Perlahan tapi pasti, Mirna menemukan kembali ritme kerjanya. Sebagai asisten kepala bagian, ia mampu melaksanakan apa yang diinstruksikan atasannya dengan baik. Meski awalnya sang atasan sempat khawatir terhadap kinerja Mirna pasca cuti panjang itu namun kini ia bisa bernapas lega. Ia tahu Mirna tetap bisa diandalkan karena dari dulu pekerjanya memang bagus. Tanpa segan ia menyatakan kepuasannya dan memuji Mirna secara langsung atas kinerjanya itu.
.......
Sebulan berlalu sejak bekerja kembali, Mirna tampak enjoy dengan fase hidupnya yang baru. Dengan menyibukkan diri bekerja, pelan tapi pasti ia sudah dapat move on dari tragedi memilukan yang ia alami dan secara tragis telah menewaskan sang suami. Kesibukan harian telah membantunya dalam mengusir kesedihan dan kemuraman yang kerap datang sewaktu-waktu tanpa disadari.
Pagi itu, seperti biasa ia ke kantor dengan mengendarai mobilnya. Sesekali ia mengucek kedua matanya. Seperti ada garis-garis putih samar-samar dalam penglihatannya. Kondisi itu muncul tidak lama setelah ia diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Namun ia tak begitu ambil pusing dan tidak memeriksakan diri ke dokter. Saat mobil berhenti di perempatan lampu merah, ia segera mengamati kedua matanya di spion dalam mobil sambil bergumam, "Sepertinya tidak apa-apa."
Secara spontan ia lalu menguji matanya dengan coba memperhatikan beberapa tulisan yang berada agak jauh dari mobilnya. Dengan terkejut ia berseru, "Ya ampun! Penglihatanku sepertinya semakin buruk saja. Mungkin sebaiknya aku segera memakai kaca mata."
Di meja kerjanya, Mirna tampak serius menatap laptopnya. Baru pukul 09:35, tiba-tiba terdengar suaranya. "Aduh! Muncul lagi!" keluhnya sambil meringis dan memegang kepalanya. Terasa ruangan di sekelilingnya seakan berputar. Sambil menahan rasa sakit, ia memejamkan matanya lalu menundukkan wajahnya beralaskan kedua lengannya di atas meja untuk beberapa saat.
Bukan kali pertama hal itu terjadi. Gejala itu mulai sering ia rasakan sebulan terakhir. Datangnya tidak menentu bisa kapan pun dan dimana pun. Seperti yang terjadi di kantor pagi itu. Awalnya ia anggap itu seperti sakit kepala biasa saja yang mungkin disebabkan masuk angin atau telat makan. Namun semakin lama, malah semakin sering dan parah.
Meski demikian, rasa sakit itu tidak berlangsung lama dan dapat hilang dengan minum obat sakit kepala. Itu sebabnya sekarang kemana-mana ia selalu membawa serta obat sakit kepala. Merasa teratasi, ia menganggap tak perlu repot lagi untuk periksa ke dokter. Namun untuk penglihatannya, ia berencana akan menemui dokter mata suatu hari nanti.
Sesaat setelah "serangan" mendadak itu mereda, Mirna melanjutkan kembali aktivitasnya seakan tidak terjadi apa-apa. Baginya pekerjaan yang pertama dan utama. Begitu keras kemauannya agar tidak mengecewakan atasan dan rekan-rekannya. Ia tidak ingin menyia-nyiakan kepercayaan yang diberikan kembali padanya. Untuk itu, ia akan melakukan tugasnya dengan penuh tanggung jawab dan profesioanal. Sekaligus ingin membuktikan bahwa dirinya masih bisa seperti dulu lagi.
.......
Setelah seminggu berkutat dengan pekerjaan, weekend yang ditunggu itu akhirnya tiba. Dengan semangat thanks god is friday, benaknya sudah dipenuhi dengan berbagai hal yang menanti untuk segera dieksekusi. Sepulang kerja, ia langsung memacu mobilnya menuju ke sebuah mal Jumat sore itu.