Mohon tunggu...
ahmad hassan
ahmad hassan Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Berkecimpungan dalam dunia pendidikan. Suka musik klasik & nonton film. Moto "semua sudah diatur".

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kejahatan (Tak) Sempurna [#1/2]

31 Desember 2022   10:01 Diperbarui: 31 Desember 2022   10:00 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terletak di lingkungan kampus yang dikenal hijau dan asri itu, keberadaan telaga itu memiliki arti penting bagi seluruh biosfer yang ada di dalamnya. Membentang cukup luas, telaga itu menjadi icon dan daya tarik tersendiri bagi kampus tersebut. Meski tidak terbentuk secara alami, telaga itu memperindah lanskap yang sudah ada serta menawarkan pemandangan yang menawan untuk dipandang.

Dilengkapi fasilitas trotoar bagi pejalan kaki, telaga itu dibentuk sedemikian rupa agar dapat dinikmati dan dipakai demi kebaikan dan kemaslahatan bersama. Keberadaannya diharapkan dapat bermanfaat tidak hanya sebagai sarana rekreasi tapi juga tempat yang dapat menunjang berbagai aktivitas yang relevan dengan semangat peduli dan ramah terhadap lingkungan sekitarnya.

Telaga itu menghadirkan pesona dari berbagai sisi dan sudut yang dimilikinya. Airnya yang bersih dan jernih, mengalir dengan tenang. Ketika pancaran sinar matahari jatuh dan menyentuhnya, permukaannya tampak berkilauan bak intan permata.

Burung-burung yang berkicau dan beterbangan, sesekali hinggap di atas bunga teratai yang tersebar di atas permukaannya. Bak sebuah orkestra yang padu dan saling melengkapi, semua atraksi alami itu mampu menghadirkan kesan rileks dan santai bagi para pengunjung yang memandangnya.

Namun sebuah pemandangan yang mengerikan mendadak mengubah suasana di pagi itu. "Arhhh!" Jerit histeris seorang mahasiswi menggema saat menjadi saksi penemuan menggemparkan itu. Sesosok mayat laki-laki mengambang di pinggir telaga yang ditumbuhi sekumpulan enceng gondok yang tersebar di sekitarnya. Kegemparan serta-merta meliputi seluruh kampus yang tadinya aman dan damai seketika berubah menjadi tegang dan mencekam.

Saat mengetahui kabar buruk tersebut, kecemasan segera meliputi dirinya. Bayangan akan firasat yang tak diinginkan itu menjadi nyata, memenuhi benaknya dan membuatnya begitu takut. Tatkala semua yang terkait identitas mayat tersebut sudah jelas, ia tertegun dengan penuh ketidakpercayaan. "Oh tidak! Itu memang dirinya, " serunya.

Baca juga: Sengkarut (1/2)

Dengan nafas tersengal-sengal, Lidya terbangun dari tidurnya. Mimpi yang lama hilang itu, muncul kembali. Ia bangkit dari tempat tidur lalu menyalakan lampu sambil menoleh ke arah jam dinding yang menunjukkan pukul 2:40.

Mimpi itu teramat jelas seperti dalam kondisi sadar. Namun, ia tak tahu apa makna mimpi itu kali ini. Ia berusaha untuk melanjutkan kembali tidurnya meski benaknya masih melayang ke peristiwa tragis di telaga itu.

Baca juga: Anak-anak Bangsa

.............

Sebuah mobil sedan berhenti di sebuah pelataran parkir. Setelah suara mesin mobil itu mati, seorang wanita turun dari dalamnya. Ia lalu berjalan menyusuri trotoar yang berada di sepanjang telaga buatan itu.

Sesaat berselang wanita itu keluar dari jalur trotoar kemudian menghentikan langkahnya. Ia lalu duduk bersila di tepi telaga itu. Tak lama kemudian ia berbicara seakan-akan sedang berkata pada seseorang. "Maaf, aku lama tak mampir kesini. Kau datang kembali padaku semalam. Adakah yang ingin kau sampaikan padaku?" ucapnya.

Sambil memandang ke pinggir telaga tempat ditemukannya mayat seorang laki-laki di tempat itu, ia lalu melanjutkan perkataannya. "Aku juga minta maaf karena hingga kini, pelakunya belum juga tertangkap. Andai kau bisa memberiku sedikit tanda atau petunjuk tentang siapa yang telah  begitu tega melakukan hal keji itu padamu, tentu aku tidak perlu datang kembali kesini," ungkapnya.

Masih segar dalam ingatannya, peristiwa tragis yang terjadi sembilan tahun yang lalu itu. Pagi itu seisi kampus mendadak gempar oleh penemuan sesosok jasad di tepi telaga. Saat itu berkembang anggapan jika kematian korban dikarenakan bunuh diri. Namun beberapa hari kemudian, polisi menetapkan kasus itu sebagai pembunuhan.

Mayat yang kemudian teridentifikasi bernama Revan itu, membuat Lidya shock berat. Ia benar-benar tak menyangka kakak tingkatnya itu pergi secepat itu dengan cara yang mengenaskan seperti itu. Begitu pula keluarganya. Mereka sangat terpukul dengan kepergian sang anak untuk selama-lamanya.

Saat peristiwa itu terjadi, Lidya berada di semester tiga sementara Revan semester lima. Mereka berasal dari daerah yang sama dan juga satu SMA. Mereka menjadi semakin kenal dan akrab sejak kuliah di kampus yang sama dan juga fakultasnya.

Lidya mengenal baik Revan sejak SMA. Meski beda setahun, mereka berdua pernah sama-sama aktif di osis semasa SMA. Bagi Lidya, Revan pribadi yang baik, cerdas, energik, hangat, dan menyenangkan. Dari semua itu, karakter yang paling menonjol dari dirinya adalah supel dan gaul. Tak heran jika Revan punya banyak sekali teman tidak hanya laki-laki tapi juga perempuan.

Lidya telah membuktikan sendiri sosok Revan yang seperti itu. Saat dinyatakan lulus tes masuk perguruan tinggi negeri, orang pertama yang dikontaknya adalah Revan. Saat awal kedatangannya, Revan tidak sungkan melakukan berbagai hal untuk membantunya. Menemani mendaftar ke kampus, berburu kosan, mencari berbagai keperluan kuliah atau sehari-hari adalah beberapa contoh diantaranya.

Karena kebaikannya itu, Lidya sangat berterima kasih dan merasa berutang budi pada Revan. Hal itu tidak berhenti sampai disitu saja tapi terus berlanjut di masa selanjutnya.

Di masa perkuliahan telah berjalan, Lidya menjadikan Revan sebagai tempat untuk bertanya di seputar masalah kuliah atau diluar itu. Mereka kerap belajar bersama dan berdiskusi tentang bahan dan materi kuliah ataupun hal-hal lainnya. Hal itu masih terus berlangsung hingga terjadinya peristiwa menggemparkan itu.

Seiring perkuliahan yang mulai memasuki libur akhir semester gasal, intensitas pertemuan dan kontak antara keduanya berkurang. Saat ditanya Lidya perihal pulang kampung, Revan menyatakan ia pengin menghabiskan liburan dan tahun baru di Jakarta saja.

Menjelang peristiwa nahas itu, Lidya sudah bersiap untuk pulang kampung. Jika bukan karena ada urusan penting yang harus ia selesaikan, keinginan itu pasti sudah terlaksana.

Ia sempat mengontak Revan lewat SMS namun tidak dibalas. Begitu pula saat ditelepon, tidak bisa dihubungi. Muncul keheranannya karena Revan tidak pernah seperti itu sebelumnya. Sesibuk-sibuknya ia, tidak mungkin baginya menolak untuk komunikasi dengan orang yang mengontaknya.

Muncul kekhawatiran sekaligus firasat telah terjadi sesuatu pada diri Revan. Lidya sempat mendatangi kosannya tapi hanya mendapati kamar yang kosong. Kerisauannya kian bertambah. Namun tak ada yang dapat ia perbuat selain menunggu dan berharap ada kabar berita dari Revan.
 
Saat tragedi itu terjadi, ia begitu terperanjat dan tak percaya. Meskp tidak dikehendaki, firasat itu benar adanya. Tak ada kesedihan terbesar yang pernah ia rasakan sepanjang hidupnya selain kehilangan sang sahabat pada saat itu. Juga tak ada kemisteriusan terbesar yang pernah ia temui selain kematian sang sahabat.

Meski sudah sembilan tahun berlalu, Lidya tidak akan pernah melupakan Revan sampai kapanpun. Seluruh kenangan dan masa lalunya bersama Revan akan selalu ia kenang. Saat semua memori itu menghilang dari benaknya, ia bangkit dari tanah tempatnya duduk lalu berjalan kembali menuju mobilnya.

.............

Sambil berusaha dan terus berusaha, pria itu tampak sibuk di ruang kerjanya. Di meja kerjanya, terdapat satu box plastik berisi barang-barang dan berkas map terkait kasus yang sedang ia tangani. Sudah beberapa hari ini, ia berkutat dengan itu semua. Dengan satu harapan, semoga ada perubahan yang berarti dan signifikan bagi perkembangan kasus tersebut.

Inspektur David bukan orang baru saat ditempatkan di posnya yang baru itu. Dalam 20-an tahun karirnya, berbagai posisi pernah ia singgahi. Sepanjang karirnya, banyak kasus besar yang pernah ia tangani. Beberapa diantaranya mendulang keberhasilan. Dengan track record tersebut, tak mengherankan jika kiprah dan reputasinya sebagai seorang perwira polisi dengan segudang portofolio, menjadi dikenal luas.

Saat diberi amanat kasus pembunuhan misterius yang terjadi tahun 2001 itu, ia sadar sekali konsekuensi di baliknya. Begitu pula ekspektasi dari lembaga tempatnya mengabdi maupun harapan publik yang besar padanya. Namun ia tak menganggap itu sebagai beban. Ia juga tidak terlalu peduli akan pertaruhan dan pembuktian nama baik yang telah disandangnya selama ini pada kasus yang telah menyita perhatian publik itu.

Baginya simpel saja. Setiap tugas dan pekerjaan harus dihadapi dan dilakukan dengan serius serta sungguh-sungguh. Bekerja sebaik mungkin demi amanat dan tanggung jawab profesi yang telah diberikan. Bukan demi jabatan, materi, popularitas, atau lainnya. Prinsip itu yang dipegangnya selama ini dan sudah ia buktikan sendiri.
 
Ia sudah mengetahui kasus itu sejak pertama kali terungkap ke publik. Meski hanya dari media, ia mengikuti perkembangannya. Kini setelah sambilan tahun berlalu dan di tengah ketidakpastian nasib kasus itu, ia ditunjuk menjadi penyelamat yang dielu-elukan dalam mengusut tuntas kasus tersebut.

Sejak hari pertama ia menangani kasus tersebut, ia langsung tancap gas. Harus diakui, kasus itu memang minim dalam berbagai hal. Barang bukti, saksi mata, pengakuan, catatan dan temuan di lapangan. Ditambah rentang waktu yang lama, kasus itu tampak sulit dan berat untuk diungkap.

Dari hasil otopsi, spekulasi awal yang menyebut korban melakukan bunuh diri, langsung terbantahkan. Hasil otopsi menunjukkan adanya air dan pasir di paru-paru korban. Itu berarti korban dimasukkan ke telaga dalam keadaan hidup atau masih bernapas tetapi tidak sadarkan diri. Dari hasil otopsi juga ditemukan sisa obat bius dalam tubuhnya yang menjadi penyebab korban hilang kesadaran.

Satu-satunya petunjuk yang ada adalah sebuah surat wasiat yang tampaknya diopinikan berasal dari si korban. Surat itu ditemukan di kamar kosan Revan. Surat yang ditulis tangan di selembar kertas itu terdiri dari dua bait puisi.

Izinkan aku pergi
Mengakhiri semua ini
Menuju sesuatu yang abadi
Tanpa sesal di hati

Ku harap kau mengerti keputusanku
Jangan tangisi kepergianku
Jangan cari arti kehilanganku
Maafkan atas segala kesalahanku

Sepintas surat itu seperti hendak menyampaikan salam perpisahan dari korban dan memberi kesan jika korban melakukan bunuh diri. Namun upaya itu tampaknya gagal. Grafolog yang meneliti surat itu, meragukan keaslian dan menemukan beberapa kejanggalan di dalamnya. Walaupun sekilas mirip, beberapa huruf di surat itu berbeda dari tulisan tangan korban. Perbedaan lain juga terlihat dari tanda tangan yang dibubuhkan.

Setelah pengecohan dan kepalsuan surat itu terbongkar, semakin jelas dan nyata jika itu merupakan kasus pembunuhan bukan bunuh diti. Bertolak dari informasi awal itu, Inspektur David memulai penelusurannya. Baginya, kejahatan itu tampak sempurna. Bukan saja si pelaku mampu menutupi perbuatannya tapi juga lemahnya temuan dan pengungkapan di lapangan.

"Dengan kekurangan dan keterbatasan untuk menyingkap kasus misterius itu, pelaku sepertinya berada di atas angin. Namun siapapun dia, tidak akan bisa bersembunyi selamanya. Bayangan kelam dan mengerikan itu akan selalu menghantuinya. Serapat apapun kebusukan itu ditutup-ditutupi, suatu saat pasti akan tercium dan ketahuan juga," gumamnya.

(BERSAMBUNG)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun