"Pribadi stoic bisa hidup tenang dan bahagia saat kenyataan tidak sesuai harapan, bahkan saat kebebasannya direnggut orang lain".
Stoicism merupakan filosofi yang mengajarkan manusia bisa hidup dengan ketenangan, kedamaian, dan kebahagiaan sepenuhnya. Konsep ini dilahirkan dari rahim pemikiran Zeno of Citium yang hidup pada tahun 336 SM dan wafat pada tahun 265 SM, atau 2.288 tahun yang lalu setelah terinspirasi pemikiran Socrates. Pasca meninggalnya Zeno, ajaran stoicism dilanjutkan oleh mantan budak yang bernama Epictitus zaman Romawi, kemudian dilanjutkan oleh Seneca seorang politikus dan dilanjutkan lagi oleh Marcus Aurelius seorang Kaisar Romawi yang namanya harum karena kesederhanaan dan kebijaksanaannya.
Stoicism telah mengubah cara pandang manusia. Banyak orang tua yang bersyukur ketika baru mengetahui, mempelajari, lalu bisa mengamalkan ajaran stoic, karena bisa membantunya hidup lebih damai dan bahagia. Banyak pula pemuda yang merasa beruntung ketika mengetahui lebih awal tentang ajaran stoic, karena merasa bisa menikmati hari ini dan lebih siap menjalani serta menghadapi setiap proses kehidupan yang akan terjadi di masa yang akan datang. Anda mungkin tergolong orang yang bersyukur, bisa juga bagian dari orang yang beruntung.
Sebagian besar manusia beranggapan kebahagiaan sangat erat hubungannya dengan tercapainya semua keinginan atau semua berjalan sesuai dengan yang diharapkan, tidak adanya aral merintang, terhindar dari masalah, tidak ada perselisihan dengan orang lain, serta kenyataan yang hadir sesuai dengan harapan. Namun fakta menunjukkan jika tidak ada manusia yang terhindar dari salah satu di antara persoalan tersebut. Jalan yang kita lalui seringkali terjal, berkelok, tanjakan, bahkan turunan tajam dan licin. Jika Anda belum menjadi pribadi stoic, maka setiap menghadapi problem kehidupan Anda berada dalam posisi tekanan mental, mengeluh, mengumpat, marah, bahkan tidak jarang berada dalam gerbang keputus asaan.
Namun jika Anda sudah memiliki kepribadian stoic, Anda akan tetap bisa menikmati setiap proses kehidupan dengan tenang dan damai seperti gambaran dari Filsuf Stoic Seneca "Orang bijak puas dengan takdirnya, apapun itu, tanpa mengharapkan yang tidak dia miliki." Hal senada juga pernah disampaikan saudara terbaik yang menjadi panutan penulis ketika menghadapi problem kehidupan beliau mengucapkan kalimat indahnya "Pada titik dimana hidup saya terluka, saya hanya diam dan membatin 'oh ini terjadi lagi, oke, saya tidak punya energy untuk menangis karenanya', saya akan menikmati penderitaan ini karena dengan cara itu batin saya merasa bebas".
Manusia yang sering meratapi kehidupan dikarenakan mengganggap kebahagiaan itu bersumber dari luar dirinya, sehingga ketika kenyataan yang datang tidak sesuai dengan yang diharapkan hidupnya akan menderita. Sedangkan orang yang bijaksana dalam menyesuaikan diri dengan kenyataan yang tidak sesuai harapan memiliki pandangan jika kebahagiaan bersumber dari dalam dirinya sehingga hidupnya akan tetap tenang dan bahagia. Apapun yang datang dari luar dirinya dan bagaimanapun orang lain memperlakukannya tidak akan mempengaruhi mood, mentalnya tetap sehat, hidupnya tetap damai karena ia bisa mendatangkan kebahagiaan dari dalam dirinya sendiri. Sebagaimana digambarkan seorang filsuf Socrates "Orang yang membuat segala sesuatu untuk kebahagiaan bergantung pada dirinya sendiri dan bukan pada orang lain, dia telah membuat rencana terbaik untuk hidup bahagia". Lalu, bagaimana cara menciptakan ketenangan dan kebahagiaan hidup dengan stoicism? Ada 4 ajaran Zeno yang harus kita pelajari, fahami, dan amalkan:
Ide utama dan yang paling mendasar dalam filsafat stoicism adalah dikotomi kendali. Jika ingin berhasil dalam mengamalkannya, hal pertama yang harus kita lakukan dalam hidup ini adalah memetakkan apa saja yang bisa kita kendalikan dan apa saja yang tidak bisa kita kendalikan, betapa banyak yang ingin kita kendalikan dan pada hakikatnya sebagian besar tidak bisa kita kendalikan seperti kemacetan, panas, polusi, hujan, perilaku orang lain terhadap diri kita, masa depan, bahkan yang akan terjadi nanti tidak bisa kita kendalikan.
Setelah mengetahui mana saja yang bisa kita kendalikan, langkah selanjutnya fokuslah mengerjakan yang bisa kita kendalikan dan lepaskan yang tidak bisa kita kendalikan. Harus diakui bahwa yang bisa kita kendalikan hanyalah pikiran dan tindakan kita. Kita tidak dapat mengendalikan apa dan bagaimana sesuatu terjadi, namun yang bisa kita kendalikan adalah bagaimana cara kita bereaksi terhadap apa yang terjadi.
Pada saat dalam perjalanan dan kita terjebak kemacetan, kemacetan adalah keadaan yang tidak bisa kita kendalikan, jangan lama-lama memikirkan kemacetan apalagi mengumpatnya, tetapi kita pikirkan bagaimana reaksi kita apakah menunggu kemacetan terurai atau kita memilih putar arah mengambil alternatif jalan lain, pikiran yang hanya fokus pada kemacetan yang tidak bisa kita kendalikan justru membuang tenaga, pikiran, dan waktu kita.
Ketika dalam perjalanan tiba-tiba hujan turun dan kita lupa tidak membawa jas hujan, jangan fokus kepada hujannya karena hujan adalah sesuatu yang tidak bisa kita kendalikan, fokuslah pada tindakan atau reaksi yang bisa kita lakukan terhadap hujan agar kita tetap produktif, apakah berteduh di tempat yang ada meja dan kursi sehingga sambil menunggu hujan reda kita bisa mengerjakan tugas yang rencananya kita kerjakan ketika sudah sampai di rumah.
Saat berkirim WA hanya diread saja, atasan di tempat kerja yang temperamental mudah marah, dan sedikit-sedikit menyalahkan bawahan, teman kerja yang memalingkan muka saat kita sapa, saudara yang tidak mau menolong saat kita benar-benar membutuhkan, pasangan yang tidak komitmen dan cenderung menjadi benalu. Persepsi, sikap, dan perlakuan orang lain terhadap kita juga bagian dari sesuatu yang tidak bisa kita kendalikan, jangan fokus memikirkan persepsi dan sikap orang lain terhadap kita, namun fokuslah pada reaksi apa yang seharusnya kita lakukan untuk menyikapi keadaan.
Semakin kita menyadari apa saja yang bisa kita kendalikan dan apa saja yang tidak bisa kita kendalikan, semakin kita bisa menerima apa yang terjadi dalam diri kita sendiri, semakin kita bisa menerima yang terjadi dalam diri kita maka kehidupan kita semakin tenang dan bahagia meskipun ketenangan dan kebahagiaan kita sedang dirampas orang lain. Tanpa dikotomi kendali berapa banyak tenaga, waktu, dan pikiran yang kita curahkan dengan sia-sia terhadap sesuatu yang tidak bisa kita kendalikan?
2) Premeditatio Malorum
Premeditatio Malorum merupakan istilah latin yang artinya "mengontemplasikan keburukan" atau seni dalam melihat keburukan. Ajaran stoicism kedua mengajak kita untuk selalu mempersiapkan diri dalam menghadapi kemungkinan terburuk, kehilangan dan ketidaknyamanan yang datang pada diri kita. Dalam mengarungi kehidupan, sebelum melangkah harus ada perencanaan yang matang, dikerjakan sebaik-baiknya, mengerahkan daya dan upaya yang terbaik untuk mencapainya, tetapi kita juga harus mempersiapkan kemungkinan terburuk apabila kenyataannya nanti tidak sesuai dengan yang kita rencanakan.
Dalam Premeditatio Malorum, kita disuruh memprediksi dan merenungkan peristiwa-peristiwa yang tidak menyenangkan, kurang baik, kehilangan, sehingga ketika peristiwa itu menjadi kenyataan maka kita memiliki kesiapan dalam menghadapinya dan ketika peristiwa tersebut tidak terjadi, maka itu adalah bonus untuk hidup kita.
Seperti menyiapkan obat-obatan di kotak P3K kesehatan dirumah meskipun seluruh anggota keluarga dalam keadaan sehat. Ikut iuran asuransi BPJS kesehatan meskipun semua anggota keluarga sedang tidak memiliki riwayat penyakit. Mempersiapkan diri jika orang yang kita cintai ternyata bukan jodoh kita, apapun yang kita korbankan diniati saja sebagai wujud mencintai bukan sebagai wujud ingin dicintai, sehingga jika sewaktu-waktu kehilangan kita tetap bersyukur karena sudah memiliki kesempatan berbuat kebaikan. Mempersiapkan mental jika tidak diterima di perguruan tinggi favorit. Mempersiapkan diri jika usaha yang dirintis akan menemui kegagalan. Saat penempatan kerja di perusahaan kita harus memprediksi dan merenungkan akan ditempatkan di divisi yang mana teman kerja kita ada yang tidak se frekuensi, emosional, dan kurang empati sehingga kita lebih siap jika kenyataan sesuai yang kita prediksi agar tidak terkena serangan mental, namun jika teman satu divisi kerja ternyata semua menyenangkan maka itu bonus.
Teknik psikologis tersebut akan membantu kita lebih siap secara mental untuk menghadapi kenyataan yang tidak selalu menyenangkan, mengingat di setiap musibah yang datang ingatlah untuk bercermin dan bertanya daya upaya apa yang bisa kita lakukan guna menarik pelajaran positif dari kejadian itu, dengan begitu kenyataan apapun yang datang tetap membuat kita bahagia, sebagaimana ucapan Seneca "Bukan hal atau peristiwa tertentu yang menyusahkan Anda, tetapi persepsi Anda akan peristiwa tersebut, semuanya tergantung pada cara Anda memandang peristiwa itu." dengan merenungkan derita atau ketidaknyamanan yang akan kita terima, kita akan lebih siap menghadapinya, selain itu juga akan membantu kita bisa damai 'menikmati' kehidupan saat ini.
3) Amor Fati
Amor Fati adalah frasa latin yang bermakna "mencintai nasib" atau "mencintai takdir". Frasa ini digunakan untuk menggambarkan suatu sikap ketika seseorang melihat segala sesuatu yang terjadi dalam hidupnya seperti penderitaan dan kehilangan merupakan bagian dari kehidupan yang tidak perlu diratapi berlebihan mengingat semua orang mengalami hal yang sama dengan kadar yang berbeda. Ketika kita sudah menjaga uang atau HP namun terjatuh, biasanya kita berlebihan dalam kesedihan dan kesedihan itu tidak lantas menyebabkan uang dan HP yang hilang menjadi kembali.
Memang menerima takdir bukanlah sesuatu yang mudah. Mengingat ego di dalam diri kita ingin selalu mengubah sesuatu sesuai apa yang kita inginkan. Â Yaitu ego yang kuat bahwa hal ini harus begini, hal itu harus begitu dan seterusnya. Jika hal tersebut tidak sesuai kenyataan. Akhirnya, kita hanya akan berandai-andai dan terjebak dalam fatamorgana.
Kita lahir dari orang tua yang seperti apa, cintai takdir itu. kita tumbuh dengan bentuk tubuh yang seperti apapun, cintai takdir itu. Kita bekerja ditempatkan dengan siapapun, cintai takdir itu. kita berada di lingkungan masyarakat yang seperti apa, cintai takdir itu. Bahkan saat belajar rajin tidak membuat kita cerdas, bekerja keras tidak membuat kita kaya, cintai takdir itu. mengingat hakikat hidup tidak terletak pada apa yang kita miliki, namun terletak pada bagaimana kita berjuang dan berusaha, saat kita terus berusaha dan tidak putus asa maka itu hakikat hidup, akhirnya nanti takdir apapun yang menghampiri "cintai takdir itu", maka hidup kita akan tetap tenang, damai, dan bahagia. Epictetus seseorang yang masuk dalam pembuangan dan menjadi budak hidup dalam penderitaan tak pernah menyesali takdir hidupnya, hingga akhirnya menginspirasi banyak orang, tokoh stoa ini berkata: "Jangan menuntut peristiwa terjadi sesuai keinginanmu, tetapi justru inginkanlah agar hidup terjadi seperti apa adanya, dan jalanmu akan baik-baik saja." Itulah cara sederhana untuk mencintai takdir.
4) Memento Mori
"Jika kita menyesali masa lalu dan menghawatirkan masa depan, maka kita tidak memiliki hari ini untuk dinikmati".
Memento Mori merupakan istilah latin kuno yang artinya "ingatlah akan kematianmu". Istilah ini bukan untuk menebar teror ketakutan, justru menginspirasi dan memotivasi agar setiap manusia menjalani kehidupan dengan lebih bermakna, bersungguh-sungguh, dan tidak menyia-nyiakan waktu. Dengan menggunakan memento mori, manusia diharapkan mampu menghargai waktu dengan sebaik-baiknya, waktu digunakan untuk mengusahakan yang terbaik dalam hidupnya daripada hanya menggunakan waktu untuk mengeluh, meratap, dan menyesal.
Fakta bahwa kita semua akan mati adalah kebenaran mutlak, begitu juga fakta bahwa masa lalu yang penuh penyesalan tidak dapat diubah, masa depan pun bagian dari misteri seperti uangkapan Marcus Aurelius "masa lalu adalah sejarah, masa depan adalah misteri, dan masa sekarang adalah hidupmu". Memento mori akan membawa kita kembali ke masa sekarang lebih tepatnya masa saat ini. Fakta menunjukkan bahwa kita hidup di masa kini, saat ini, bukan masa lalu ataupun masa depan. Dalam hal ini Filsuf Seneca mengatakan "Manusia kehilangan siang hari karena mengharapkan malam, dan kehilangan malam hari karena takut akan fajar." Sehingga tidak memiliki waktu saat ini untuk dinikmati.
Memento Mori adalah sebuah ekspresi yang menggambarkan agar kita selalu mengupayakan peningkatan kualitas diri saat ini, fokus terhadap apa yang penting dan bernilai di masa saat ini, melakukan yang terbaik saat ini, dan jangan lupa menikmati saat ini. Bukankah kebanyakan orang menyesali waktu yang lewat karena tidak bisa melakukan yang terbaik saat waktu lewat itu masih menjadi "saat ini?".
Jika bisa mengamalkan ajaran Stoicism, kita akan tumbuh tidak hanya tenang dan bahagia, tetapi juga menjadi pribadi yang sehat secara mental, pribadi yang produktif, serta berdiri tegak seperti batu karang. Sebagaimana disampaikan Marcus Aurelius "pribadi Stoicism seperti batu karang, yang tidak putus-putusnya dipukuli ombak. Tak saja ia berdiri tegak, bahkan ia menentramkan amarah ombak-ombak dan gelombang-gelombang itu."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H