Setelah menjabat tangannya, Roy duduk di samping Danu.
"Gimana putranya sudah tampil, Pak?" tanya Danu.
"Sudah di kabaret barusan yang jadi kelinci. Bagaimana Sahira?" tanya balik Roy.
"Ira tadi tampil di awal acara nyanyi bersama paduan suara kelas dua," jawabnya.
"Senang menyaksikan hari ke hari tumbuh kembang anak-anak kita. Penyejuk hati dan penenang jiwa di tengah centang-perenang dunia. Harapan dan tumpuan orangtua di masa depan. Bukan begitu, Mas Danu?" kata Roy yang teringat saat awal bertemu. Danu meminta Roy memanggilnya Mas saja karena merasa lebih muda.
"Betul sekali itu. Saya setuju banget. Saya mesti banyak belajar dari Bapak dalam masalah ini. Omong-omong, Ricko punya kakak ya?" ungkapnya.
"Iya betul. Beda sepuluh tahun. Kakaknya sekarang sudah kuliah. Oh ya, kapan Sahira punya adik?" tanyanya.
"Mudah-mudahan. Doain aja, Pak," katanya.
"Aamiin. Saya doakan," ujarnya.
Danu lalu memulai aksinya. "Pak Roy, lihat tas kantong di bawah kaki saya? Di dalamnya ada sebuah map berisi profil klien kita. Nanti Bapak bisa baca dan pelajari. Tolong diingat! Simpan berkas map di tempat yang tersembunyi tapi jangan di brankas. Misalnya di dalam lemari pakaian atau di loteng. Atau kalau dirasa tidak perlu lagi, dimusnahkan saja. Tujuannya buat jaga-jaga," jelasnya.
Kemudian ia melanjutkan, "Di dalamnya juga ada 20 kilo apel Washington sebagai persekot di muka. Sisanya akan diberikan setelah tender resmi diumumkan. Ada pertanyaan, Pak?"