Disamping tulisan dan buku-buku lainnya yang tidak jauh selalu mengusung isu-isu kemanusiaan, HAM, Demokrasi, perlawanan kaum tertindas, Marxisme, sastra, Politik Internasional dan Pembebasan. Ia menulis lima judul buku tentang Soekarno. Beberapa buku tentang Cinta, filsafat, dan buku pegangan kuliah (sosiologi, komunikasi, politik) mengingat ia pernah menjadi dosen di sebuah kampus swasta Blitar (UIB), fakultas ilmu sosial dan ilmu politik.
Selain bekerja di KPU Kabupaten Trenggalek dan bergerak di pencerdasan Literasi bersama teman-temannya di QLC, Nurani juga menjadi wakil Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kabupaten Trenggalek dan juga dipercaya sebagai Sekretaris Umum Dewan Kesenian Trenggalek (DKT). Ia juga masih sering diundang untuk mengisi seminar terkait motivasi menulis, bedah buku, dan berbagai tema yang berkaitan dengan sosial-politik, budaya, dan kepenulisan. Di Lembaga Perlindungan Anak (LPA), dia menyadari bahwa anak-anak sedang terancam dan butuh perlindungan. Saat tulisan ini ditulis, bersama LPA dia juga sedang mengadakan kegiatan pendampingan anak-anak buruh migran. Trenggalek, kampung halamannya, adalah salah satu kabupaten yang juga menyuplai buruh migran tertinggi di Jawa Timur. Tampaknya melalui LPA inilah, rasa kemanusiaan Nurani mantan aktivis gerakan itu juga ditagih lagi untuk memberdayakan kegiatan advokasi hak-hak anak.
Mungkin di usianya yang ke-36 tahun, dia sudah nggak seradikal dulu lagi. Mungkin dia juga tak bisa disamakan dengan kegiatan teman-teman aktivis yang sebagian masih konsisten di gerakan Kiri dan organisasi buruh. Nurani sudah punya dua orang anak, Denuarta Hugo Karna Adhisurya dan Marco Sastradikrama Mahardika Mulkan, dari seorang istri cantik bernama Devi Riana Kinanthi yang hari-harinya juga berproses sebagai pendampin sosial di Program Keluarga Harapan (program Kementerian Sosial). Mungkin benar seperti katanya bahwa setelah nikah dan berkeluarga serta punya anak, seorang tak mungkin seradikal dulu. Tapi setidaknya ia masih bisa menunjukkan rasa kemanusiaannya lewat berbagai aktivitas pendidikan non-formal dan pendampingan terhadap anak-anak serta perlindungan anak. Peran nya tak mungkin bisa dihentikan, seperti slogan hidup yang selalu diyakininya: “A Luta Continua” (Perjuangan Terus Berlanjut!”).
Isu Pendidikan dan Kemanusiaan menurut Nurani
Beberapa buku karya Nurani yang disebutkan di atas, setidaknya menujukkan betapa dia punya dedikasi yang tinggi dalam dunia pendidikan dan kemanusiaan, yang membebaskan dan memanusiakan manusia. Aktivitasnya membangun desa dan peradaban dengan baca dan menulis, yang kerap ia sebut budaya literasi itu harus diapresiasi dan tentu menjadi inspirasi bagi kaum muda lainnya. Beberapa hari yang lalu, beruntung saya bisa mewancarai Nurani secara khusus, dibawah ini akan disuguhkan hasil wawancara saya dengan beliau sehingga Kompasianer dan pembaca bisa membaca dan menyimpulkan sendiri ide-idenya dalam pendidikan dan kemanusiaan.
1. Dari sekian buku yang anda tulis, ada beberapa buku bertemakan pendidikan. Bagimana anda melihat dunia pendidikan di Indonesia saat ini, dan bagaimana seharusnya menurut anda, dan bukankah anda saat kuliah S1 dulu dari Fakultas Hubungan Internasional?
Jawab:
Kalau mencoba menganalisa bagaimana pendidikan yang ada sekarang... Saya menganggap bahwa Pendidikan Indonesia masih mencari bentuknya secara sistemik, sedang ada perubahan sudut pandang/cara pandang terhadap pendidikan dan peserta didik ataupun posisi anak sebagai generasi yang akan mengisi kehidupan mendatang di negeri ini. Sudah ada kemajuan dan terobosan-terobosan, terutama dari menteri era Jokowi (Pak Anis Baswedan). Meski kadang idealisme kebijakan akan terhambat pada tataran praktik di bawahnya, terutama sekolah-sekolah yang sumber dayanya memang masih perlu di up grade. Melalui program profesionalisasi guru yang terus berjalan, saya kira ini harus kita lihat sbagai upaya negara untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Secara pribadi, kenapa saya membangun gerakan pemberdayaan di luar sekolah melalui budaya membaca dan menulis atau yang sering dinamakan gerakan Literasi ini, ya ini adalah upaya untuk ikut menyemarakkan gerakan pendidikan dan penyadaran di luar sekolah atau di masyarakat. Ini bukan hal baru dan bukan hanya di Trenggalek. Tapi ini menarik.
2. Bagi anda, apa yang menyebabkan ketertarikan anda pada isu pendidikan, sehingga menulis beberapa tema pendidikan? Dan bisakah anda jelaskan point2 penting yang ingin anda tawarkan dari buku tersebut?
Jawab: