Mohon tunggu...
ahmad hassan
ahmad hassan Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Berkecimpungan dalam dunia pendidikan. Suka musik klasik & nonton film. Moto "semua sudah diatur".

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Meisje (4/4)

18 Desember 2021   10:01 Diperbarui: 18 Desember 2021   10:05 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setelah kejadian malam sebelumnya, Sapto masih bekerja seperti biasa di kediaman van Deek keesokan harinya. Ia sendiri masih belum tahu keberadaan Gani sejak malam sebelumnya dan sangat mencemaskannya. Ia punya firasat buruk tentang hal itu karena Gani tidak pernah bertindak seperti itu sebelumnya.

Belum begitu siang, seorang utusan Peter mendatanginya. Ia mendapat sepucuk surat yang menyatakan Gani sudah ditangkap dan dirinya dipecat. Ia shock berat tidak percaya isi surat itu. Betapa tidak dua musibah datang menimpanya sekaligus di saat bersamaan. Ia bergegas pulang mengabarkan berita itu ke istrinya.

Fendi yang mengetahui dari pegawainya Emak, segera mendatangi Bapak lalu menceritakan apa yang terjadi pada Gani. Bapak marah besar karena tidak diberitahu perihal itu. Fendi mengaku serba salah. Ia merasa tak punya pilihan karena Gani tetap akan melakukan niatnya dengan atau tanpa bantuan Fendi. Ia sadar pada titik itu, ia lebih memilih memenuhi permintaan Gani karena tidak mungkin ada orang lain yang akan melakukannya. Fendi minta maaf jika akhirnya jadi begini.

Bapak memaafkannya. Namun muncul penyesalan dalam diri Bapak karena sejak awal secara tak langsung ia telah berandil membiarkan Gani untuk dekat dengan anak van Deek. Ia juga menyesal telah mengizinkan Gani mengantar dan menjemput Julia sekolah. Namun Emak menghibur Bapak dengan mengatakan, "Itu bukan salah Bapak. Sebesar apapun penyesalan Bapak, tidak akan mengubah keadaan. Kenyataan itu harus diterima walaupun pahit dan berat."

Siang itu juga, Bapak pergi ke penjara dimana Gani ditahan. Meski dipersulit, akhirnya ia diperbolehkan menemui Gani. Dari balik jeruji besi, Gani minta maaf ke Bapak. Ia menceritakan jika Julia mengaku sudah digauli Raymond hingga hamil. Julia lalu memintanya untuk membantu. Itu yang mendorong Gani menikahi Julia dan membawanya pergi seperti permintaan Julia.

Bapak menyayangkan Gani tidak bicara ke Bapak dulu. Ia menilai Gani tergesa-gesa mengambil keputusan, tidak berpikir panjang, dan tidak memikirkan akibatnya. Ketimbang kesal dan marah, Bapak lebih merasa kasihan dengan kondisi Gani. "Kuatkan dirimu, Nak! Bapak akan bicara ke Meneer untuk menjelaskan ini semua agar ia paham," hiburnya.

Terngiang saat Gani menyebut nama Raymond, seketika darah Bapak menggelegak. Ia masih ingat bagaimana Raymond mengejek dan menghinanya di hari itu. Ia menyesal mengapa hari itu ia tak mampu menghalau Raymond masuk ke rumah. Lagi-lagi penyesalannya muncul kembali, semakin dalam menambah kekalutan dirinya.

.........

Setelah Gani berhasil ditangkap, Julia lalu dijemput di pemberhentian stasiun berikutnya. Ia lalu diantar pulang dengan dikawal sejumlah tentara. Di rumah, dengan isak tangis ia mengaku ke Moeder tentang apa yang diperbuat Raymond padanya. Ia lalu menemui Gani untuk mencarikan jalan keluar. Gani hanya ingin membantunya seperti yang ia minta. Gani tidak bersalah dan minta agar dibebaskan. 

Mendengar pengakuan Julia, Moeder begitu bersedih. Betapa malang nasib anaknya itu. Namun Moeder tidak bisa menerima keputusan yang diambil Julia. Walau bagaimanapun, Julia mestinya bicara ke Moeder dulu bukan ke orang lain. Apa yang ia perbuat itu tidak menyelesaikan masalah tapi malah memunculkan masalah baru dengan Gani sebagai korbannya. Kini Gani terpaksa harus menanggung akibatnya.

Julia menangis dalam pelukan Moeder. Ia meratap mengapa hal memilukan itu terjadi padanya. Ia mengutuk habis nasib buruk yang menimpanya. Ia merasa dunia terlalu kejam memperlakukan dirinya. Ia sungguh tak rela menerima itu semua. Baginya, apa lagi yang lebih buruk dari hilangnya kehormatan diri dan raibnya sang kekasih.

Memahami perasan Julia, Moeder coba menenangkannya. Bayangan jika suaminya akan mengirim Julia kembali ke Belanda, memenuhi benaknya. Jika itu terjadi, ia pun akan berpisah dengan sang anak. Risau dan cemas pun mulai membayanginya. Namun ia akan berusaha sekuat kemampuannya tidak akan membiarkan Julia terpisah darinya. Itu yang akan ia nyatakan saat nanti bicara dengan suaminya.

........

Mengetahui jam pulang kerja Peter, Sapto mengincar kedatangannya sore itu. Saat kereta kuda yang dikusiri Amir terlihat, Sapto buru-buru mendekati dan menghampirinya. Saat Peter turun, Sapto langsung menghujaninya dengan perkataan, "Meneer, Gani tidak bersalah. Raymond pelakunya. Tanyakan itu pada Meisje Julia. Gani hanya bermaksud menolong. Ia tidak akan berani bertindak tanpa izin dari Julia. Itu yang sebenarnya terjadi. Tolong, Meneer! Bebaskan Gani! Bebaskan dia!" pintanya memelas.

Peter bergeming kemudian berlalu dari hadapan Sapto tanpa berkata apapun. Sebelumnya, ia menyuruh Amir untuk menghalau Sapto. Meski tak sampai hati mengusir Sapto, Amir tetap mematuhi perintah sang majikan. Meski tak ditanggapi langsung, Sapto merasa lega sudah menyampaikan maksudnya itu. Dengan menaruh harapan besar dari upayanya itu, ia lalu pulang mengayuh sepeda ontelnya di bawah langit yang mulai temaram.

......

Terusik oleh kenyataan pahit yang menimpa adiknya, Fendi memutuskan mengunjungi Gani di penjara. Namun ternyata Gani sudah dipindahkan ke tempat lain. Ia langsung mencari tahu keberadaannya dan melacaknya. Dari tempat yang ia temukan, ia mendapati Gani sedang dikumpulkan bersama orang-orang pribumi lainnya yang akan dikirim kerja ke Suriname, salah satu wilayah koloni milik Belanda di benua Amerika Selatan.

Setelah menunggu beberapa saat, Fendi lalu mendekati dan menghampiri Gani yang akan didata oleh petugas.

"Gani, Gani! Ada apa ini? Apa yang terjadi?" panggilnya.

"Ane akan dikirim ke Suriname, Bang. Di bawah todongan senjata, ane tak dapat menolaknya karena nyawa ane terancam," ungkapnya getir.

"Abang sungguh minta maaf, Gan. Ente jadi seperti ini," ucapnya haru.

"Bukan salah Abang. Ini sudah takdir ane. Sampaikan salam ane pada pada Bapak dan Emak. Mungkin besok lusa ane bersama yang lainnya akan diberangkatkan dengan menggunakan kapal laut," katanya.

Fendi meneteskan air mata melihat sang adik yang berlalu dari pandangannya. Ia hanya tertegun menyaksikan Gani yang dipanggil petugas untuk pendataan lalu setelah itu ia digiring masuk bersama para pria lainnya ke barak-barak yang sudah disediakan. Dengan suara lirih, terlantun doa singkat dari Fendi, "Ya, Tuhan. Lindungilah Gani dalam hidupnya saat ini dan seterusnya. Berikanlah ia ketabahan dalam melalui semua ini. Kumpulkanlah kami kembali suatu hari nanti atau di akhirat kelak di tempat yang terbaik disisi-Mu."

.........

Di suatu sore, Sapto kedatangan tamu yang tak asing. Seminggu lebih berlalu sejak peristiwa penangkapan Gani, Amir mampir ke rumah Sapto. Dalam hati kecilnya, Amir merasa menyesal telah memberi tahu Meneer tentang kemunculan Gani yang mencurigakan beberapa kali di sekolah menemui Julia. Entah mengapa waktu itu ia spontan membeberkan hal itu tanpa berpikir panjang mengenai dampaknya di kemudian hari.

Amir menanyakan kabar Sapto. Ia sangat bersedih saat mendengar Gani dikirim ke Suriname. Ia merenungkan mengapa Gani begitu berat cobaan hidupnya. Ia mendoakan yang terbaik baginya meski Gani berada nun jauh disana. Ia lalu memberi tahu Sapto bahwa keluarga van Deek akan pindah ke Bandung bulan depan.

Sapto lalu menanyakan kabar Julia. Sebagai kepala urusan rumah tangga menggantikan Sapto, Amir mengatakan Julia tidak sekolah lagi karena khawatir diejek dan dipermalukan di sekolah. Lagipula ia sedang mengandung sehingga disuruh diam di rumah saja oleh kedua orangtuanya. Amir minta izin menyampaikan perihal Gani kepada Julia jika Sapto tidak keberatan. Sapto membolehkannya dan menghargai kunjungannya itu.

......

Sejak kepergian Gani, Bapak kerap melamun. Begitu besar penyesalan dan rasa bersalahnya. Ia masih belum bisa merelakan apa yang terjadi pada sang anak. Ia kecewa dan marah karena maksud yang ia utarakan ke Peter hari itu tidak digubris sama sekali. Betapa teganya Peter padahal ia dulu sempat melayani dan mengurus keluarga van Deek. Seolah semua itu tiada artinya baginya.

Suatu ketika, ia diundang ke sebuah acara di pesantren tempat Fendi mengajar. Disana sang penceramah dengan berapi-api menyampaikan ceramah yang bertemakan jihad dalam melawan penjajah Belanda. Benaknya langsung terbawa pada sosok Raymond. Masih terngiang saat Raymond mencaci-maki dirinya. "Di tanah Batak, aku akan menghabisi orang-orang sepertimu," kenangnya.

Sapto tergugah hatinya dengan isi ceramah itu. Sejak saat itu, ia sudah memutuskan untuk berjihad melawan tentara kolonial Belanda di tanah Batak. Sebuah tempat yang disebutkan dengan gamblang oleh Raymond kepadanya di hari naas itu.

Saat niat itu disampaikan ke istrinya, Emak sangat bersedih. Setelah ditinggal Gani, kini giliran Bapak yang akan menyusul dengan memutuskan pergi. Namun Emak tak dapat menghalangi Bapak yang sudah bertekad bulat dan kuat. "Aku hanya bisa menebus perasaan bersalah dan penyesalanku hanya dengan melakukan itu. Maafkan aku jika kau tidak dapat menerimanya," tutur Bapak disambut linangan air mata Emak.

........

Puluhan tahun kemudiaan 

Pasca kemerdekaan Indonesia 1945, Julia memberanikan diri untuk mendatangi rumah Gani di Batavia. Ia sadar dirinya begitu bersalah atas apa yang terjadi pada Gani dan juga bapaknya. Perihal keluarga Gani, banyak ia ketahui dari istri Fendi yang kerap berkirim surat dengannya selama ini. Selain bersilaturahmi, kunjungan Julia itu juga untuk melakukan rekonsiliasi dan memperbaiki hubungan dirinya dengan keluarga Gani.

Julia masih ingat letak rumah itu walau kondisinya sudah banyak berubah. Dengan menumpangi becak, kendaraan umum yang populer waktu itu, Julia mengenang kembali masa lalunya. Ia melewati rumah dinas, sekolah, dan tempat les musiknya yang dulu biasa ia lalui bersama Gani. Meski sudah lewat 38 tahun yang lalu, kenangan itu masih jelas membekas dalam ingatannya.

Sampai di rumah Gani, Julia duduk bersimpuh di kaki Emak meminta maaf atas apa yang terjadi. Emak yang sudah sangat sepuh, tidak begitu ingat lagi. Tapi ia senang dikunjungi Julia meski ia belum pernah bertemu Julia sama sekali  sebelumnya.

Selain Emak, hadir juga Fendi dan istrinya yang memang sudah menanti kedatangan Julia. Dalam suasana haru, mereka akhirnya bertemu kembali setelah pernikahan yang dilangsungkan di malam itu. Fendi dan istri kini memiliki tiga orang anak dan enam orang cucu.

Fendi lalu mengabari Julia perihal Gani. Ia mengatakan bahwa Gani masih di Suriname. Meski rindu tanah kelahirannya, ia belum pernah pulang. Di beberapa suratnya, ia kerap menyebut nama Julia. Nada bicaranya kemudian berubah saat berkata, "Gani sudah berkeluarga. Ia menikah dengan seorang janda dengan dua orang anak." 

Mendengar hal itu, pandangan Julia tertunduk sesaat. Namun tak lama, suasana hatinya kembali seperti semula. Tidak ada komentar apapun darinya tentang hal itu. Mengingat maksud kunjungannya, ia berusaha untuk tidak merusak hubungannya dengan keluarga Gani. Ia lalu menanyakan perihal tentang Bapak.

"Sejak memutuskan pergi berperang ke Batak, Bapak tidak ada kabar beritanya lagi. Kemungkinan besar ia sudah gugur di medan peperangan itu. Kami semua sudah mengikhlaskannya. Semoga beliau beristirahat dengan tenang," jelas Fendi.

Kepada Fendi dan istrinya, Julia lalu bertutur. Sekitar sebulan setelah penangkapan Gani, mereka sekeluarga pindah ke Bandung. Berkat Moeder, ia tidak jadi dikirim kembali ke Belanda. Sebagai gantinya, ia lalu dinikahkan dengan seorang bawahan Vader yang juga orang Belanda. Pernikahan itu lebih sebagai upaya untuk menutupi aib keluarga. Ditengarai ada perjanjian yang dilakukan antara Vader dan si bawahan demi terlaksananya pernikahan rekaan itu.

Seperti yang diperkirakan, beberapa bulan kemudian lahirlah seorang bayi laki-laki. Meski berasal dari benih Raymond, Julia tetap menyayanginya. Dari suami yang menikahinya, ia juga memperoleh seorang anak perempuan. Namun pernikahan yang tidak dilandasi cinta itu hanya bertahan tiga tahun.

Suaminya pergi tanpa pesan dan tak pernah kembali. Belakangan diketahui, ia sudah menikah lagi. Memperkuat dugaan jika ia hanya mengincar harta dari Vader lewat pernikahan itu. Meski demikian, Julia tak ambil pusing dan tak merasa kehilangan dengan kepergian suami dadakannya itu. Ia sadar dari awal jika pernikahan itu sulit untuk dipertahankan. Ditempa berbagai pengalaman pahit, baginya the show must go on. Ia terus saja menjalani hidupnya dan menjadi single parent bagi kedua anaknya.

Beberapa tahun kemudian, Vader meninggal dunia karena penyakit TBC akut yang dideritanya. Pasca wafatnya Vader, Moeder dan adik-adiknya memutuskan untuk kembali ke Belanda. Dihadapkan pada pilihan berat, Julia dengan sangat terpaksa harus berpisah dari keluarga yang dicintainya. Seiring waktu, kedua anaknya yang beranjak dewasa juga memilih kembali ke Belanda. Ia tidak mampu menghalangi mereka dan sekali lagi ia terpaksa berpisah dari keluarganya tercinta.

Tinggalah Julia sendiri. Ia tetap tinggal di Bandung di sebuah rumah yang diberikan Vader padanya menjelang pernikahannya. Meski hidup sendirian, ia tidak merasa kesepian. Sedari dulu, hari-harinya memang disibukkan dengan bisnis tanaman hias yang ia geluti setelah ia menikah.

Memanfaatkan pekarangan rumah yang masih cukup luas, ia hidup dari bercocok tanam dan berjualan bunga segar. Biasanya hasil kebunnya dipasok ke kantor-kantor pemerintah Hindia Belanda untuk berbagai acara atau keperluan lainnya. Dibantu beberapa orang pekerja yang merupakan warga setempat, bisnisnya dikenal luas dan masih terus berlangsung hingga sekarang.

Saat ditanya istri Fendi tentang keinginannya untuk kembali ke Belanda, Julia tersenyum. Entah mengapa keinginan itu tidak mampu mengalahkan kecintaannya pada negeri ini. Mungkin memang ia ditakdirkan untuk jadi orang Indonesia meski terlahir sebagai orang Belanda.

Julia merasa gembira dan lega karena sudah bertemu dengan keluarga Gani setelah sekian lama keinginannya itu baru bisa terlaksana. Ia menginap di rumah Emak malam itu dan akan kembali ke Bandung keesokan harinya. 

........

Mendengar berita proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 dari radio, Gani sujud syukur. Apa yang dulu diimpikan dan diperjuangkan oleh rakyat Hindia Belanda, akhirnya tercapai. Terpisah ribuan kilometer, ia rindu dengan tanah airnya yang terpaksa ia tinggalkan sejak tahun 1907. Begitu besar keinginannya untuk kembali ke kampung halamannya namun banyak hal yang harus ia pertimbangkan.

Beberapa waktu kemudian, ia mendapat surat dari Fendi yang memberitakan Julia datang berkunjung ke rumah Emak. Saat mengingat Julia, ia jadi bahagia sekaligus terharu. Mimpi untuk kembali ke Batavia tampaknya semakin mendekati kenyataan. Setelah hampir 40 tahun, keinginannya untuk pulang kampung selangkah lagi akan terwujud. Meski istrinya tidak menghendaki Gani pergi namun ia tak mampu membendung tekad kuat sang suami.

Di penghujung tahun 1945, Gani akhirnya berangkat meski tidak didukung sepenuhnya oleh sang istri. Setelah berlayar berbulan-bulan di laut, akhirnya sampailah ia di tanah Batavia. Tak menyangka akan menjejakkan kembali kakinya di tempat kelahirannya, Gani menitikkan air mata bersyukur penuh khidmat.

Sampai di rumah, ia bersujud di kaki Emak. Seketika Emak seperti terbangun dari tidur panjangnya. Tak percaya Gani yang menghilang puluhan tahun itu, kini muncul kembali di hadapannya. Tak mampu menahan tangisnya karena bahagia, Emak menatap dan menyentuh wajah Gani berkali-kali. Wajah yang terakhir kali ia lihat saat Gani masih 18 tahun. Kehadiran kembali Gani mampu mengobati kerinduannya terhadap dua sosok terdekat di hatinya yang dulu pergi meninggalkannya.

Gani lalu bertemu kembali dengan Fendi dalam suasana yang begitu haru. Mengingat kembali masa lalu yang begitu berat pernah dilalui, keduanya saling berangkulan tak kuasa menahan air mata yang tertumpah. Apa yang dulu pernah Fendi panjatkan dalam doanya, kini terkabul sudah. Ia sangat bersyukur karena sudah diperkenankan-Nya berkumpul kembali dengan adiknya.

.......

Sore itu, tampak seorang wanita separuh baya sedang sibuk mengurus halaman depan rumahnya yang dipenuhi oleh berbagai macam tanaman dan bunga. Di tengah kesibukannya, tiba-tiba terdengar suara seseorang.

"Goedemiddag, Meisje!"

Julia kaget mendengar suara yang terdengar tak asing itu. Mungkinkah ia sedang bermimpi? Segera ia mengalihkan pandangannya ke pagar halaman rumah. Saat meihat seorang pria separuh baya berdiri, seketika ia bergegas menuju ke arahnya.

"Gani, apakah itu engkau?" sapanya dengan mata berkaca-kaca.

"Ya, ini aku. Aku kembali untukmu, Julia," jawabnya sepenuh hati.

"Oh, Tuhan. Apakah aku sedang bermimpi? Aku betul-betul tidak percaya itu dirimu," ujarnya menahan tangis.

"Aku Gani yang dulu menikahimu di malam sebelum kita berdua melakukan pelarian namun takdir memisahkan cinta kita berdua. Apakah kau masih ragu padaku?" jelasnya segenap jiwa.

"Aku tidak meragukanmu. Aku hanya tak percaya setelah puluhan tahun engkau datang kembali," ucapnya sambil tersedu-sedu.

"Maafkan aku. Semestinya aku kembali padamu tidak selama ini," ungkapnya dengan suara bergetar. 

"Hanya cincin ini yang ku bawa dan selalu mengingatkanku padamu," lanjutnya sambil memperlihatkan cincin di jarinya.

Tak sanggup menahan haru, keduanya lalu menangis bersama. Hanyut dalam keharuan yang amat sangat meluluhkan jiwa. Mereka menanti hampir 40 tahun untuk bisa bersatu kembali.

Julia lalu berkata dengan sesenggukan, "Maafkan aku atas apa yang telah ku perbuat padamu di masa lalu." 

"Tidak, kau tidak bersalah. Sudah jangan diingat kembali. Yang lalu biarlah berlalu. Aku tak ingin melihatmu bersedih lagi. Lihatlah kita sekarang bersama lagi. Sungguh aku sangat bahagia karenamu," jawabnya tersenyum.

"Bahagiaku juga untukmu," tukasnya balas tersenyum.

Dengan terbata-bata, Gani berkata, "Di saat kita terpisah begitu jauh, aku selalu memikirkanmu. Hari-hari ku lalui begitu berat tanpamu. Dalam keadaan sulit itu, aku selalu berdoa. Hanya satu pintaku sebelum ajal datang menjemputku. Aku memohon agar Tuhan mempertemukanku kembali denganmu suatu hari kelak."

"Duhai, kekasihku. Akupun tak pernah melupakan dirimu. Tak seharipun dalam hidupku terbersit niat untuk meninggalkanmu. Aku selalu setia menantimu sejak waktu itu. Dan aku tak pernah lelah menunggumu hingga akhir batas waktu," ungkapnya terisak-isak.

"Julia, betapa ku mencintaimu. Izinkanlah aku mengisi sisa akhir hidupku bersamamu. Melanjutkan mimpi kita dulu yang sempat tertunda. Hanya itu yang ku inginkan darimu. Maukah kau menerimanya?" pintanya.

Tanpa berkata-kata, Julia hanya mengangguk siratkan keinginan hatinya yang terdalam. Dalam dekapan erat dan hangat, keduanya larut dalam kebahagiaan yang tak terperi. Di ujung penantian panjang dan mengharukan itu akhirnya cinta mereka bersatu kembali.

(SELESAI)

Keterangan:

*goedemiddag: selamat sore

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun