Para penyelam yang mencari mutiara dalam ilmu filsafat pasti sudah mengenal Filsuf paling berpengaruh di dunia, Socrates. Jika ada yang mengatakan penjelajah alam filsafat atau bahkan berbaiat sedang menempuh hidup dengan berfilsafat tetapi belum mengenal nama tersebut berarti kesaksiannya diragukan, bacaannya dipertanyakan. Banyak sekali ilmuan dan Filsuf yang mengatakan jika perkembangan disiplin ilmu pengetahuan modern saat ini pada dasarnya hanyalah catatan kaki--catatan kaki dari dua orang tokoh besar filsafat, Plato dan Arsitoteles. Jika hipotesa itu benar, maka premisnya harus ditambah bahwa "Plato dan Aristoteles adalah penerus dari Socrates, karena Arsitoteles adalah murid Plato, sedangkan Plato merupakan murid paling setia dari Socrates, semua pemikiran Plato merupakan buah ijtihad dari Socrates".
Filsuf yang memiliki adagium "Hidup yang tidak diuji adalah kehidupan yang tidak berharga" ini sampai disebut oleh kawannya dari Oracle Delphi sebagai orang paling bijaksana dari Athena, tidak sedikit pula yang menyebutkan jika Socrates sejatinya adalah Nabinya Allah. Mengingat dalam literature hadits terungkap ada 124.000 nabi dan 315 rasul. Misalnya dalam hadits Imam Ahmad yang bersumber dari Abu Umamah. Nabi Muhammad SAW bersabda "aku bertanya, Ya Rasulullah, ada berapakah jumlah nabi?" Rasulullah menjawab, "Nabi ada 124.000 dan diantara mereka ada para rasul sebanyak 315, mereka sangat banyak." Bahkan seorang penulis asal Selangor Malaysia alumni Universitas Brawijaya Malang, Muhammad Alexander sampai menulis buku "Luqmanul Hakim (Surat Lukman dalam Al-Qur'an) adalah Socrates Berkulit Hitam", Lukman yang mendapat julukan hakim (yang bijaksana) dalam Al-Qur'an menurut penelitian Muhammad Alexander memiliki ciri-ciri yang sama dengan Socrates.
Lalu bagaimana metode dialektika Socrates? Bagaimana proses mencari kebenaran menggunakan metode dialektik? Dan apa saja contoh ketika Socrates menggunakan metode tersebut? Metode dialektika atau metode kebidanan (karena ibu Socrates adalah seorang bidan), adalah sebuah metode yang digunakan oleh Socrates untuk mengungkap kebenaran-kebenaran universal pada individu melalui percakapan atau dialog. Demi sebuah proyek mencari kebenaran ini Socrates menghabiskan hidupnya dengan menyusuri jalan-jalan dan lorong-lorong hingga sudut-sudut Athena, ia menemui orang-orang yang mau diajak berdiskusi. Konon ia pernah berkata "Athena itu seperti kuda lamban, akulah yang menyengatnya agar beringas."
Dalam bukunya Ustadz Fahruddin Faiz digambarkan bahwa dalam menjalankan proyeknya Socrates setiap kali berdiskusi dan berdebat dengan orang lain, pertama-tama Socrates menempatkan dirinya sebagai "orang bodoh" yang tidak mengetahui apa-apa. Layaknya orang bodoh maka dia akan aktif bertanya, Socrates akan terus bertanya sampai lawan bicara menyadari kesalahan-kesalahan dan kelemahan-kelemahan dari yang diyakini selama ini. Selanjutnya, lagi-lagi Socrates akan terus bertanya sampai lawan bicara berhasil memahami dan menyimpulkan sendiri seperti apa pandangan dan pemahaman yang benar. Tanpa disadari oleh lawan diskusinya, Socrates meggiringnya untuk mencapai pemahaman yang benar, tanpa harus mengguruinya.
Dengan metode diskusi seperti semacam ini, tentu saja lawan diskusi tidak merasa bahwa sebenarnya yang menunjukkan kebenaran adalah Socrates, karena ia akan merasa bahwa usahanya sendirilah yang menyebabkan ia sampai pada kesimpulan yang benar tersebut. Gaya ini disebut seperti seorang bidan yang membantu ibu-ibu yang mau melahirkan. Pada dasarnya yang melahirkan itu ibu-ibu itu sendiri, tetapi jasa bidanlah yang membuat ibu-ibu itu melahirkan dengan lancar.
Model berdiskusi seperti itu memenuhi hampir semua cerita tentang Socrates yang dipaparkan oleh muridnya Plato. Untuk itu disini akan dipaparkan setidaknya dua proses mencari kebenaran melalui metode dialektika yang diambil dari percakapan Socrates dengan Jenderal bernama Laches dan juga ketika Socrates bertemu teman baiknya.
Ujian Tiga Lapis
Pada suatu hari Socrates berkunjung kerumah temannya yang begitu gembira atas kedatangannya. Temannya lalu berkata "Socrates, tahukah kamu apa saja yang aku dengar tentang salah seorang muridmu?." Pertanyaan itu menunjukkan teman Socrates mengajak untuk ghibah.
Socrates lalu menjawab "Tunggu sebentar, sebelum kamu bercerita kepadaku, aku ingin kamu jawab dulu tiga pertanyaan berikut, namanya ujian tiga lapis."
"Pertanyaan pertama adalah ujian kebenaran, apakah kamu merasa sudah pasti benar berita tentang muridku yang akan kamu ceritakan itu?."
"Tidak" jawab temannya. "Sebenarnya aku mendengarnya dari orang lain"
"Baik," kata Socrates. "Jadi, kamu tidak tahu apakah yang akan kamu ceritakan itu berita benar atau salah. Sekarang menuju lapis kedua, ujian kebaikan. Apakah yang akan kamu katakan tentang muridku itu adalah cerita tentang sesuatu yang baik?."
"Tidak, ini cerita tentang keburukan muridmu.." jawab temannya
"Jadi," kata Socrates. "Kamu ingin bercerita tentang sesuatu yang buruk tentang dirinya, meskipun kamu tidak yakin apakah berita itu benar."
Temannya mengangguk dan merasa agak malu. Socrates melanjutkan bertanya, "Pertanyaan ketiga, ujian kemanfaatan. Apakah yang akan kamu katakan padaku tentang muridku itu akan ada manfaatnya bagiku?"
"Tidak, kukira tidak ada manfaatnya.." jawab temannya.
"Kesimpulannya", kata Socrates. "Cerita yang akan kau katakan padaku itu belum tentu benar, tentang sesuatu yang buruk dan tidak berguna, lalu mengapa kamu masih akan menceritakan juga?"
Lelaki teman Socrates itu terdiam dan merasa malu.
Makna Keberanian
Socrates: Coba ceritakan bagaimana keberanian itu Laches?
Laches: Ya Tuhan, itu mudah, Socrates! Jika seseorang siap tempur menghadapi lawan, dan tidak melarikan diri atau mundur, itulah keberanian.
Socrates: Pada pertempuran Platea, demikian riwayatnya, pasukan Spartan menghadapi Pasukan Persia. Mereka tidak punya pertahanan yang baik, sehingga terpukul mundur. Setelah mundur, pasukan Spartan menyusun strategi dan maju lagi dengan mengamuk bak banteng terluka dan memenangkan akhir pertempuran. Apakah pasukan Spartan bukan pemberani karena sempat terpukul dan mundur?
Laches: .......!
Dari dua cerita diatas menunjukkan bagaimana Socrates menggunakan metode dialektika untuk menemukan kebenaran, kebenaran ditemukan dari orang yang diajak diskusi melalui metode bertanya, seperti seorang bidan yang membantu ibu-ibu melahirkan. Dalam cerita pertama sahabat Socrates menyadari bahwa menceritakan tentang orang lain jika kontennya belum tentu benar, bahan cerita tentang keburukan maka tidak akan membawa manfaat atau unfaedah. Dalam cerita kedua, Nicias dan Laches dengan dibimbing melalui pertanyaan-pertanyaan lanjutan dari Socrates akhirnya menemukan jawaban bahwa keberanian harus mengandung unsur pengetahuan, kesadaran akan yang baik dan buruk, dan tidak harus ditentukan oleh peperangan.
Metode dialektika ini terus dijalankan oleh Socrates sehingga banyak sekali yang tersadarkan jika orang yang dianggap bijak oleh masyarakat ternyata tidak memahami apa yang sesungguhnya mereka ketahui. Kenyataan itu akhirnya menumbuhkan kebencian para kaum sofis kepada Socrates, kaum sofis adalah orang sombong yang merasa mengerti apa saja dan ahli dalam kemahiran pidato untuk melakukan maksud-maksud jahat. Rasa sakit hati itulah yang akhirnya membawa Socrates didakwa pengadilan dan dijatuhi hukuman mati, dengan dakwaan merusak generasi muda.
Sebenarnya Socrates dapat terbebas dari hukuman mati, namun beliau beranggapan jika ajarannya lebih agung daripada nyawanya dan menggadaikan kebenaran ditukar dengan kehidupan, maka ketika sudah wafat ajarannya tidak akan dilestarikan. Saat mendengar keputusan persidangan, Socrates tampak begitu tenang, dan malah berkata "Di alam kematian, aku bisa selamanya mengajukan pertanyaan-pertanyaan filsafat kepada setiap orang yang aku jumpai."
Ucapan Socrates akhirnya terbukti, ajaran filsafatnya mengilhami hampir seluruh Filsuf barat dan timur, dasar filsafatnya ditelaah, dikembangkan dan akhirnya ilmu pengetahuan beranak pinak menjadi sangat luas, manusia tercerahkan, dunia menjadi modern, dan kehidupan menjadi mudah, itu semua berawal dari pondasi filsafat yang dibangun oleh Socrates. mengingat filsafat adalah ibu atau induk (mother of science) dari semua ilmu pengetahuan.
Blitar, 29 Mei 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H