Walaupun sempat mengalami koma beberapa hari tapi takdir berkata lain. Seperti mukjizat, Mirna berangsur sadar dan mampu melewati fase kritisnya. Hari-hari selanjutnya kondisinya terus membaik. Para dokter dibuat heran dan tak percaya dengan progress yang terjadi padanya. Semula mereka pesimis akan kesembuhannya. Mengingat ada pendarahan di selaput otaknya akibat benturan keras yang ia alami dalam kecelakaan mobil itu.
Pada titik itu vonis mati sebenarnya sudah layak disandang Mirna. Namun para dokter tidak menyerah dan berusaha melakukan apapun untuk menolongnya. Saat itu harapan para dokter satu-satunya adalah operasi otak. Namun pilihan berat itu pun harus mendapat persetujuan dari keluarga Mirna karena risikonya sangat besar meskipun operasi itu berjalan dengan baik.
Melihat perkembangan Mirna yang terakhir, seperti menjungkirbalikkan semua diagnosis dan analisis ilmiah yang dianut oleh dunia medis. Tidak ada yang tidak mungkin jika Tuhan menghendaki. Kini mereka percaya apa yang terjadi pada Mirna adalah sebuah takdir.
Dalam perkembangannya kemudian, Mirna dinyatakan sembuh total menurut hasil lab sekaligus meralat diagnosis awal yang dulu pernah dibuat para dokter. Meski demikian, fisioterapi dan konseling masih diperlukan baginya untuk beberapa bulan ke depan agar dirinya benar-benar sembuh dan normal kembali seperti semula baik secara fisik maupun mental.
........
Sebulan lebih telah berlalu sejak peristiwa kecelakaan naas itu. Ditemani ibunya, Mirna berziarah ke makam sang suami pagi itu. Sudah lama ia ingin melakukan itu namun kondisinya belum memungkinkan. Akhirnya hal tersebut baru bisa terlaksana hari itu.
Berpakaian serba hitam dan mengenakan kerudung, ia berjongkok di dekat pusara sang suami. Lalu menaburkan sekantong bunga dilanjutkan dengan menuangkan sebotol air sebagai tradisi yang umum dilakukan para peziarah. Ritual tabur bunga dan air yang berkembang di masyarakat itu, merupakan ungkapan kasih sayang dan perhatian kepada si ahli kubur dari si pelayat.
Ia memandang ke arah nisan dengan tatapan kosong. Tak mampu menahan haru, air matanya jatuh berderai. Terdengar samar-samar ia seperti memanjatkan doa sambil sesekali mengusap matanya yang basah. Tak tinggal diam, Ibu yang berada di sampingnya, mengelus bahu anak semata wayangnya itu dengan sepenuh hati berusaha untuk menguatkan dan menghiburnya. Tak lama kemudian keduanya pergi meninggalkan tempat itu.
Ibu orang yang terdekat dengan Mirna setelah ia berpisah dari Ayah. Perpisahan itu terjadi saat Mirna masih berumur sekitar lima tahun. Sebagai anak tunggal yang dibesarkan tanpa kehadiran sang ayah, curahan kasih sayang yang diperoleh Mirna dari Ibu tidaklah kurang. Itu sebabnya ia sangat berat berpisah dari Ibu ketika ia sudah berumah tangga dan memilih tinggal di apartemen bersama suaminya.
Hingga saat ini, Mirna tidak terlalu paham alasan Ibu berpisah dari Ayah. Ia hanya menduga ada indikasi kekerasan dalam rumah tangga meski hal itu tidak pernah Ibu akui secara eksplisit. Ia pun tidak ingin menyakiti hati Ibu dengan mengungkit kembali masalah itu. Meski begitu hubungan Ibu dan Ayah masih berjalan baik hingga saat ini. Saat peristiwa kecelakaan Mirna dan suaminya terjadi, dengan sigap Ayah langsung datang menjenguk dan membantu mengurus berbagai keperluan.
Menyadari beratnya cobaan yang menimpa sang anak, dengan setia Ibu mendampinginya di masa sulit itu. Mirna diminta untuk bersabar dan tabah menjalani cobaan tersebut. Serta selalu berserah diri dan mendekatkan diri kepada-Nya. Karena semua yang terjadi pada setiap manusia pada hakikatnya tidak lepas dari takdir yang telah ditetapkan-Nya. Untuk itu, ia diharapkan dapat menerima dan selalu berbaik sangka atas apa yang terjadi padanya terlepas itu baik atau buruk.