di permukaan lahan DKI Jakarta mengalir langsung ke laut.Â
Pandangan ini, juga didukung kebijakan untuk mengurangi banjir, memang air di Jakarta diupayakan percepatanya agar langsung ke laut.
Optimalisasi pemanfaatan sumber daya air belum banyak dilakukan di Jakarta. Mekanisme memanen air belum dilakukan optimal. Air permukaan juga tercemar tidak terkendali.Â
Sekilas selokan dan drainase di Jakarta bias dilihat tampak berwarna hijau. Ini jelas menjadi tanda bahwa Sumber Daya Air di Jakarta khususnya air permukaan menjadi hilang. Mudah-mudahan tidak mendatangkan kerugian lainnya. Air memang sudah selayaknya dijaga dan dioptimalkan pemanfaatannya.