Mohon tunggu...
Ahmad Khoiron
Ahmad Khoiron Mohon Tunggu... Guru -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Hujan Mengalir di Kaca Bis

18 Mei 2017   11:43 Diperbarui: 20 Mei 2017   11:26 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Oleh: Ahmad Khoiron

"Ada senyap yang terus menghampiri, tarian kata-kata yang tak pernah usai, berontak tanpa suara, memperjuangkan cinta dengan restu terpaksa..."

2015

Bis yang kami tumpangi berjalan cepat, terlihat kaca bis Ziarah Wali Lima yang penuh guyuran hujan, malam itu sepanjang jalan antara Gresik-Surabaya terus diguyur hujan. Tiba-tiba Bu Sumi, wanita separuh baya yang duduk di kursi depan belakang sopir dan tepat bersebelahan dengan saya,  bertanya kepadaku.

"Sampean dulu pertama disekolah langsung ngajar apa?"

"Kalau saya dulu, tidak ngajar Bu, Kulo awalnya jadi kuli Bu, kebetulan baru 6 bulan ada lowongan saya baru bisa ngelamar jadi guru,  dan Alhamdulillah diterima.." Jawabku

"Anakku yang bernama Alya itu, setelah lulus juga sudah ngelamar ke Telkomsel, dan diterima tapi sama anaknya tidak diperbolehkan, dia sama abahnya diminta untuk tetap mengabdi di Madrasah saja, meskipun gajinya kecil yang penting ada keberkahan" timpal Bu Sumi dengan binar mata yang menyiratkan keyakinan.

Kuamati Bu Sumi seakan menyimpan kekecewaan mendalam dalam tatapannya, dia terus menatap aliran hujan yang mengenai kaca Bis, seakan dia ingin meluruhkan seluruh kekecewaannya bersama luruhnya hujan. Menghilang tanpa bekas bersama guyuran hujan.

1979

Suminah, adalah gadis ceria yang berada dilingkungan religius, abahnya adalah pemilik ladang tebu dengan luas hektaran, bahkan terkenal sebagai Tuan Tanahnya desa Karang Bening, sebuah desa disekitar Pantai selatan wilayah malang selatan. Lingkungan Suminah adalah Lingkungan Kaum Santri, oleh sebab itu Suminah kecil dengan didikan keras abahnya, hal yang paling ditekankan dalam pendidikan Suminah adalah pelajaran yang berhubungan dengan Agama.

Saat usia 12 tahun, Suminah sudah mulai dilamar oleh anak Kyai setempat, tapi Suminah menolaknya dengan alasan masih ingin mencari Ilmu.

"Bah... Kulo masih tidak ingin menikah, saya masih ingin mondok dulu agar ilmu saya lebih matang"

"Kalau memang begitu keinginan mu, maka engkau saat mondok nanti harus sungguh-sungguh!"

"Inggeh Bah..."

1990

Setelah menyelesaikan kuliah, Suminah kemudian terpikat dengan pemuda tampan yang sabar, pemuda yang selalu mengerti akan dirinya. Pemuda yang nantinya akan memberikan Suminah 2 Putri dan 2 Laki-laki ini, adalah pemuda yang halus hatinya, dan pemuda ini saat di kampus adalah kakak tingkatnya. Pemuda tersebut bernama Amin, yang setelah menikah dengan Suminah, akhirnya mengajar di madrasah dekat rumahnya.

1992

Setelah 2 tahun berjalan, kebahagiaan mahligai rumah tangga mereka semakin bertambah, dengan hadirnya putri cantik yang kemudian diberi nama Alya. Sebuah nama yang kelak saat dewasa nanti, putrinya menjadi wanita yang memiliki "keluhuran Budi", yang patuh dan taat kepada kedua orang tuanya. Itulah harapan pak Amin dan Bu Suminah terhadap putrinya dimasa yang akan datang kelak.

2005

Alya sudah dewasa, pak Amin dan Bu Suminah pun dengan harapan yang tinggi agar Alya bisa lebih memahami nilai-nilai keagamaan, Alya dipondokkan pada sebuah pesantren didekat madrasah Aliyah, tempat Alya menuntut ilmu. Alya yang sangat kritis itu pernah suatu ketika saat di pesantren mendapat sindiran dari ustadznya, yang saat itu ustadz tersebut menyindir Alya dengan kata-kata yang diungkapkan secara langsung didepan teman-teman pesantrennya.

"Iki lho Alya, bapaknya itu teman dari kepala sekolah yang korup itu..." Ucap ustadz tersebut.

Alya mendengar ucapan tersebut, seketika menangis. Sejak saat itulah Alya mulai berpikir bahwa ternyata pesantren mengajarkan sikap untuk menyalahkan orang lain. Dan mulai saat itu, Alya seketika itu juga langsung minta boyong dari pesantren, dan mencari kos-kosan. Rasa yang menyakitkan saat di pesantren itu, dia tancapkan dalam hatinya, bahkan luka itu membekas dan tak kan pernah hilang.

2008

Alya mulai kuliah, dia mulai mengenal kehidupan baru di kampusnya, layaknya mahasiswa baru, Alya masih lugu, tapi karakter "pemberontak" dalam dirinya tidaklah hilang. Selang setahun kemudian, Alya mulai mengenal dunia mode, sebab di kampusnya sendiri Alya mengambil jurusan Tata Busana, yang juga menuntut para mahasiswanya tampil lebih modis. Jadilah Alya dengan rambut yang disemir, sepatu dengan hak tinggi, baju yang press body,  tapi tetap berjilbab.

Alya yang berubah ini, 2 tahun kemudian mengenal laki-laki yang mulai mengisi ruang hatinya, laki-laki yang lebih muda dari Alya ini, biasa dipanggil dengan nama Rafael. Rafael adalah pria dari keluarga pegawai, dan keluarga yang tidak menempatkan masalah-masalah agama tidak pada tempat yang utama. Selain itu, keluarga Rafael adalah keluarga yang tidak berasal dari kalangan pesantren.

"Meski umurku lebih muda darimu, tapi rasa cinta kepadamu yang memenuhi semesta hidupku ini, janganlah engkau biarkan mengambang, biarkanlah rasa cinta ini juga memenuhi semesta mu. Harapannya, kita berdua bisa membangun semesta kita" ungkap Rafael kepada Alya saat sehabis sholat Maghrib di Masjid Jami', saat itu beriringan dengan gemericik air mancur di Alun-Alun Malang.

"Ya... Kita akan membangun semesta kita berdua..." Jawab Alya pendek. Hati yang begitu gembiranya itu, sampai tetesan air matanya membasahi pipinya.

2013

Arak-arakan yang mengantar kelurga kyai Bashar menuju ke rumahnya Bu Suminah, arak-arakan itu ternyata tidak lain bertujuan meminang Alya, untuk dijadikan sebagai menantu dari kyai Bashar.

"Umi... Janganlah engkau jodohkan diriku dengan orang pesantren itu, aku sudah punya dambaan hidupku, biarkanlah aku bersama dengan cintaku, sebab kami sudah membangun pondasi semesta" ungkap Alya dengan penuh tangis.

"Kenapa kau tolak, wahai putriku? Calon pendamping yang mendatangimu ini, dari keluarga baik-baik, jelas nasabnya, sudah mumpuni ilmu agamanya, apa yang engkau ragukan wahai putriku?" Nampak Guratan kecewa Bu Suminah sangatlah jelas.

"Apapun keadaannya, saya akan tetap dengan semesta ku umi...." Jawab Alya keras, sambil menuju ke kamarnya

2015

Rafael meski tidak terbiasa dengan baju Koko, dia mencoba sebisa mungkin, dia dengan keberanian mendatangi rumah Alya, guna memperkenalkan diri dengan kelurganya Alya.

"Namamu siapa nak?" Tanya Pak Amin.

"Rafael, pak!" Jawab Rafael

"Sudah kerja dimana?"

"Saya kebetulan masih kuliah, karena saat itu saya drop out dari kampus, karena Alya-lah saya semangat lagi untuk kuliah..."

*

Bu Suminah nampak saja terus memandangi kaca bis yang teraliri air hujan.

"Rafael itu nama apa? Nama kok aneh? Hmmmm... Sudahlah, semuanya sudah ada Yang Mengatur, kupasrahkan semuanya kepada Allah, semoga saja Allah memberikan jalan yang mudah bagi Alya dan Rafael, dan semoga saja ini memang terbaik buat mereka berdua..."

Kutatap Bu Suminah dengan mata yang berkaca-kaca, seakan dia menyimpan dan memendam seluruh kekecewaannya demi putri yang sangat  dicintainya itu.

Dan pada akhirnya, air mata tetaplah air mata, dan air hujan masih saja mengalir di Bis yang kami tumpangi.

Malang, 18 Mei 2017

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun