di sela-sela tanggal.
tanggal muda tanggal tua
tua tanggal muda tinggal
tinggal lelah yang tersisa
di sela-sela lelah tanggal tua.
tak henti-henti ia bekerja
naik-turun seperti saham tuan polan
kala lelaki kesepian merindukan cintanya di selangkangan
dengan seperangkat alat dandan
sepatu hak tinggi, rok mini dan baju kurang bahan.
layaknya tetek, tekad dibulatkan.
seraya mengucap bismillah
ia berangkat dari rumah
ke kantornya yang terbentang sepanjang rel kereta api peninggalan penjajah
di sebelah kantor,
berdiri tegak segubuk warung
setegak lelaki punya burung
penjaganya seorang lelaki gila.
seorang penyair lulusan sarjana yang urung mendapatkan kerja.
dengan modal selembar ijazah
obral minuman kafir klas anggur merah
"anggur sarjana! anggur sarjanaaa!"
ucapnya dalam mabuk, bergaya seperti influencer sosial media
sejurus kemudian.
waktu berlari tak sudi henti
malam pulang dan pagi sesaat datang.
ia rebah di gubuk bambu warung minuman.
penyair keluar dengan celana kedodoran
kasak-kusuk, bak kucing melihat ikan
disuguhkannya segelas anggur dan sepiring puisi.
mengharapkan kenikmatan yang sudah sisa dan bau terasi
gelas demi gelas berputar
waktu demi waktu membeku
obrolan demi obrolan memanas
dosa demi dosa bertambah
birahi penyair lancar mengalir dalam darah
tapi,
pyarrrr!
gelas pecah, anggur tumpah
bumi sumbringah kebagian jatah
apa daya
penyair kalah siasat
ia baca situasi cepat.
sebelum kesadaran naik sampai bulan
dan kancut turun mencium jalan.
dengan sisa tenaga ia pergi dan berkata
"maaf tuan kelamin bukan milik negara. kami wanita independen, tak diberi subsidi oleh pemerintah!"
penyair kaget
tergeletak, terbelalak
baru kali ini cintanya ditolak
rawamangun, 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H