Mohon tunggu...
ahmad hassan
ahmad hassan Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Berkecimpungan dalam dunia pendidikan. Suka musik klasik & nonton film. Moto "semua sudah diatur".

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mirna (2/2)

2 Oktober 2021   10:01 Diperbarui: 2 Oktober 2021   10:09 566
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Maafkan saya. Dengan segala hormat, semua sudah diputuskan oleh managemen perusahaan bukan saya," jelasnya sambil menyerahkan sebuah map berisi surat penonaktifan dirinya.

Ia coba menenangkan diri Mirna yang tampak begitu terguncang seraya berkata, "Ini bukan akhir dari segalanya. Anda masih muda. Banyak yang masih bisa dilakukan. Jangan putus asa! Saya yakin dan percaya anda bisa sukses lagi seperti yang dulu pernah anda lakukan disini."

Sang manager lalu berdiri dan berjalan menuju pintu ruangan kemudian membukanya. Mirna lantas keluar tanpa berkata apapun saat melewati manager yang masih berdiri di samping pintu. Dengan tertunduk lesu dan berurai air mata, ia menyusuri lorong itu kembali ke lantai bawah tempat kantornya berada.

Dalam langkah kakinya, ia merasa begitu hampa dan tak berdaya. Menerima kenyataan pahit itu, benar-benar membuatnya terpukul. Tak mampu berpikir. Hanya gundah-gulana yang ia rasakan. Baru saja kesedihan karena kehilangan suaminya reda, kini hal itu seakan terulang kembali.

Saat Mirna hendak kembali ke mejanya, seluruh mata di ruang itu seakan tertuju padanya. Membandingkan sambutan hangat beberapa waktu lalu, tatapan itu membuat suasana hatinya terusik dan terganggu. Seakan menyiratkan penyalahan padanya atas kemelut yang terjadi dan kepuasan atas kemalangan yang menimpa dirinya. Membuat kondisi jiwanya semakin bertambah tak menentu dan tak terkendali.

Mengetahui apa yang dialami Mirna, Santi sebagai seorang teman dekat, mendatanginya. Ia bisa merasakan apa yang sedang Mirna rasakan. Ia mencoba menghibur dan meringakan sedikit masalah yang sedang merundung Mirna. Ia tahu itu masalah yang sangat berat bagi Mirna. Dan ia ingin Mirna tahu bahwa ia akan selalu bersama di sisinya.

"Mir, aku sungguh bersedih atas apa yang terjadi. Aku sadar ini sangat berat bagimu. Andai ada yang bisa ku lakukan untuk membantumu, tolong sampaikan saja. Jangan sungkan!" ujarnya penuh perhatian.

"Apa lagi yang kau inginkan dariku? Belum puaskah kau dengan apa yang terjadi? Kau sama saja seperti mereka. Menyalahkanku atas semua kekacauan yang terjadi. Tertawa di atas penderitaanku. Kau pikir aku tidak tahu?" amuknya sehingga terdengar oleh semua orang di ruang itu.

"Oh Mirna! Apa yang kau bicarakan! Tidak pernah sedikitpun terlintas dalam benakku melakukan hal buruk semacam itu. Kau tahu aku ini sahabatmu. Kita sudah lama saling kenal dan berkerja sama. Bagaimana mungkin aku tega menyakitimu?" ungkapnya.

"Jangan mendekat! Aku tidak butuh bantuanmu," bentaknya saat Santi hendak membantu mengepak barang-barang yang akan dibawanya pulang.

Coba redakan suasana, Santi berucap dengan tulus, "Mir, aku tahu kau sedang kesal dan kecewa dengan semua ini. Aku pun merasakan hal yang sama seperti dirimu. Dukamu dukaku juga. Walau kita tidak lagi bersama, aku ingin kau tahu aku akan selalu bersamamu di setiap langkah dan waktumu."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun