Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi pada 31 Agustus 2021 lalu, seperti dilansir dalam Permendikbud tersebut.
Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim tanda tangani Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 Pencegahan dan PenangananBerbagai pihak seperti MUI, PKS, dan Muhammadiyah usul Nadiem untuk merevisi atau mencabut Permendikbudristek tersebut, terutama terkait pasal 5 ayat 2 dan 3 yang memuat frasa “tanpa persetujuan korban”.
Tak terkecuali dari Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta A. Tholabi Kharlie yang mengusul perbaikan peraturan dan Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Cholil Nafis yang menyampaikan penolakan.
Di kalangan organisasi mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sendiri, dari 12 Dewan Eksektutif Mahasiswa (Dema) Fakultas yang ada, hanya Dema FISIP yang merilis pernyataan dukungan terhadap Permendikbudristek tersebut. Kemudian, ada Dema Psikologi yang menyelenggarakan diskusi “Permendikbud 30: Dalam Perspektif Psikologi” melalui live Instagram. Di tingkat Himpunan Mahasiswa Program Studi (HMPS), hanya HMPS yang terlihat mendukung Permendikbudristek melalui postingan Instagram.
Ketua Dema FISIP Muhammad Nur Hidayatullah saat dihubungi melalui telepon video WhatsApp mengungkapkan alasan Dema FISIP merilis pernyataan dukungan.
“Kepengurusan Dema FISIP yang sekarang banyak diisi oleh orang yang aktif di organisasi pemberdayaan perempuan, seperti Gender Talk, Lingkar Studi Feminis, dan lainnya. Dari awal kita ingin aktif bahas isu-isu soal perempuan dan diskusi internal tersebut ada di Biro Kajian Strategis. Sejak Permendikbud hadir kami tanpa ragu mendukung karena nyambung juga dengan Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang kami dukung pula dan keduanya memiliki urgensi yang sama bagus,” ungkapnya.
Setelah merilis pernyataan dukungan, Dema FISIP berencana untuk membuat posko pengaduan online untuk setiap harinya melayani pengaduan kekerasan seksual di kampus. Dema FISIP akan mengajak kerja sama organisasi ekstra luar kampus supaya pengaduan bisa langsung ditindaklanjuti.
"Kalau hanya pakai badan Dema mungkin ujungnya hanya ke Dekanat atau paling tinggi Rektorat, tapi aduannya tidak sampai ke lembaga-lembaga yang memang berwenang di situ, seperti Lembaga Bantuan Hukum (LBH)," pungkasnya.
Setelah disahkannya Permendikbudristek ini, muncul banyak kasus kekerasan seksual di berbagai universitas, antara lain kasus mahasiswi yang jadi korban pelecehan seksual dosen Universitas Sriwijaya dan yang dilakukan oleh guru besar Universitas Indonesia.
Terlebih, melihat pada survei yang dilakukan Kemendikbud pada 2020, sebanyak 77 persen dosen di Indonesia mengatakan bahwa kekerasan seksual pernah terjadi di kampus, tetapi 63 persen di antaranya tidak melaporkan kejadian itu karena khawatir terhadap stigma negatif. Selain itu, data Komisi Nasional Perempuan menunjukkan terdapat 27 persen aduan kekerasan seksual di lingkup perguruan tinggi, berdasarkan laporan yang dirilis pada Oktober 2020.
Mahasiswa UIN Jakarta juga menanggapi Permendikbudristek tersebut dan pernyataan sikap Dema FISIP.