Dalam lembaran kelam yang tak terlihat,Â
tersimpan jejak-jejak luka dan dusta,Â
catatan hitam yang lama terkubur,Â
tersembunyi di sudut hati yang penuh rahasia.Â
Setiap goresannya adalah kenangan kelam,Â
tentang jalan-jalan yang pernah kutempuh,Â
kesalahan yang menjadi bayangan malam,Â
menyusup dalam diam, bagai angin yang rapuh.Â
Di sana terukir langkah yang tersesat,Â
pilihan-pilihan yang disesali diam-diam,Â
seperti tinta yang menodai kertas putih,Â
menghitamkan niat yang dulu murni.Â
Catatan hitam ini adalah beban yang terpendam,Â
yang kubawa di balik senyum dan tawa,Â
tak ingin kulihat, tak ingin kurasa,Â
namun tetap membekas, melekat di dada.Â
Kadang, kuingin menyobek halaman-halaman itu,Â
membiarkannya lenyap ditiup angin malam,Â
namun hitam tak hilang begitu saja,Â
ia berbisik, menuntut diterima dalam diri yang apa adanya.Â
Mungkin catatan ini adalah bagian dari kisah,Â
tinta yang menggambarkan luka dan pelajaran,Â
sebuah perjalanan menuju pengampunan,Â
di mana hitam dan putih saling bertautan.Â
Dan mungkin, pada akhirnya,Â
lembaran hitam ini tak perlu disangkal,Â
sebab ia adalah cermin yang mengingatkan,Â
tentang manusia yang pernah tersandung dan bangkit lagi.Â
Biarkan catatan hitam tetap di sana,Â
sebagai pengingat untuk melangkah lebih bijak,Â
karena meski hitam tak bisa dihapus sepenuhnya,Â
ia mengajarkan cahaya pada hati yang gelap.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H