Mohon tunggu...
Ahmad Husain
Ahmad Husain Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Suka Berenang, Baca Novel

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Perkawinan dan Perceraian dalam KHI

21 Maret 2023   09:52 Diperbarui: 21 Maret 2023   21:57 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama   : Ahmad Husain

Nim     : 212121182

Prodi   : HKI 4E

PERKAWINAN DAN PERCERAIAN

MENURUT HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA

PENGERTIAN HUKUM PERDATA ISLAM DI INDONESIA

  • Hukum Perdata Islam adalah suatu ketetapan atau hukum di dalam islam yang mengatur atas hubungan individu dengan individu ataupun individu dengan kelompok di lingungan warga negara Indonesia yang beragama islam. Hal ini bertujuan agar terciptanya kehidupan tertib hukum, tertib sosial, dan kenyamanan atas hubungan antara seseorang dengan yang lainnya, baik hubungan dalam lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat luar.
  • Hukum perdata Islam dalam fiqih Islam dikenal dengan istilah fiqih mu'amalah, yaitu ketentuan (hukum Islam) yang mengatur hubungan antar orang-perorangan. Dalam pengertian umum, hukum perdata Islam diartikan sebagai norma hukum yang berhubungan dengan hukum keluarga Islam, seperti hukum perkawinan, perceraian, kewarisan, wasiat dan perwakafan. Sedangkan dalam pengertian khusus, hukum perdata Islam diartikan sebagai norma hukum yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan hukum bisnis Islam, seperti hukum jual beli, utang piutang, sewa menyewa, upah mengupah, syirkah/serikat, mudharabah, muzara'ah, mukhabarah, dan lain sebagainya.
  • Lahirnya hukum perdata tidak terlepas dari kodrat manusia sebagai makhluk sosial yang selalu mengadakan hubungan antara satu dan lainnya. Hubungan antarmanusia sudah terjadi sejak manusia dilahirkan hingga meninggal dunia. Pendapat bahwa timbulnya hubungan antara manusia adalah kodrat dirinya karena takdirnya manusia untuk hidup bersama, dan melaksanakan kodrat hidup sebagai proses kehidupan manusia yang .alamiah sejak dilahirkan sampai dengan wafatnya. Proses interaksi terjadi semenjak manusia hidup, yaitu antara kaum laki-laki dengan sesama jenis gendernya, perempuan dengan sesamanya, atau lakilaki dengan perempuan. Dengan adanya hubungan tersebut, terjadilah perkawinan. Karena manusia bukan binatang, perkawinan harus diatur oleh berbagai tuntunan, baik yang datang dari agama yang dianut maupun dari undang-undang yang berlaku, atau adat yang dijadikan standar moralitas sosial dalam suatu masyarakat.

PRINSIP PERKAWINAN DALAM UU NO 1 TAHUN 1974 DAN KHI

Prinsip -- prinsip perkawinan sebenarnya sudah tertera sesuai yang ada pada Pasal 1-4 yaitu sebagai berikut rinciannya:

  • Pasal 1 : Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara pria dan wanita sebagai suami dan istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha esa.
  • Pasal 2 ayat (1) : Perkawinan sah jika dilakukan menurut hukum masing -- masing agamanya dan kepercayaan itu. (2) : Tiap -- tiap perkawinan di catat menurut peraturan undang -- undang yang berlaku
  • Pasal 3 ayat (1) : Pada asasnya suatu perkawinan seorang pria hanya boleh memiliki satu istri. (2) : Pengadilan memperbolehkan poligami jika di izinkan pihak -- pihak yang bersangkutan.
  • Pasal 4 ayat (1) : suami yang akan poligami wajib mengajukan permohonan kepada pengadilan yang ada di domisilinya/tempat tinggalnya berada. (2) : Pengadilan akan memberikan izin kepada suami untuk poligami apabila memenuhi setidaknya tiga syarat yaitu, pertama istri tidak menjalankan kewajibannya sebagai seorang istri, kedua istri memiliki cacat baik di anggota badan atau lainnya yang mana tidak dapat di sembuhkan, ketiga istri tidak dapat menghasilkan keturunan/mandul.
  • Untuk lebih mudahnya saya berikan ringkasan terkait prinsip - prinsip yang disebutkan oleh pasal diatas, (1) Tujuan perkawinan itu adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan halal. (2) Sah tidaknya perkawinan sangat bergantung pada ketentuan hukum agama dan juga kepercayaan yang dianut masing -masing. (3) Menekankan asas monogami. (4) Calon suami dan istri harus dewasa jiwa dan raganya. (5) Mempersulit ada dan terjadinya perceraian. (6) Kedudukan seorang suami sebagai kepala keluarga dan istri sebagai ibu rumah tangga adalah seimbang.
  • Adapun prinsip -- prinsip perkawinan yang di berikan oleh Kompilasi Hukum Islam adalah sebagai berikut, (1) Perkawinan berdasarkan dan untuk menegakkan hukum Allah. (2) Ikatan perkawinan yang terjadi adalah untuk selamanya. (3) Suami dan istri masing -- masing bertanggung jawab. (4) Menjadikan monogami sebagai prinsip dan poligami sebagai pengecualian.

PENTINGNYA PENCATATAN NIKAH

  • Urgensi dari pencatatan nikah sendiri itu yaitu buku nikah yang nantinnya akan dimiliki merupakan bukti otentik tentang keabsahan pernikahan itu baik secara negara ataupun agama.
  • Sedangkan hikmah yang didapatkan dari pencatatan nikah adalah tertib administrasi pernikahan, jaminan memperoleh hak -- hak tertentu, memberikan perlindungan status pernikahan, memberikan kepastian hukum suami, istri, dan anak.
  • Kondisi pencatatan perkawinan lebih dikarenakan adanya ikatan batin yang menyatukan tiga dimensi religius, sosial, dan hukum dengan itu akan muncul konsekuensi sebagai berikut, sosial yaitu terbentuknya struktur sosial baik keluarga inti yang menjadi cikal bakal komunitas sosial. Yuridis yaitu seperti yang sudah diakui oleh masyarakat , perkawinan merupakan lembaga yang diakui oleh hukum, sehingga keutuhan dan keberlangsungan dalam sebuah tatanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara akan dijamin oleh hukum. Dan religius yaitu meski sebelumnya diharamkan, setelah terbentuknya ikatan lahir batin, antara suami istri yang melangsungkan akad pernikahan dihalalkan untuk melakukan hubungan intim biologis.
  • Kemudian dampak yang dihasilkan apabila calon suami dan istri tidak melakukan pencatatan nikah secara sosiologis sang istri kurang mendapatkan perlindungan hukum bila terjadi kekerasan dalam rumah tangga karena secara hukum status suami terbebas dari tanggung jawab. Kemudian secara yuridis istri tidak dianggap sebagai istrinya yang sah. Akibatnya, sang suami dapat mengingkari atas perkawinanya. Dan secara religius istri tidak dapat menuntut hak nafkah dan hak warisan manakala suami meninggal dunia. Begitulah kira -kira kerugian yang didapatkan menurut tiga aspek diatas hanya dikarenakan calon suami dan istri enggan untuk melakukan pencatatan nikah.

PERKAWINAN WANITA HAMIL PERSPEKTIF KHI DAN ULAMA

  • Peranan keluarga begitu dibutuhkan dalam pendidikan akhlak anak-anaknya, terutama remajanya. Hal-hal yang terkandung di dalam pasal 53 Kompilasi Hukum Islam, diawali dengan kehidupan laki-laki dan wanita yang saling mengenal kemudian terambisi oleh nafsu setan sehingga pergaulan bebas terjadi dan menyebabkan kehamilan bagi remaja putri atau wanitanya merupakan fenomena yang memalukan dalam kehidupan ini.
  • Hukum menikahi wanita hamil yang disebutkan di dalam KHI adalah diletakkan pada kategori hukum boleh, tidak mesti seperti yang dianut oleh kehidupan berdasar hukum adat. Memang, pendefinisian kebolehan kawin hamil yang diatur dalam KHI, sedikit banyak beranjak dari pendekatan kompromistik dengan hukum adat. Pengkompromian ini dilakukan karena mengingat memang realitanya dalam fiqih masalah ini menjadi ikhtilaf (perbedaan), di samping mempertimbangkan faktor sosiologis dan psikologis. Dari berbagai faktor inilah kemudian ditarik suatu kesimpulan berdasar asas istislah (mengambil yang lebih baik). Sehingga, tim perumus KHI berpendapat lebih besar maslahat membolehkan kawin hamil daripada melarangnya, tentunya dengan berberapa persyaratan tertentu.
  • Permasalahan nikah dengan perempuan hamil di luar nikah akibat zina diperlukan ketelitian dan perhatian yang bijaksana bagi Pegawai Pencatat Nikah. Hal ini disebabkan karena semakin longgarnya norma-norma moral dan etika sebagian masyarakat, terlebih mereka yang masih remaja dan kesadaran keagamaannya labil.
  • Menurut Imam Malik dan Imam Ahmad boleh menikahi wanita hamil asal yang menikahinya adalah yang menghamilinya, apabila yang menikahinya orang yang bukan menghamilinya maka menurut mereka haram hukumnya.

KIAT - KIAT MENGHINDARI PERCERAIAN

  • Memang di dalam agama islam perceraian bukanlah hal yang haram untuk dilakukan atau biasa disebut sebagai hal halal akan tetapi dibenci oleh Allah karena perceraian sendiri merupakan aib bagi seseorang yang sudah melakukan akad pernikahan dengan janji -- janji yang sudah diucapkannya tatkala itu.
  • Perceraian berarti putusnya perkawinan atau berakhirnya hubungan suami istri. Putusnya perkawinan tergantung dari segi siapa yang berkehendak untuk memutuskan perkawinan. Menurut hukum Islam dalam hal ini terdapat 4 (empat) kemungkinan sebagaimana menurut Amir Syarifuddin, Putusnya perkawinan atas kehendak Allah sendiri melalui kematian; Putusnya perkawinan atas kehendak suami disebut talak; Putusnya perkawinan atas kehendak istri disebut khulu; Putusnya perkawinan atas kehendak hakim sebagai pihak ketiga disebut fasakh.
  • Kemudian kiat -- kiat mencegah terjadinya perceraian bisa dengan melakukan hal -hal sebagai berikut,
  • Senantiasa bersikap lemah lembut antara satu sama lain
  • Bersikap adil dalam berumah tangga dalam hal apapun
  • Bersikap setia dengan pasangan yang telah dipilihnya
  • Selalu mencari solusi agar tidak memperpanjang pertengkaran, dalam hal ini keduanya wajib terus belajar untuk menjadi orang yang dewasa sehingga tercapai kehidupan rumah tangga yang damai dan saling mengerti satu sama lain. jangan sampai bahaya dendam dalam islam terjadi pada kehidupan rumah tangga.
  • Harus menanamkan rasa saling memaafkan
  • Rutin untuk mengoreksi diri sendiri, Hal ini penting sebab menjadi bahan untuk memperbaiki diir dan meningkatkan kasih sayang. Untuk mengatasinya wajib senantiasa instropeksi tentang semua sikap atau tutur Kata yang disampaikan pada pasangan dan selalu berusaha memberikan yang terbaik sesuai kemampuan sehingga terjalin rumah tangga yang damai dan jauh dari perceraian.

RINGKASAN BUKU

  • Judul Buku : Perkawinan di Bawah Umur dan Siri Dalam Hukum Perdata Islam di Indonesia
  • Pengarang : Dr. Jumni Nelli, M.Ag.
  • Kesimpulan yang didapat dari review buku diatas adalah bahwasannya pernikahan dini masing sering terjadi bahkan mencapai status marak dan hamper menjadi hal yang wajar di Indonesia, terlepas dari pengaruh pergaulan bebas yang diberikan oleh negara barat, pernikahan dini di Indonesia juga dikarenakan faktor - faktor seperti paksaaan dari orangtua, pengaruh ekonomi yang yang masih begitu susah untuk di atasi yang mengharuskan orang tua menikahkan putrinya dengan pertimbangan bahwa mereka merasa tidak mampu untuk menghidupinya juga karena dianggap sudah cukup umur, dengan pernikahan yang dini itu diharapkan anaknya bisa hidup bersama dengan suaminya tanpa membebani orang tuanya lagi.
  • Faktor yang paling perlu untuk diatasi oleh pemerintah adalah memberikan edukasi kepada masyarakat terkait dengan peraturan undang - undang yang terbaru berkaitan dengan umur minimal perkawinan, kemudian dampak -dampak buruk yang muncul apabila tetap dilakukan perkawinan dini. Dengan itu masyarakat mendapatkan pengetahuan sebelum mereka menikah atau menikahkan anak - anaknya. Sebab masyarakat melakukan nikah dini diantara sebabnya adalah minimnya pengetahuan dan pendidikan yang mereka dapatkan.
  • Kemudian perihal nikah dibawah tangan/siri, Sebagaimana yang terjadi dalam kasus nikah siri, masih banyak kaum perempuan yang beranggapan bahwa nikah siri adalah suatu bentuk tanggung jawab moral kaum laki-laki yang bersedia melewati tahapan hubungan yang lebih serius. Untuk sesaat memang bisa dibenarkan, namun secara faktual proses pernikahan tersebut sangat tidak adil gender mengingat kaum perempuan akan menuai banyak permasalahan dikemudian harinya. disebutkan di dalam buku bahwa faktor - faktor yang menyebabkan nikah dini di Indonesia tidak jauh berbeda dengan faktor - faktor pernikahan dini.
  • Penulis demi membuktikan teori - teori tadi melakukan penelitian di daerah aceh bahwasannya kebanyakan masyarakat disana yang melakukan nikah siri karena ikatan dinas, mereka tidak diperbolehkan menikah dahulu sebelum menyelesaikan ikatan dinas dalam jangka waktu tertentu, kemudian masalah poligami, masyarakat mengetahui akan susahnya berpoligami di negri ini sehingga memilih untuk menikah siri saja tanpa harus repot - repot mengurusnya, karena mereka juga mengetahui bahwa nikah siri sejatinya di dalam islam tetap sah hukumnya.
  • Buku ini menginspirasi saya untuk tidak melakukan pernikahan baik dini maupun siri, juga menjadikan saya semangat di dalam mengedukasi para masyarakat terkait hal - hal yang perlu diperhatikan sebelum menikah, agar wawasan mereka terbuka dan mengurangi perceraian yang terjadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun