Sesaat berselang wanita itu keluar dari jalur trotoar kemudian menghentikan langkahnya. Ia lalu duduk bersila di tepi telaga itu. Tak lama kemudian ia berbicara seakan-akan sedang berkata pada seseorang. "Maaf, aku lama tak mampir kesini. Kau datang kembali padaku semalam. Adakah yang ingin kau sampaikan padaku?" ucapnya.
Sambil memandang ke pinggir telaga tempat ditemukannya mayat seorang laki-laki di tempat itu, ia lalu melanjutkan perkataannya. "Aku juga minta maaf karena hingga kini, pelakunya belum juga tertangkap. Andai kau bisa memberiku sedikit tanda atau petunjuk tentang siapa yang telah  begitu tega melakukan hal keji itu padamu, tentu aku tidak perlu datang kembali kesini," ungkapnya.
Masih segar dalam ingatannya, peristiwa tragis yang terjadi sembilan tahun yang lalu itu. Pagi itu seisi kampus mendadak gempar oleh penemuan sesosok jasad di tepi telaga. Saat itu berkembang anggapan jika kematian korban dikarenakan bunuh diri. Namun beberapa hari kemudian, polisi menetapkan kasus itu sebagai pembunuhan.
Mayat yang kemudian teridentifikasi bernama Revan itu, membuat Lidya shock berat. Ia benar-benar tak menyangka kakak tingkatnya itu pergi secepat itu dengan cara yang mengenaskan seperti itu. Begitu pula keluarganya. Mereka sangat terpukul dengan kepergian sang anak untuk selama-lamanya.
Saat peristiwa itu terjadi, Lidya berada di semester tiga sementara Revan semester lima. Mereka berasal dari daerah yang sama dan juga satu SMA. Mereka menjadi semakin kenal dan akrab sejak kuliah di kampus yang sama dan juga fakultasnya.
Lidya mengenal baik Revan sejak SMA. Meski beda setahun, mereka berdua pernah sama-sama aktif di osis semasa SMA. Bagi Lidya, Revan pribadi yang baik, cerdas, energik, hangat, dan menyenangkan. Dari semua itu, karakter yang paling menonjol dari dirinya adalah supel dan gaul. Tak heran jika Revan punya banyak sekali teman tidak hanya laki-laki tapi juga perempuan.
Lidya telah membuktikan sendiri sosok Revan yang seperti itu. Saat dinyatakan lulus tes masuk perguruan tinggi negeri, orang pertama yang dikontaknya adalah Revan. Saat awal kedatangannya, Revan tidak sungkan melakukan berbagai hal untuk membantunya. Menemani mendaftar ke kampus, berburu kosan, mencari berbagai keperluan kuliah atau sehari-hari adalah beberapa contoh diantaranya.
Karena kebaikannya itu, Lidya sangat berterima kasih dan merasa berutang budi pada Revan. Hal itu tidak berhenti sampai disitu saja tapi terus berlanjut di masa selanjutnya.
Di masa perkuliahan telah berjalan, Lidya menjadikan Revan sebagai tempat untuk bertanya di seputar masalah kuliah atau diluar itu. Mereka kerap belajar bersama dan berdiskusi tentang bahan dan materi kuliah ataupun hal-hal lainnya. Hal itu masih terus berlangsung hingga terjadinya peristiwa menggemparkan itu.
Seiring perkuliahan yang mulai memasuki libur akhir semester gasal, intensitas pertemuan dan kontak antara keduanya berkurang. Saat ditanya Lidya perihal pulang kampung, Revan menyatakan ia pengin menghabiskan liburan dan tahun baru di Jakarta saja.
Menjelang peristiwa nahas itu, Lidya sudah bersiap untuk pulang kampung. Jika bukan karena ada urusan penting yang harus ia selesaikan, keinginan itu pasti sudah terlaksana.