Mohon tunggu...
ahmad hassan
ahmad hassan Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

Berkecimpungan dalam dunia pendidikan. Suka musik klasik & nonton film. Moto "semua sudah diatur".

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Hai! Apa Kabar (Mentalnya)?

17 Oktober 2020   10:00 Diperbarui: 17 Oktober 2020   10:13 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: republika.co.id

(WHO: krisis kesehatan mental mengancam selama pandemi Covid-19)

Tak terasa sudah bulan Oktober namun Corona sepertinya masih betah berseliweran di sekitar kita. Data dari covid19.go.id sejauh ini ada 320 ribuan kasus, sembuh 240 ribuan, dan meninggal 11 ribuan. Sebuah statistik dari hari ke hari yang membuat kita semakin cemas. Ditambah lagi ketidakpastian kapan pandemi ini akan berakhir, membuat kita hanya bisa pasrah tapi tak rela.

Tujuh bulan berlalu sejak kasus pertama diumumkan di Tanah Air, Covid sudah lebih dari cukup membuat stres dan frustrasi tersalurkan dengan leluasa pada sebagian besar kelompok orang. Dampak sosial, ekonomi, psikologi, dan kriminal kian hari tampaknya kian menjadi-jadi. Data dan fakta mengenai hal itu begitu melimpah dan dapat dengan mudah diakses di media bahkan bisa kita temui dalam realitas kehidupan sehari-hari.

Baru-baru ini Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan ancaman krisis kesehatan mental secara global akibat pandemi Covid. Ini dilatarbelakangi survei yang dilakukan organisasi ini terhadap 130 negara antara Juni dan Agustus lalu. Hasilnya menunjukkan dampak buruk Covid pada akses ke layanan kesehatan mental dan perlunya pendanaan ekstra untuk memenuhi tujuan yang diinginkan (cnnindonesia.com 6/10/2020).

Untuk itu, WHO mengimbau agar setiap negara tidak mengabaikan aspek kesehatan mental selama pandemi ini karena memang kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik (liputan6.com 7/10/2020). Selain itu, WHO juga mendesak negara-negara untuk mengalokasikan sumber daya untuk kesehatan mental sebagai komponen integral dari rencana respons dan pemulihan kesehatan nasional (bisnis.com 6/10/2020).

Terkait dampak psikologis dari wabah penyakit, menurut Dr. Bagus Takwin dari UI, bisa memengaruhi tujuh aspek yaitu emosional, kognitif, tingkah laku, kesehatan, sosial-budaya, ketimpangan dan ketidaksetaraan, dan politik. Sementara, dampak psikologis dari krisis ekonomi dikarenakan pandemi diantaranya memengaruhi peningkatan prevalensi penggunaan alkohol dan narkoba, bunuh diri, penggunaan layanan kesehatan mental, dan ketimpangan kesehatan (febui.ac.id 2/6/2020).

Beberapa negara telah mengadakan survei tentang dampak pandemi Covid terhadap kesehatan mental. Salah satunya adalah Korea Selatan. Berdasarkan survei yang dilakukan Pemerintah Kota Seoul selama periode Juli-Agustus, 40 persen warga sebagai responden mengalami masalah kesehatan mental sejak virus Corona mewabah.

Lebih jauh, survei menunjukkan empat dari 10 warga di Ibu kota Seoul meyakini bahwa kesehatan mental mereka memburuk akibat wabah Covid di negaranya. Penyebabnya adalah kemerosotan ekonomi, berkurangnya ruang gerak akibat jaga jarak sosial, menurunnya aktivitas di luar rumah, ketidaknyamanan penggunaan masker serta merenggangnya hubungan antar keluarga dan teman (antaranews.com 30/9/2020).

Survei lain dilakukan oleh Indian Psychiatry Society. Badan ini melaporkan bahwa telah terjadi peningkatan 20 persen kasus penyakit mental di India. Menurut survei tersebut, satu dari setiap lima orang di India menderita penyakit mental. Mirisnya peningkatan 20 persen itu hanya terjadi dalam waktu sepekan (bisnis.com 2/4/2020).

Bagaimana di Tanah Air? Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) menyatakan sebanyak 64,3 persen dari responden memiliki masalah psikologis cemas atau depresi setelah melakukan periksa mandiri via daring terkait kesehatan jiwa dampak dari pandemi Covid. Swaperiksa kesehatan jiwa terkait Covid ini memeriksa tiga masalah psikologis yaitu cemas, depresi, dan trauma psikologis (tirto.id 1/5/2020).

Sementara, peneliti dari akademisi Universitas Indonesia (UI) mengatakan survei di Indonesia menemukan bahwa proporsi orang dengan gejala depresi pada masa pandemi Covid mencapai 35 persen. Angka tersebut lebih tinggi lima-enam kali dibandingkan dengan angka kejadian depresi di masyarakat umum berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 (kompas.com 28/8/2020).

Salah satu fenomena yang begitu miris dari krisis kesehatan mental selama pandemi ini adalah maraknya kasus bunuh diri. Selama bulan Agustus, Jepang melaporkan hampir 1.900 kasus bunuh diri atau naik sebesar 15% dibandingkan bulan yang sama tahun lalu. Penyebabnya karena beberapa faktor seperti kehilangan pekerjaan, jam kerja yang berkurang, perubahan gaya hidup, tekanan uang, dan jaga jarak dari orang yang dicintai sehingga membuat banyak orang stres dan depresi (sindonews.com 30/9/2020).

Sementara itu, laporan Departemen Pertahanan AS (Pentagon) menyebutkan bahwa tingkat bunuh diri militer AS naik 20% saat pandemi. Faktor penyebab utamanya adalah pandemi Covid walaupun tidak dikatakan secara pasti tapi sejak Covid berjangkit, angkanya justru naik. Faktor lainnya adalah penyebaran zona perang, bencana nasional di seluruh AS, dan kerusuhan sipil yang terjadi di hampir semua negara bagian AS sejak kasus terbunuhnya seorang pria Afrika-Amerika, George Floyd (viva.co.id 28/9/2020).
 
Di Indonesia, sejauh ini hanya ada sedikit data mengenai pandemi Covid dan dampaknya pada tingkat bunuh diri. Namun ada beberapa kasus bunuh diri yang erat kaitannya dengan Covid yang dilakukan pasien positif Covid. Kasus bunuh diri pasien Covid yang pertama kali terjadi pada Kamis 30/7/2020. Pasien berusia 43 tahun diduga melompat dari lantai 6 ruang perawatan Covid RSU Haji Surabaya. Setelah itu, dilaporkan setidaknya ada tiga kasus bunuh diri lagi yang juga dilakukan pasien positif Covid di bulan September (hellosehat.com 22/9/2020).

Walaupun hubungan antara pandemi Covid dan tingkat bunuh diri masih diperdebatkan di kalangan ahli dan pakar namun hampir tidak terbantahkan pada tingkat yang ekstrim dari gangguan kesehatan mental, resiko untuk bunuh diri jauh lebih besar. Internasional Association for Suicide Prevention (IASP) menyebut pandemi Covid-19 memicu meningkatnya jumlah pasien kesehatan mental yang hendak bunuh diri. Kebanyakan kasus bunuh diri bermuara pada lemahnya iman, akal, dan ekonomi.

......
Jadi, dalam situasi berat dan sulit ini, apa yang seharusnya selalu diingat. Menarik disimak pernyataan Bob Weighton, pria tertua di dunia yang pernah mengalami pandemi flu Spanyol tahun 1918-1920 dan luar biasanya masih hidup hingga sekarang. Dia mengatakan bahwa kita harus menerima apa yang terjadi dan melakukan apa yang bisa kita lakukan selama masa isolasi ini (kompas.com 5/4/2020).

Tersirat pesan agar kita mesti ikhlas dan rela dengan kondisi yang ada meskipun dalam praktiknya tidaklah mudah. Tidak berputus asa, mengeluh, dan menyerah dalam mengarungi hidup di saat bencana Corona datang menguji. Tugas kita hanyalah berusaha dan memastikan apa yang kita lakukan hari ini adalah yang terbaik. Men propose, God dispose. Manusia hanya bisa berencana. Hasilnya kembalikan kepadaNya.

Perkuat aspek spiritual di tengah merosotnya kemampuan material dan finansial. Orang dengan kecerdasan spiritual yang baik akan lebih mampu menghadapi gejolak krisis dalam hidupnya. Selain itu, kecerdasan intelektual dan emosional tentunya juga berperan penting dalam mengelola setiap permasalahan yang datang mendera.

Kedamaian, ketenangan, dan ketenteraman hati atau jiwa menjadi obat mujarab bagi berbagai permasalahan hidup seperti duka cita, penderitaan, kemelaratan, kegagalan, kesusahan, dll. Juga sebagai terapi bagi berbagai gangguan dan penyakit mental seperti stres, depresi, frustrasi, kepanikan, kesedihan, ketakutan, dan kecemasan.

Karena kita tidak tahu kapan pandemi ini akan berakhir, maka jagalah selalu keseimbangan antara kesehatan fisik dan mental. Sesuai dengan ungkapan yang populer "dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat". Kalau ada yang tanya bagaimana kabar anda hari ini, barangkali tidak ada salahnya dijawab "saya sehat secara fisik dan mental, jasmani dan rohani, jiwa dan raga". Salam 3M (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun