"Terus terang saya sangat surprised dengan ini semua. Mas Danu tampak begitu tenang dan piawai saat melakukan ini seperti sudah biasa. Saya terheran-heran bagaimana anda bisa melakukan ini," tanyanya keheranan.
"Seperti Bapak lihat, ini sudah jadi pekerjaan saya. Dalam segala hal kita harus profesional. Saya hanya connector. Tugas saya menjadi penghubung orang dalam di pemerintahan dan orang luar yaitu pengusaha. Saya hanya memastikan hubungan itu berjalan dengan baik. Itu saja sebetulnya," terangnya.
Seperti memikirkan sesuatu, Roy lalu bertanya, "Bagaimana jika tender meleset dari perkiraan?"
Danu balik bertanya, "Mungkinkah itu terjadi jika orang dalam sudah kita kuasai? Dari pengalaman saya, kemungkinannya kecil terjadi. Saya yakin orang dalam akan mengurus segala sesuatunya dengan baik. Bukan begitu, Pak?"
Roy tampak masih ragu dengan apa yang akan ia lakukan. Ia ragu menerimanya dan ingin mundur. Namun bagaimana mungkin ia mundur setelah memutuskan menemui Danu hari itu. Mestinya ia tak perlu repot-repot bertemu kalau ternyata memilih mundur.
Ia mengutuk dirinya. "Kenapa sampai detik ini aku tidak dapat memutuskan? Bagaimana mungkin sekarang dibatalkan? Apa kata Danu? Betapa plin-plannya diriku!" gerutunya.
Seketika Danu berkata sambil menggeser tas kantong itu ke kaki Roy. "Ini saya serahkan ke Pak Roy."
Di saat yang genting itu, Evi datang menghampiri Roy. Dengan spontan, ia memperkenalkan Evi ke Danu yang merupakan kali pertama keduanya bertemu. Danu mengatakan istrinya ada di barisan depan. Evi berharap dapat bertemu dengannya. Ia lalu permisi hendak ke belakang panggung menjemput Ricko seraya berbisik ke Roy.
Entah apa yang merasuki Roy, tiba-tiba saja ia berkata ke Danu, "Saya mengharapkan pertemuan selanjutnya."
Danu tersenyum sambil berkata, "Akan saya atur. Nanti saya kabari lagi secepatnya."
Seiring dengan selesainya acara, Roy menjabat tangan Danu. "Terima kasih, Mas. Saya tunggu kabar selanjutnya."