Mohon tunggu...
Akhmad Mukhlis Hadiwaluyo
Akhmad Mukhlis Hadiwaluyo Mohon Tunggu... Desainer - Journalist

Sampai jauh, jauh di kemudian hari.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Kebebasan Berpikir dan Tirani Kampus Peradaban

2 Januari 2025   20:09 Diperbarui: 2 Januari 2025   20:09 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi oleh Mukhlisalyo

Kampus, sebagai pusat pendidikan tinggi, sering digadang-gadang sebagai mimbar kebebasan berpikir dan berekspresi. Namun, realitas yang dihadapi oleh mahasiswa sering kali bertolak belakang dengan gagasan ideal ini. Mari kita gambarkan dengan gamblang bagaimana kebebasan berpikir dan berekspresi mahasiswa di beberapa kampus justru dihadapkan pada represi, kekerasan, dan pelanggaran hak asasi.

Kebebasan Berpikir yang Terpasung

Kebebasan berpikir merupakan elemen fundamental dalam membangun peradaban. Coba kita perhatikan, ketika mahasiswa mengeluhkan bahwa diskusi, ruang berkumpul, dan demonstrasi yang mereka lakukan sering kali dibubarkan, bahkan dengan kekerasan. Ketika mahasiswa mencoba menuntut keadilan dan mengekspresikan pandangan mereka, respons yang diterima adalah tindakan represif yang melibatkan pemukulan dan intimidasi.

Pertama-tama, jika kita telaah, aturan-aturan yang melarang mahasiswa baru untuk berkumpul dan berserikat semakin mempersempit ruang untuk kebebasan berekspresi. Alih-alih menciptakan lingkungan yang ramah untuk belajar dan berdiskusi, kampus justru menghadirkan aturan-aturan yang membungkam kebebasan mahasiswa. Menjadi ironi, sebuah institusi yang seharusnya mendorong kebebasan berpikir justru menjadi penghalang utama bagi praktik tersebut.

Represi dan Kekerasan: Luka yang Membekas

Kedua, mari kita suarakan pengalaman pahit mahasiswa yang menjadi korban kekerasan fisik saat berdemonstrasi. Pemukulan dengan tongkat kayu dan benda tumpul, luka-luka fisik yang dialami, serta ketidakpedulian birokrasi kampus menunjukkan suramnya wajah kampus yang sering disebut "kampus peradaban". Mari kita tanyakan pada dosen-dosen di kampus, bagaimana kampus dapat menjadi pelopor peradaban jika tindakannya justru melanggengkan kekerasan dan ketidakadilan?

Ketika mahasiswa yang memperjuangkan keadilan dianggap sebagai kriminal, realitas ini menciptakan lingkungan yang mengikis kepercayaan mahasiswa terhadap institusi pendidikan. Kampus tidak hanya gagal melindungi mahasiswanya, tetapi juga menjadi pelaku utama dalam pelanggaran hak-hak mereka.

Dilarang Berorganisasi

Selain kekerasan, diskriminasi dan kontrol ketat terhadap aktivitas mahasiswa menjadi isu lain yang diangkat. Pelarangan terhadap organisasi mahasiswa ekstra, pelarangan berkumpul bagi mahasiswa baru, dan pembatasan kegiatan diskusi menunjukkan bahwa kebebasan mahasiswa berada di bawah ancaman serius. Bahkan, tindakan represif seperti pembakaran atribut organisasi mahasiswa oleh oknum dosen mencerminkan ketidakhormatan terhadap hak mahasiswa untuk berserikat.

Lebih ironis lagi, tindakan represif ini dilakukan oleh individu yang seharusnya menjadi teladan. Ketika oknum dosen dan birokrasi kampus menunjukkan sikap yang bertentangan dengan nilai-nilai peradaban, mahasiswa kehilangan sosok inspiratif yang seharusnya membimbing mereka dalam mengejar ilmu, membangun karakter dan bebas menciptakan imajinasinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun