Kampus Peradaban: Mitos atau Realitas?
Mari kita jawab bersama, apakah kampus benar-benar dapat disebut sebagai "kampus peradaban" ketika kebebasan berpikir dan berekspresi mahasiswa dibungkam. Peradaban yang sejati lahir dari keberanian untuk berpikir bebas, mendiskusikan ide-ide tanpa takut represif, dan menghormati perbedaan pendapat. Jika kampus gagal menyediakan ruang untuk itu, maka klaim sebagai kampus peradaban menjadi sekadar mitos kosong.
Harapan untuk Masa Depan
Kisah ini seharusnya menjadi pengingat bagi generasi mendatang. Kampus yang ideal adalah kampus yang menghormati kebebasan berpikir, mendukung mahasiswa dalam mengejar keadilan, dan menumbuhkan solidaritas dalam menghadapi tantangan. Kekerasan, diskriminasi, dan pembatasan hanya akan merusak tujuan pendidikan yang sebenarnya.
Sampaikan kepada mahsiswa lainnya. Kita sebagai mahasiswa memiliki hak untuk mempertanyakan, mengkritik, dan memperjuangkan perubahan. Jika kampus tidak dapat memenuhi peran ini, maka mahasiswa harus terus bersuara dan menuntut perbaikan. Sejarah peradaban selalu menunjukkan bahwa perubahan besar sering kali dimulai dari keberanian individu atau kelompok untuk melawan ketidakadilan.
Mari kita ingatkan kepada dosen-dosen di kampus dan kepada para mahasiswa lainnya, kebebasan berpikir adalah hak fundamental, dan mempertahankannya adalah tanggung jawab bersama. Kampus, sebagai simbol peradaban, harus merefleksikan ulang misinya dan memastikan bahwa setiap mahasiswa memiliki ruang untuk berpikir, berekspresi, dan berimajinasi tanpa takut represif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H