Mohon tunggu...
ahmad hassan
ahmad hassan Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Berkecimpungan dalam dunia pendidikan. Suka musik klasik & nonton film. Moto "semua sudah diatur".

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Kalut (#8)

23 Mei 2021   10:01 Diperbarui: 23 Mei 2021   10:11 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebulan telah berlalu sejak kondisi darurat nasional akibat pandemi diumumkan pemerintah. Dari hari ke hari, nampak jelas perubahan yang terjadi dan semakin dirasakan oleh sebagian besar orang. Dampak pandemi ini begitu hebat. Hampir seluruh bidang, negara, kelas ekonomi, strata sosial, usaha atau perusahaan terkena imbasnya. Bahkan negara besar seperti Amerika pun dibuat lumpuh dan tak berdaya. Negara Uncle Sam ini mencatatkan rekor angka infeksi dan kematian tertinggi di dunia sejauh ini.

Salah satu bidang yang terdampak besar pandemi adalah pendidikan. Berbagai langkah dan cara ditempuh guna menyiasati kondisi yang tidak kondusif ini. Untuk mengatasi kendala Pembelajaran Tatap Muka atau Pendidikan Konvensional yang diterapkan selama ini, pemerintah memberlakukan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) atau dikenal juga dengan istilah Belajar Dari Rumah (BDR). Ini tentu merupakan tantangan bagi pemilik otoritas agar tetap dapat menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas meski dalam kondisi yang serba terbatas.

Berbagai masalah muncul di awal penerapan PJJ. Mulai dari guru yang kurang kompeten dalam pembelajaran daring, fasilitas gawai yang tidak memadai, kendala kuota internet, ketidaktersediaan jaringan internet dan listrik serta padat dan beratnya materi pelajaran plus tugas yang menumpuk. Akibatnya, muncul pandangan skeptis apakah PJJ mampu direalisasikan untuk menggantikan sementara waktu Pembelajaran Tatap Muka (PTM) yang terkendala.

Upaya nyata ditempuh pemerintah dengan memadukan PJJ daring (berbasis teknologi elektronik dan internet) dan PJJ luring (melalui buku teks, lembar kerja siswa, televisi, dan radio). Artinya jika PJJ daring terhambat, pilihan alternatifnya PJJ luring. Model pembelajaran kombinasi atau hybrid seperti ini diyakini sebagai bentuk yang ideal tidak hanya untuk saat ini tetapi juga bisa diterapkan setelah pandemi berlalu.

Tantangannya adalah bagaimana meningkatkan kualitas dan kompetensi guru dalam pengajaran online, mengemas materi yang sistematis, menarik, dan interaktif sehingga dapat dipahami dengan mudah oleh peserta didik. Selain itu yang tak kalah penting adalah mengubah cara pandang selama ini yang menganggap bahwa belajar itu identik dengan sekolah. Tidak bersekolah berarti tidak belajar. Pandemi ini boleh jadi momen yang tepat mengubah pola pikir semacam itu.

Meski demikian, PJJ berkepanjangan memiliki dampak negatif yang mengancam peserta didik disebabkan PJJ yang tidak optimal. Diantaranya adalah putus sekolah, penurunan capaian belajar, potensi learning loss (hilangnya atau berkurangnya pengetahuan dan keterampilan secara akademis), dan peningkatan kekerasan dan stres pada anak (dampak psikologi dan psikososial).

Untuk meminimalisir dampak buruk tersebut, peran serta orangtua penting diperlukan. Orangtua diharapkan mampu menciptakan suasana yang mendukung selama proses BDR berlangsung. Juga mampu menghadirkan atmosfer rumah yang ramah bagi si anak agar betah dan tetap semangat serta tidak jenuh dan stres selama di rumah saja. Sambil mempersiapkan diri hingga PTM bergulir kembali.

....
Tak lama setelah Herdi berangkat, pintu kamar itu perlahan terbuka. Dari baliknya muncul Martha yang terlihat berseri-seri. Hari itu sang kekasih memintanya untuk bertemu di waktu istirahat siang. Meski tidak biasa, ia menyambut ajakan itu dengan hati yang berbunga-bunga. Ia sendiri bertanya-tanya ada apa gerangan di balik undangan itu. Namun ia tidak menanyakan hal itu lebih jauh. "Biar tetap surprise aja," gumamnya dalam hati.

Melintasi kamar Tomi, secara spontan Martha memanggilnya. "Tom, kamu udah bangun belum?" 


Dengan berseragam sekolah, ia keluar dari kamarnya, "Udah, Ma. Nih mau siap-siap BDR," katanya sungkan. 


"Gimana BDR-nya sejauh ini, Tom? Kamu bisa ngikutin gak?" tanya Martha terdengar seperti basa-basi. 


"Sebenarnya sih santai di rumah tapi lama-lama jenuh juga," jawabnya tak bersemangat. 


"Ya udah kamu sabar aja. Mudah-mudahan semua normal kembali ya," ujar Martha coba menenangkan. Ia pamit lalu bergegas berangkat kerja.

Tepat jam tujuh, BDR dimulai. Tomi menatap layar laptopnya dengan enggan. Melalui aplikasi zoom kegiatan belajar mengajar di kelasnya diselenggarakan secara virtual. Walaupun terbatas secara ruang, interaksi dan komunikasi antara guru dan murid tetap dapat berlangsung.

BDR menekankan pentingnya belajar mandiri dengan tidak hanya mengandalkan guru semata. Dengan memanfaatkan teknologi komunikasi dan informasi sebagai media pembelajaran, siswa diharapkan tetap dapat mengikuti pelajaran dengan sebaiknya selama masa darurat pandemi ini.

Layaknya di dalam kelas di masa normal, para murid diabsen dulu satu per satu oleh wali kelas di setiap awal BDR. Selanjutnya, guru menyampaikan materi pelajaran lalu diikuti oleh tanya jawab dan pemberian tugas harian.

Sesuai jadwal, kegiatan PJJ daring ini tidak boleh lebih dari dua jam per harinya. Selebihnya siswa secara mandiri melakukan PJJ luring dengan mengerjakan tugas yang diberikan dan mengumpulkannya sebelum pukul 13:00 sebagai tanda berakhirnya BDR.

Sebulan berlalu, bagi Tomi BDR tidak sesantai kelihatannya. Juga tidak lebih ringan dari Pembelajaran Tatap Muka di masa normal. Dua jam menatap layar laptop selama lima hari seminggu disertai bahan pelajaran yang padat dan berat ditambah lagi tugas yang "kejar tayang", sudah lebih dari cukup membuat stres tersalurkan dengan leluasa dalam dirinya.

Mendekati pukul 13, merasa tak termotivasi untuk segera menyelesaikan tugasnya, Tomi malah teringat kembali kenangan liburan sekeluarga ke Bali yang mengesankan sesaat ia lulus SMP. Saat itu Mama dan Ayah masih begitu mesra. Kehangatan dan kasih sayang terpancar dari keduanya. Canda tawa menghiasi wajah mereka. Membayangkan masa itu membuatnya bahagia dan tersenyum sendiri tanpa ia sadari. Semua momen tersebut terekam abadi dalam foto-foto yang masih tersimpan di hp-nya.

Seketika itu juga ia tersadar dari lamunannya. Bak anak panah terlepas dari busurnya, secepat kilat ia langsung menyelesaikan tugasnya dan mengirim ke link yang sudah ditentukan. Seraya menarik napas lega setelah muncul notify terkirim, ia pun langsung ambruk di atas tempat tidurnya. 


.......
Tertera pukul 22:56 saat chat WA itu dikirim. Saat dimana Martha sudah tidur sehingga baru sempat ia balas di pagi hari sewaktu akan berangkat kerja. Pesan di WA itu berbunyi,"Dear Martha,Temui aku di restoran steamboat yang ada di seberang kantormu jam 12 siang besok Hope not bothering u. Would u be there for me, please?"

Walau cukup mengagetkan, Martha menyanggupi permintaan itu tanpa banyak tanya seraya membalas pesan WA tersebut, "Ok, honey. I'll meet u there."

Pertemuan Martha dan Nico berawal dari suatu acara launching sebuah produk sekitar setahun yang lalu. Martha mewakili banknya sementara Nico mewakili perusahaannya. Tidak hanya sampai disitu, keduanya seolah dipertemukan kembali dalam dua acara formal lain yang diadakan oleh kantornya masing-masing. Karena kerap bertemu, akhirnya mereka berdua merasa tidak asing satu sama lain. Dari sinilah kisah kasih keduanya bermula. 


Awalnya Nico agak canggung berkenalan dengan Martha karena ia tahu Martha sudah berkeluarga. Alih-alih menutup diri, Martha malah membiarkan Nico mendekati dirinya. Martha yang usianya masuk kepala empat, tak mampu menahan perasaannya pada Nico. Ia bahkan tak malu atau segan menyatakan kesukaan dirinya pada Nico.

Disisi lain, Nico yang lebih muda delapan tahun dari Martha, seperti menemukan belahan jiwanya yang selama ini dicari. Meski pernah dekat dengan beberapa perempuan sebelumnya, Nico belum pernah merasa secocok dan senyaman ketika ia menjalin hubungan dengan Martha. Baginya, Martha adalah wanita spesial yang hadir dalam hidupnya.

Sebuah syair berikut mengungkapkan gambaran kisah cinta keduanya.

Kala dua hati bersua
Merajut kasih jalin asmara
Alangkah indah dunia terasa
Bahagia jiwa tiada terkira

Sebuah cinta tak biasa
Terpaut usia dengan latar berbeda
Si wanita dewasa sudah berkeluarga
Si pria muda idaman kaum hawa

Waktu pun bergulir
Kisah kasih terus berlanjut
Perasaan mendalam kian merasuk
Walau terpisah dinding penghalang

Laksana bermain api
Dalam petualangan cinta terlarang
Kapanpun siap tersengat
Dimanapun sedia bergejolak

Muslihat tutupi jati diri
Deru badai gamang melanda
Menggantung sebuah tanda tanya
Mungkinkah ini perhentian terakhir atau sekejap saja?

Menyadari hakikat cinta ini
Tak menampik realitas sejati
Bila bersatu hanya di angan belaka
Biarlah mengalir begitu saja

......
Bernama lengkap Nicholas Suyoto, Nico seorang yang berdarah campuran. Bapaknya, Bayu Suyoto, asli Jawa Tengah sedangkan Ibunya, Leslie Noren, dari Australia. Bermodalkan beasiswa pasca sarjana, Bayu pergi merantau ke Australia. Ia bertemu Leslie saat Bayu sedang menempuh program doktor.

Sempat sibuk dengan studi dan pekerjaan, Bayu akhirnya menikah pada usia yang agak telat 42 tahun. Selepas menikah, ia masih bekerja dan menetap disana. Ia dan Leslie dikaruniai dua orang anak yaitu Nico dan William Suyoto. Keduanya lahir, besar, dan sekolah di Australia.

Perawakan yang tinggi dan berisi, dengan mata biru cerah, rambut coklat tua, dan kulit putih, sepintas tampang bulenya begitu mencolok. Di kantornya yang di Jakarta, ia dijuluki Nico Cruise karena sekilas mirip dengan aktor Hollywood Tom Cruise. Dengan paras yang menawan ini, perempuan mana yang kira-kira tidak klepek-klepek dibuatnya.

Jika melihat langsung orangnya, siapapun pasti tak menyangka ia keturunan Indonesia termasuk Martha. Ia pun kaget saat pertama kali mendengar Nico berbicara dalam bahasa Indonesia dengan lancar. Namun jika mengetahui nama belakangnya yang Jawa banget, siapapun tak akan terkecoh ia pasti berdarah Indonesia.

Ternyata selama ini, walapun di negeri orang sang Bapak membiasakannya berbahasa Indonesia sehari-hari selain bahasa Inggris tentunya. Bahkan ia bisa dan ngerti sedikit bahasa Jawa. Keluarga besar Bapaknya semua ada di Jawa. Beberapa kali ia sempat mengunjungi mereka sebelum sang Bapak pergi untuk selamanya.

Hampir setahun ini, Nico bertugas di Jakarta. Sengaja ia memilih Indonesia karena ia memiliki ikatan emosi yang kuat dengan negara asal Bapaknya ini. Dengan akomodasi dan fasilitas lain yang ditanggung penuh oleh perusahaan, sebenarnya Nico masih betah tinggal lebih lama. Namun situasi akhir-akhir ini yang berkembang dengan cepat dan diluar prediksi, memaksanya untuk mengubah rencana yang selama ini ia buat. Hal tersebut yang ingin ia sampaikan ke Martha di siang itu.

......
Restoran Jepang itu membatasi hanya 50% dari kapasitas pengunjung yang boleh makan di tempat sebagai imbas dari penerapan prokes ketat yang dimulai hari itu. Tiba jam 12 lewat lima, Nico bergegas menuju front desk setelah menjalani pengecekan suhu tubuh terlebih dahulu di pintu masuk. Sudah membuat reservasi sebelumnya, ia langsung diberi meja nomor tujuh yang kebetulan berada di sisi dinding kaca sehingga tampak di seberangnya kantor Martha berada. 


Coba menata apa yang ada di dalam benaknya untuk diutarakan, Nico menyadari sesosok wanita sedang berjalan dari arah luar menuju ke restoran. Mengenakan seragam berwarna hijau emerald dengan kemeja dan blazer dipadukan celana panjang, si wanita mengamati sekeliling ruangan dengan saksama. Sambil berdiri dan melambaikan tangannya, Nico  menyambut kedatangan Martha dengan sumringah. 


Sembari mempersilahkan duduk, Nico berucap, "Thank you for coming, dear," sapanya mesra. 


"My pleasure," balasnya tersenyum sambil merebahkan diri. 


"You look gorgeous with the mask," pujinya. 


"Oh, thanks, honey. Just obey the prokes," jawabnya tersipu-sipu. 


"Right, the prokes!" ujarnya tersenyum simpul. 


"So, ... we're here for ..." kata Martha memancing Nico seolah tak sabar menanti kejutan apa yang akan diberikan. 


Dengan tatapan murung, ia berkata, "Actually, it's hard for me to tell you about this. I've been thinking for days and I think this is the time to bring all this into the light. But I'm trying not to make you sad." 


Mendengar ucapan itu, sontak raut muka Martha berubah namun ia berusaha untuk bisa setenang mungkin. "It's okay, honey. Please, go on! I'm ready to listen anything you want to say," jawabnya agak resah. 


"Martha, ...," panggilnya. Saat hendak berterus terang, hidangan hot pot yang menggugah selera datang disajikan di atas meja. 


"Yeah, ...," sahutnya seantusias memperhatikan hidangan di depannya. 


"We  should eat first," kilahnya. 


"Bon appetit!" serunya sambil menyantap makanan.  


Melanjutkan kepenasarannya, Martha bercanda pakai bahasa Jawa. "Oke, Mas Nico, sampeyan pengin ngomong opo? Monggo, dilanjutin," desaknya di suapan terakhir. 


"Please, don't make me speak Jawa! Aku ra mudeng, Mbak," ujarnya sambil menyeruput es lemon tea. 


"Aw, you're so funny," ungkapnya tak bisa menahan tawa. 


Nico melanjutkan pembicaraannya yang sempat tertunda. "You know, this global pandemic has changed almost everything. Beberapa minggu yang lalu kantor pusat menghubungiku dan membicarakan mengenai kontrak overseas-ku. Mereka menawariku pos baru di Thailand atau pilihan lainnya kembali ke Australia." 


Martha menyimak tanpa berkata apa-apa. Dalam diamnya, terlintas kenangan-kenangan manisnya bersama Nico meski dalam waktu yang cukup singkat. Kini ia harus pasrah, hubungannya sedang berada di ujung tanduk. 


"Ini pilihan berat bagiku. Berhari-hari ku berpikir tapi belum bisa ku putuskan. Hingga suatu hari Mom menelponku. Ia menanyai kabarku dan mengabariku bagaimana kondisinya disana sejak merebaknya pandemi, " terdiam sebentar sambil menyeka mulutnya. 


"You know, Mom sudah tiga tahun terakhir hidup sendiri setelah Bapak tiada. Kondisinya tidak terlalu sehat. Tiap bulan ia harus kontrol ke rumah sakit. Ia punya keluhan pada jantungnya. Sementara, adikku, Willy, sejak kuliah sudah di Inggris dan menetap disana. Kecil kemungkinan baginya untuk pulang," papar Nico. 


"Dia tidak memintaku pulang tapi aku khawatir padanya. So, bagaimana menurut pendapatmu tentang apa yang akan ku perbuat ini? Akankah kau melakukan hal yang sama jika kau dalam kondisi seperti ku?" tanya Nico dengan wajah memelas. 


Butiran air mata tampak menggumpal di sudut dalam kelopak matanya. Sambil terisak, Martha berucap, "Nick, Don't worry about me! I do really understand about how your feeling. Aku tidak akan menghalangimu. Aku rela melepas kepergianmu. Kalau memang ini memang perpisahan kita, aku ingin kita mengakhirinya dengan baik."

Sambil menggenggam jemari Martha di atas meja, Nico melantunkan pujian, "Martha, I want you to know, I'm the luckiest man in the world to know a woman like you." 


You came into my life
You gave me a true love
So pure that I can imagine
To remain enduring memories 


Thank you for letting me come into your heart
Thank you for sharing all joy and happiness
Thank you for being my soul mate
Thank you for loving me
Thank you for everything 


Setelah itu, ia mengeluarkan sesuatu dari kantong jasnya seraya berkata, "Hope you like it." 


Sembari mengelap pipinya yang basah, Martha menerima sebuah bungkusan kotak kecil dan membukanya. Sebuah jam tangan emas dengan label bertali yang bertuliskan, "love u" NS, mengiringi kepergian Nico untuk selamanya. Membuat dirinya semakin tak kuasa menahan tangis di ujung siang nan pilu itu. 


(bersambung) 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun