Sementara, peneliti dari akademisi Universitas Indonesia (UI) mengatakan survei di Indonesia menemukan bahwa proporsi orang dengan gejala depresi pada masa pandemi Covid mencapai 35 persen. Angka tersebut lebih tinggi lima-enam kali dibandingkan dengan angka kejadian depresi di masyarakat umum berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 (kompas.com 28/8/2020).
Salah satu fenomena yang begitu miris dari krisis kesehatan mental selama pandemi ini adalah maraknya kasus bunuh diri. Selama bulan Agustus, Jepang melaporkan hampir 1.900 kasus bunuh diri atau naik sebesar 15% dibandingkan bulan yang sama tahun lalu. Penyebabnya karena beberapa faktor seperti kehilangan pekerjaan, jam kerja yang berkurang, perubahan gaya hidup, tekanan uang, dan jaga jarak dari orang yang dicintai sehingga membuat banyak orang stres dan depresi (sindonews.com 30/9/2020).
Sementara itu, laporan Departemen Pertahanan AS (Pentagon) menyebutkan bahwa tingkat bunuh diri militer AS naik 20% saat pandemi. Faktor penyebab utamanya adalah pandemi Covid walaupun tidak dikatakan secara pasti tapi sejak Covid berjangkit, angkanya justru naik. Faktor lainnya adalah penyebaran zona perang, bencana nasional di seluruh AS, dan kerusuhan sipil yang terjadi di hampir semua negara bagian AS sejak kasus terbunuhnya seorang pria Afrika-Amerika, George Floyd (viva.co.id 28/9/2020).
Â
Di Indonesia, sejauh ini hanya ada sedikit data mengenai pandemi Covid dan dampaknya pada tingkat bunuh diri. Namun ada beberapa kasus bunuh diri yang erat kaitannya dengan Covid yang dilakukan pasien positif Covid. Kasus bunuh diri pasien Covid yang pertama kali terjadi pada Kamis 30/7/2020. Pasien berusia 43 tahun diduga melompat dari lantai 6 ruang perawatan Covid RSU Haji Surabaya. Setelah itu, dilaporkan setidaknya ada tiga kasus bunuh diri lagi yang juga dilakukan pasien positif Covid di bulan September (hellosehat.com 22/9/2020).
Walaupun hubungan antara pandemi Covid dan tingkat bunuh diri masih diperdebatkan di kalangan ahli dan pakar namun hampir tidak terbantahkan pada tingkat yang ekstrim dari gangguan kesehatan mental, resiko untuk bunuh diri jauh lebih besar. Internasional Association for Suicide Prevention (IASP) menyebut pandemi Covid-19 memicu meningkatnya jumlah pasien kesehatan mental yang hendak bunuh diri. Kebanyakan kasus bunuh diri bermuara pada lemahnya iman, akal, dan ekonomi.
......
Jadi, dalam situasi berat dan sulit ini, apa yang seharusnya selalu diingat. Menarik disimak pernyataan Bob Weighton, pria tertua di dunia yang pernah mengalami pandemi flu Spanyol tahun 1918-1920 dan luar biasanya masih hidup hingga sekarang. Dia mengatakan bahwa kita harus menerima apa yang terjadi dan melakukan apa yang bisa kita lakukan selama masa isolasi ini (kompas.com 5/4/2020).
Tersirat pesan agar kita mesti ikhlas dan rela dengan kondisi yang ada meskipun dalam praktiknya tidaklah mudah. Tidak berputus asa, mengeluh, dan menyerah dalam mengarungi hidup di saat bencana Corona datang menguji. Tugas kita hanyalah berusaha dan memastikan apa yang kita lakukan hari ini adalah yang terbaik. Men propose, God dispose. Manusia hanya bisa berencana. Hasilnya kembalikan kepadaNya.
Perkuat aspek spiritual di tengah merosotnya kemampuan material dan finansial. Orang dengan kecerdasan spiritual yang baik akan lebih mampu menghadapi gejolak krisis dalam hidupnya. Selain itu, kecerdasan intelektual dan emosional tentunya juga berperan penting dalam mengelola setiap permasalahan yang datang mendera.
Kedamaian, ketenangan, dan ketenteraman hati atau jiwa menjadi obat mujarab bagi berbagai permasalahan hidup seperti duka cita, penderitaan, kemelaratan, kegagalan, kesusahan, dll. Juga sebagai terapi bagi berbagai gangguan dan penyakit mental seperti stres, depresi, frustrasi, kepanikan, kesedihan, ketakutan, dan kecemasan.
Karena kita tidak tahu kapan pandemi ini akan berakhir, maka jagalah selalu keseimbangan antara kesehatan fisik dan mental. Sesuai dengan ungkapan yang populer "dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat". Kalau ada yang tanya bagaimana kabar anda hari ini, barangkali tidak ada salahnya dijawab "saya sehat secara fisik dan mental, jasmani dan rohani, jiwa dan raga". Salam 3M (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H