Dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK), wewenang dan tugas OJK adalah mengawasi Lembaga Jasa Keuangan (LJK) di sektor pasar modal, sektor industri keuangan non bank (seperti : asuransi, dana pensiun, perusahaan pembiyaan, dll) dan mulai tahun 2014 juga akan mengawasi sektor perbankan (Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat).
2. Kebijakan Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT)
 Rezim Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (APU PPT) di Indonesia merupakan serangkaian pengaturan dan proses pelaksanaan upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme (TPPU dan TPPT), yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan terkait termasuk masyarakat.
 Untuk memenuhi kepentingan nasional dan menyesuaikan standar internasional di bidang APU PPT, Indonesia telah menerbitkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (UU TPPT) sebagai landasan hukum yang kuat dalam segala upaya pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT.
3. Kebijakan Privasi dan Perlindungan KonsumenÂ
 Undang undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 7 tahun 1992 tentang Perbankan memberikan konsekuensi logis terhadap pelayanan jasa bank dan menjamin perlindungan terhadap segala kegiatan usaha perbankan sesuai dengan standard yang berlaku.
Contoh kasus
Kasus Pasutri Bobol Bank BUMN Rp 5,1 Miliar Pakai 41 KTP Palsu adalah salah satu contoh nyata dampak negatif dari perbuatan ilegal dalam sistem keuangan. Dalam kasus ini, Pasutri, yang merupakan wirausaha, berhasil menipu bank BUMN (Badan Usaha Milik Negara) untuk memberikan pinjaman sebesar Rp 5,1 miliar dengan menggunakan 41 KTP palsu.Â
Kasus ini menunjukkan bahwa identitas individu adalah hal yang sangat penting dalam transaksi finansial. Tanpa verifikasi identitas yang tepat, bank dapat dengan mudah disalahgunakan oleh individu atau entitas yang berencana melakukan aktivitas ilegal.Â
Pentingnya penegakan hukum yang ketat dan efektif dalam mencegah dan memberantas aktivitas ilegal. Dalam kasus ini, Pasutri berhasil menipu bank dengan KTP palsu, namun harapannya adalah penegakan hukum yang adil dan tepat akan menghalangi aktivitas-aktivitas serupa di masa depan.
Kasus ini menunjukkan bahwa BRI berperan penting dalam menjaga integritas dan stabilitas sistem keuangan. Dengan melakukan investigasi dan proses hukum, BRI berusaha mencegah aktivitas ilegal dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan. Dengan adanya kasus ini menjadi pembelajaran bagi bank BRI untuk lebih memperbaiki sistem.