Pasca peristiwa itu, Bang Udin begitu cemas dan was-was dengan apa yang akan terjadi padanya. Setelah semua upaya yang ditempuhnya berjalan lancar, ia cukup yakin jika rencana di Jumat malam itu juga akan berhasil. Namun perkiraan itu tenyata meleset. Padahal tinggal selangkah lagi baginya memperoleh apa yang ia inginkan.
Ia tak percaya semua rencananya berantakan karena ulah Herman. Ia tak habis pikir mengapa Nyonya melibatkan Herman. Kenapa juga Herman keluar dari mobil? Apakah itu perintah Nyonya? Ia tak yakin jika Herman disuruh Nyonya untuk menangkap dirinya. Betapa konyolnya jika Nyonya memerintahkan hal itu padanya. Padahal apalah artinya uang sepuluh juta bagi Nyonya. Ia sungguh tak mengerti mengapa semua itu terjadi.
Nasibnya kini seakan ada di tangan Herman. Ia bertanya-tanya dapatkah Herman menjaga rahasia itu. Memikirkan itu membuatnya semakin kalut. Keadaan justru kian karut- marut. Bang Udin hanya bisa meratapi nasibnya yang makin sengkarut pasca tragedi nahas itu.
........
Mendapat kabar gawat perihal sang istri, Tuan Mukti membatalkan keikutsertaannya di acara yang telah dibuka Jumat sore itu. Malam itu juga ia terbang kembali ke Jakarta. Dengan suasana hati yang campur aduk, dari bandara ia langsung menuju rumah sakit tempat istrinya dirawat.
Tampak jelas kegusaran di wajahnya saat menyimak penjelasan dokter terkait kondisi sang istri yang mengalami benturan keras di kepalanya. Risiko gegar otak yang berdampak pada gangguan ingatan kemungkinan besar akan dialaminya. Sulit baginya menerima kenyataan pahit yang terjadi pada sang istri.
Saat bersamaan, berbagai pertanyaan berkelindan dalam benaknya tentang apa yang sebenarnya terjadi. Meski Herman mengaku tidak tahu-menahu padanya, fakta berkata lain. Penuturan Mpok Mineh yang disuruh Nadia datang ke rumah untuk menemani Radit malam itu, membuktikan jika Herman ikut dengan Nadia. Herman lah orang pertama yang mengabari Mpok Mineh sesuatu telah terjadi pada Nadia. Dari sanalah muncul kecurigaan Tuan kepada Herman.
.......
Minggu pagi itu, sebuah peristiwa menghebohkan terjadi di perkampungan kumuh padat penduduk. Dari sebuah rumah, pihak berwenang mengamankan seorang pria yang tidak lain adalah Bang Udin. Tanpa perlawanan, ia menyerahkan diri dan dilepas haru-biru oleh istri dan anak-anaknya.
Penangkapan itu dilakukan setelah Herman buka suara perihal peristiwa malam itu. Di bawah tekanan, Herman tidak berdaya dan mengakui semuanya pada Tuan. Setelah penangkapan Bang Udin, Herman tidak lagi dipekerjakan Tuan.
"Oh, Tuhan! Ape yang udeh aye perbuat? Aye udeh membuat due keluarge menderite. Nyonye sekarang hilang ingatan sementare Bang Udin mendekam di penjare. Bahkan Mpok Mineh terpakse kehilangan pekerjaannye. Semue karene aye. Kagak ade maksud aye same sekali menyakiti mereka semue. Itu semue tidak sengaje dan diluar ingin aye. Mengape ini semue terjadi? Ape yang harus aye perbuat?" ratapnya.