Mohon tunggu...
Ahmad Izzuddin
Ahmad Izzuddin Mohon Tunggu... Mahasiswa - saya adalah seorang mahasiswa

Diam adalah salah satu cara untuk tidak meninggalkan luka pada orang disekitar kita

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Perlindungan Populasi Sipil: Tantangan dan Peluang HHI dan R2P Dalam Konflik Ethiopia di wilayah Tigray

3 Desember 2024   18:19 Diperbarui: 4 Desember 2024   07:42 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Krisis Tigray di Ethiopia

Dalam hubungan internasional, konsep R2P atau yang biasa disebut dengan Responsibility to Protect agar menekankan bahwa setiap orang ataupun negara bertanggung jawab untuk melindungi manusia dari kejahatan berat seperti genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan, penyucian etnis, dan kejahatan perang. Pada tahun 2001, laporan Komisi Internasional untuk Intervensi dan Kedaulatan Negara-Negara (ICISS) telah memperkenalkan ide R2P di ranah internasional. Pada Pertemuan Puncak Kepala Negara dan Pemerintahan ditahun 2005, komunitas internasional menerimanya dengan R2P mengatakan bahwatanggung jawab utama setiap negara adalah melindungi penduduknya dari ancaman kejahatan internasional agar tetap merasa aman, damai dan tentram. Akan tetapi jika suatu negara tidak dapat atau tidak bisa melakukan tanggung jawab secara baik dan benar maka akan diserahkan kepada komunitas internasional termasuk melalui intervensi militer untuk melindungi kemanusiaan. R2P telah melakukan kerjasamanya dengan organisasi lain untuk menciptakakan hubungan yang global dalam ranah perlindungan hak asasi manusia,organiasasi tersebut adalah Human Rights Watch, International Crisis Group, Oxfam International dan organisasi lainnya.

Ethiopia adalah negara yang berada di Tanduk Afrika dan menjadi perhatian dunia.Yang menjadikan Ethiopia menjadi perhatian dunia di karenakan adanya ketegangan etnisdan persaingan kekuasaan di antara berbagai kelompok yang menjadikan banyak dimensi danmenimbulkan konflik baru. Salah satu konflik terbesar yang ada di Ethiopia terjadi di wilayah Tigray. Adanya perlawanan antara pemerintah Ethiopia dengan Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF). Melalui konflik ini telah menyebabkan kerusakan kemanusiaan yangsignifikan, seperti kelaparan, pengungsian massal, dan laporan pelanggaran hak asasi manusia oleh kelompok bersenjata. Dengan eskalasi konflik, terdapat kekhawatiran tentang kemungkinan genosida. Selain itu, melalui prinsip R2P dapat mendorong intervensi internasional yang masih menjadi perbincangan di Ethiopia.

Konflik di Tigray berakar dari sejarah panjang ketegangan politik dan etnis di Ethiopia. Setelah Perdana Menteri Abiy Ahmed mengambil alih kekuasaan pada 2018, ia memulai reformasi politik besar-besaran, termasuk upaya untuk mengurangi dominasi TPLF dalam pemerintahan federal. Ketegangan meningkat ketika TPLF menolak penundaan pemilu nasional akibat pandemi COVID-19 pada 2020, yang kemudian memicu eskalasi militer. Dalam waktu singkat, konflik ini menyebar ke wilayah lain seperti Amhara dan Afar, memperburuk situasi kemanusiaan.

Dampak konflik yang terjadi terhadap warga sipil sangat mengerikan. Ribuan orang tewas, dan lebih dari dua juta orang dipaksa mengungsi. Banyak yang tinggal di kamp pengungsian yang padat dan tidak memiliki akses memadai ke makanan, air bersih, atau layanan kesehatan. Anak-anak menjadi korban yang paling rentan, kehilangan akses ke pendidikan dan menghadapi risiko kelaparan.

Selain itu, laporan tentang kekerasan berbasis gender, termasuk pemerkosaan massal, menunjukkan bagaimana populasi sipil, terutama perempuan dan anak perempuan, menjadi sasaran dalam konflik ini. Pelanggaran hak asasi manusia ini menggarisbawahi kebutuhan mendesak akan perlindungan internasional dan tanggapan yang efektif.

Dalam hal ini HHI fokus pada menyediakan bantuan kesehatan dan kebutuhan dasar lainnya selama krisis kemanusiaan. HHI telah diterapkan oleh berbagai organisasi internasional seperti Palang Merah, UNHCR, dan WHO. Namun, akses ke wilayah konflik sering kali terhambat oleh hambatan logistik dan politik. Pasokan bantuan seringkali tidak mencapai wilayah yang paling membutuhkan karena blokade atau kurangnya keamanan.

R2P adalah doktrin internasional yang menyatakan bahwa negara memiliki tanggung jawab utama untuk melindungi populasinya dari genosida, kejahatan perang, pembersihan etnis, dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Jika sebuah negara gagal melakukannya, komunitas internasional memiliki kewajiban untuk campur tangan, termasuk melalui intervensi militer jika diperlukan. Dalam kasus Ethiopia, meskipun ada bukti pelanggaran berat, penerapan R2P menghadapi tantangan besar karena sensitivitas politik dan kedaulatan negara.


terdapat beberapa tantangan utama dalam melindungi populasi sipil di Ethiopia, meskipun prinsip HHI dan R2P sudah diakui secara luas, diantaranya:

  • Akses terbatas ke wilayah konflik

Banyak wilayah yang paling terdampak berada di zona konflik aktif, membuat organisasi kemanusiaan sulit menjangkau mereka yang membutuhkan. Selain itu, blokade militer yang diterapkan oleh pemerintah atau kelompok bersenjata sering kali memperburuk situasi.

  • ketegangan Geopolitik

Konflik Ethiopia telah menarik perhatian internasional, dengan beberapa negara mendukung pihak-pihak tertentu. Kepentingan politik dan ekonomi ini sering kali menghalangi upaya kolektif untuk melindungi warga sipil secara efektif.

  • kurangnya pendanaan

Respon kemanusiaan membutuhkan dana besar. Namun, banyak organisasi internasional melaporkan kekurangan dana yang signifikan, yang membatasi kemampuan mereka untuk memberikan bantuan dalam skala besar.

  • Ketidakseimbangan antara kedaulatan negara dan intervensi internasional

Doktrin R2P sering kali bertabrakan dengan prinsip kedaulatan negara. Pemerintah Ethiopia menolak intervensi internasional yang dianggap sebagai pelanggaran terhadap otoritasnya, bahkan ketika ada bukti kuat bahwa mereka gagal melindungi warganya.

 Meskipun terdapat banyak tantangan yang signifikan, terdapat beberapa peluang untuk meningkatkan perlindungan populasi sipil di Ethiopia, diantaranya:

  • Pendekatan Multilateral

Kerja sama internasional yang melibatkan PBB, Uni Afrika, dan organisasi kemanusiaan dapat memperkuat upaya perlindungan. Uni Afrika, sebagai organisasi regional, memiliki peran penting karena kedekatan geografis dan hubungan politiknya dengan Ethiopia.

  • Penguatan Kapasitas Lokal

Melibatkan komunitas lokal dan organisasi masyarakat sipil dapat membantu memberikan bantuan yang lebih tepat sasaran. Pendekatan berbasis komunitas ini juga dapat mengurangi ketergantungan pada organisasi internasional.

  • Diplomasi Kemanusiaan

Upaya diplomatik yang terus-menerus diperlukan untuk membuka akses ke wilayah konflik. Negosiasi dengan pihak-pihak yang bertikai dapat memungkinkan masuknya bantuan kemanusiaan dan perlindungan bagi warga sipil.

  • Penggunaan Teknologi

Teknologi seperti drone dan pemetaan digital dapat membantu memantau situasi di wilayah konflik dan mengidentifikasi kebutuhan mendesak. Hal ini memungkinkan organisasi kemanusiaan merespons dengan lebih cepat dan efisien.

Organisasi internasional memiliki tanggung jawab besar untuk mendukung perlindungan sipil di Ethiopia. Selain memberikan bantuan langsung, mereka juga harus mendesak pemerintah Ethiopia dan kelompok bersenjata untuk menghormati hukum humaniter internasional. Tekanan diplomatik, termasuk melalui sanksi ekonomi atau embargo senjata, dapat digunakan untuk mendorong solusi damai.

Namun, Organisasi internasional juga harus berhati-hati agar tidak memperburuk situasi. Intervensi yang tidak sensitif terhadap dinamika lokal dapat meningkatkan ketegangan atau memperpanjang konflik. Oleh karena itu, setiap langkah harus didasarkan pada pemahaman mendalam tentang konteks lokal dan melibatkan semua pemangku kepentingan.

Konflik di Ethiopia menunjukkan betapa pentingnya perhatian dunia terhadap perlindungan warga sipil dalam situasi krisis. Dampak konflik ini tidak hanya merenggut nyawa, tetapi juga menghancurkan kehidupan jutaan orang. Prinsip-prinsip seperti HHI dan R2P menjadi pedoman penting dalam menangani situasi seperti ini, meskipun penerapannya seringkali menghadapi berbagai tantangan.

Melalui kerja sama yang kuat antara oranisasi internasional, pemerintah Ethiopia, dan organisasi lokal, ada peluang untuk mengurangi penderitaan dan memulihkan stabilitas. Perlindungan terhadap warga sipil bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi juga kewajiban bersama untuk memastikan bahwa hak asasi manusia dihormati di seluruh dunia.

penulis:

Arifah, Wulan, Alisya, Izzuddin, Alan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun