Untuk kesekian kalinya, sakit kepala Mirna kambuh kembali saat sedang berada di kantor. Parahnya akhir-akhir ini gangguan itu semakin sering dan memburuk bahkan disertai efek samping yang menyakitkan. Berbagai suara atau bunyi aneh muncul bersamaan dengan datangnya serangan sakit kepala.
Ia mampu mendengar bunyi dan suara dari berbagai obyek yang berada di sekitar dan agak jauh darinya. Seperti orang yang sedang ngobrol. Suara tarikan dan hembusan napas seseorang. Bunyi ketukan di keyboard dan mouse. Suara air minum yang dituang ke dalam cangkir. Bunyi jarum jam dinding yang berdetak.
Saat mendengarkan bunyi-bunyi itu, ia betul-betul tersiksa. Sekalipun sudah menutup kedua telinganya, suara-suara itu membuat sakit kepalanya semakin parah. Tak kuat menahan sakitnya, suatu ketika ia pernah ditemukan pingsan tergeletak di bawah meja kerjanya. Segera setelah kejadian itu, seisi kantor tahu kondisi Mirna.
Kabar itu sampai ke telinga sang atasan, Suwandi. Dari laporan, ia mengetahui bahwa Mirna telah beberapa kali absen dari rapat kerja. Selain itu, ia juga mendapatkan informasi bahwa beberapa seller mengeluh karena order buku yang mereka buat, telat dikirim.
Untuk memastikan kabar berita itu, Suwandi memanggil Mirna ke ruangannya. Ia ingin mendengarkan langsung pengakuan dari mulut Mirna. Disamping itu, ia dan pihak managemen sudah berdiskusi dan mengambil langkah antisipasi terkait perihal Mirna jika memang ditemukan ketidaksesuaian dengan aturan kepegawaian yang berlaku. Kini ia bermaksud menyampaikan keputusan itu ke Mirna tentunya setelah mendengar penjelasan darinya terlebih dulu.
"Menurut kabar yang beredar dan saya dengar, anda punya masalah kesehatan. Apakah benar?" tanyanya.
"Betul, Pak. Saya terkadang mengalami sakit kepala akhir-akhir ini. Maafkan saya, Pak. Belakangan ini pekerjaan saya jadi agak terganggu akibat sakit kepala itu," ungkapnya.
Seakan ingin membela diri, buru-buru ia melanjutkan, "Tapi saya baik-baik saja dan masih bisa melakukan pekerjaan saya dengan baik."
Suwandi langsung merespons, "Mir, saya mengerti kondisimu. Pasca musibah itu, saya masih yakin padamu. Bahkan saya sendiri akui kinerjamu masih bagus. Tapi ingat kita di perusahaan punya aturan. Mengenai apa yang terjadi padamu saat ini, pihak managemen sudah memutuskan".
Ia lalu melanjutkan, "Managemen masih memberimu kesempatan untuk tetap disini. Untuk itu, kamu diberi waktu off dulu seminggu ke depan. Dengan harapan nanti saat kamu kembali lagi bekerja, kamu lebih siap, fresh dan bersemangat. Manfaatkan waktu itu! Oke, Mir?"