Belakangan ini, media sosial dihebohkan dengan viralnya seorang anak muda yang memanggil seorang ibu ternama dan pejabat di Indonesia dengan sebutan "janda".
Anak Muda ini memicu banyak kontroversi dan pertanyaan mengenai aspek kepatutan dan akhlak dalam berkomunikasi di media sosial, apalagi dirinya mengaku sedang berkuliah di luar negeri.
Sebelumnya, anak muda ini juga viral dengan menyebut istilah "dajjal" di kampung halamannya ketika mengkritik pemerintah didaerahnya.
Sebagian orang mungkin menganggap hal ini sebagai lelucon atau sekadar mencari popularitas di media sosial, sebagian lagi mendukung kritikanya.
Namun, sebenarnya pertanyaan yang muncul adalah apakah tindakan seperti ini benar-benar pantas dan etis dilakukan ketika memanggil seseorang dengan sebutan janda?
Banyak ahli ilmu agama mengatakan, memanggil seseorang dengan sebutan yang tidak pantas dapat merusak hubungan baik antara individu atau kelompok.
Terlebih lagi, jika orang yang dipanggil dengan sebutan tersebut adalah seseorang yang dihormati sebagai tokoh masyarakat dan merupakan pejabat dinegeri ini.
Sebagian orang mungkin berargumen bahwa si ibu ternama tersebut memang benar-benar janda, sehingga tidak ada yang salah dengan panggilan tersebut. Namun, panggilan tersebut tetap tidak sopan dan tidak pantas dilakukan.
Pada kasus menyebut dajjal ketika mengkritik pemerintah banyak orang yang mendukungnya, tetapi pada kasus kedua yaitu memanggil janda seperti tampak hanya mencari popularitas saja, karena mengindahkan kepatutan.
Selain itu, tindakan mencari popularitas di media sosial dengan mengorbankan aspek kepatutan dan akhlak juga sangat tidak dianjurkan.
Banyak orang yang terjebak dalam mencari popularitas dan terlalu fokus pada jumlah like dan follower di media sosial, sehingga lupa dengan etika dan moralitas dalam berkomunikasi.
Tidak hanya itu, sikap pongah dan merasa diri pintar juga menjadi pertanyaan di sini. Anak muda tersebut mengatakan bahwa jika kembali ke Indonesia, dirinya akan seperti Munir, seorang aktivis terkenal dan hebat yang telah meninggal dunia.
Hal ini menunjukkan bahwa anak muda tersebut merasa dirinya lebih unggul dari orang lain dan cenderung menganggap remeh keberadaan orang lain.
Dari sini, pentingnya pendidikan akhlak bagi anak-anak sejak dini menjadi semakin jelas. Pendidikan akhlak bukan hanya tentang mengajarkan sopan santun dan etika berkomunikasi, tetapi juga tentang bagaimana membentuk karakter yang baik dan menghargai keberadaan orang lain.
Dengan pendidikan akhlak yang baik, diharapkan anak-anak dapat tumbuh menjadi individu yang bertanggung jawab, menghargai orang lain, dan memegang teguh etika dalam berkomunikasi.
Dalam menghadapi fenomena viral di media sosial, kita harus belajar untuk bijak dalam menggunakan kata-kata dan tindakan yang dilakukan.
Menghargai orang lain dan menjaga aspek kepatutan dan akhlak adalah nilai-nilai yang harus dipegang teguh dalam berkomunikasi di media sosial.
Selain itu, pendidikan akhlak juga dapat membantu mengatasi masalah perilaku negatif seperti bullying atau cyberbullying yang sering terjadi di media sosial.
Dengan mengajarkan nilai-nilai seperti empati, toleransi, dan menghargai perbedaan, anak-anak dapat memahami pentingnya menghormati orang lain dan tidak menyakiti orang lain dengan kata-kata atau tindakan.
Selain itu, orang tua dan keluarga juga berperan penting dalam membentuk karakter anak-anak. Orang tua dapat menjadi contoh yang baik dengan menunjukkan perilaku yang sopan dan santun di media sosial dan dalam kehidupan sehari-hari.
Selain itu, mereka juga dapat mengawasi aktivitas anak-anak di media sosial dan memberikan pemahaman mengenai etika dan moralitas dalam berkomunikasi di media sosial.
Dalam konteks globalisasi dan digitalisasi saat ini, media sosial menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.
Namun, kita harus ingat bahwa di balik layar, ada orang-orang yang memiliki perasaan dan martabat yang perlu dihormati.
Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk mengedepankan nilai-nilai akhlak dan etika dalam berkomunikasi di media sosial.
Dalam kasus viralnya anak muda yang memanggil ibu ternama seorang pejabat Negara dengan sebutan yang tidak pantas, kita harus memandang kasus ini sebagai pembelajaran bagi kita semua.
Kita harus memperhatikan aspek kepatutan dan akhlak dalam berkomunikasi di media sosial, dan mengajarkan hal tersebut kepada anak-anak sejak dini.
Dengan begitu, kita dapat menciptakan lingkungan digital yang lebih baik dan menghargai perbedaan di antara kita.
Salam moral dan beretika.***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H