Mohon tunggu...
Ahmad Faisal
Ahmad Faisal Mohon Tunggu... Penulis - Indonesian Writter

Political Science FISIP Unsoed Alumnus. I like reading, writting, football, and coffee.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Cilacap to Be The Singapore of Java

7 Juli 2018   21:50 Diperbarui: 21 Maret 2021   13:24 1623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: https://www.instagram.com/explore_cilacap

Mengetahui tentang Cilacap adalah sebuah hal yang menarik. Wilayah Ini merupakan sebuah kabupaten yang mana menjadi kabupaten terluas di Provinsi Jawa Tengah. Secara geografis sebenarnya menjadi kota buntu karena terletak di bagian pesisir selatan Pulau Jawa dan tidak dilalui oleh perlintasan jalan strategis nasional. 

Hanya menjadi kota singgah, begitu kira-kira kalau sedang ramai momen mudik, khususnya mudik lebaran setiap tahunnya. Namun, konon katanya akan dibangun beberapa jalur tol untuk memperlancar arus lalu lintas yang melalui Cilacap dari arah Jawa Barat ke Jawa Tengah-DIY dan sebaliknya. Ini juga menjadi sebuah gagasan yang bisa digunakan sebagai upaya untuk menumbuhkembangkan perekonomian di wilayah Cilacap, khususnya, dan di Wilayah Pulau Jawa bagian selatan umumnya.

Mulai menggeliatnya perekonomian di tiap daerah membuat Pemerintah Kabupaten Cilacap juga tidak ingin kalah tertinggal. Untuk itulah Bupati Cilacap mencetuskan keinginannya soal Cilacap To be The Singapore of Java. 

Sekilas, gagasan ini terlihat muluk-muluk. Mengingat masih banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh Pemkab Cilacap. Ketimpangan ekonomi, kesejahteraan sosial, infrastruktur yang belum merata, dan segudang masalah lainnya masih harus diselesaikan. 

Jadi, orang awam juga akan langsung memberi penilaian bahwa gagasan ini terlalu berlebihan - Saya juga termasuk. Di lain sisi, saya juga punya pandangan yang positif soal gagasan tersebut. Toh, yang namanya ide positif, selagi bisa merubah ke arah yang lebih baik, kita juga patut untuk mengapresiasinya.

Permasalahan Cilacap masih terlalu banyak yang harus diselesaikan daripada harus mengurus soal ide - saya menyebutnya SoJ (The Singapore of Java). Masalah ketimpangan pembangunan antara wilayah Cilacap bagian kota dengan Cilacap bagian barat juga belum selesai. Malah kabarnya isu pemekaran wilayah Cilacap bagian barat semakin menggebu setelah sampai di bahas di DPR. Tambah lagi nanti argumen pro dan kontra nya. Karena sejujurnya, sebagai orang Cilacap asli, saya lebih suka integrasi. Menurut saya, ini menjadi tantangan siapa pun bupatinya, untuk membuat pemerataan pembangunan di seluruh kawasan Cilacap.

Tak Perlu Mengganti Slogan

Beberapa tahun yang lalu, saya menyaksikan peluncuran slogan di kota tetangga, Purwokerto. Atau lebih tepatnya Kabupaten Banyumas karena Purwokerto secara adiministrasi bukan merupakan kota adiministratif, tetapi beberapa kecamatan. Hanya saja karena dulu pernah menjadi kota adimistratif dan merupakan pusat pemerintahan Kabupaten Banyumas, maka orang lebih gampang menyebutnya Kota Purwokerto.

Slogan yang diluncurkan waktu itu adalah 'Better Banyumas' dengan logo huruf 'B' (besar) yang entah apa maksudnya. Mungkin ada kesamaan inisial antara kata 'better' dan 'Banyumas'. Tapi, menurut saya malah lebih seperti logo makanan coklat ringan. - Just kidding -. Ini menjadi rancu karena sebelumnya Banyumas sudah memiliki slogan kota yang secara turun temurun ada, yaitu "Banyumas Satria" atau Purwokerto Kota Satria. Ini juga ada di banyak kaca belakang atau bagian belakang mobil angkutan kota (angkot) yang setiap hari berkeliaran di setiap sudut kota Purwokerto.

Bagi saya, yang hanya tinggal di Purwokerto kurang lebih selama lima tahun, slogan Purwokerto tidak perlu diganti. Lebih keren dengan slogan lama karena lebih sangar. Artinya pun merujuk pada sosok ksatria yang tidak luput dari sejarah Purwokerto sebagai kota perjuangan pada zaman kemerdekaan Indonesia.

Sama hal nya dengan kota tetangga, kota saya sendiri pun perlahan mulai berubah slogannya. Slogan yang sangat keren - menurut saya - sejak saya sekolah TK hingga kini, "Cilacap Bercahaya" adalah slogan terbaik yang dimiliki kota saya sebagai kota pesisir. Apalagi, maknanya hampir mirip dengan slogan kota suci umat Islam yaitu Madinah Al-Munawaroh yang kurang lebih artinya sama. Arti tersebut juga saya dapat dari teman kampus dulu sewaktu kuliah.

Tetapi, tidak ada salahnya juga kalau Cilacap memiliki banyak Julukan dan saya tetap lebih suka dengan slogan "Cilacap Bercahaya". Semenjak Bupati Tatto berkuasa di periode yang lalu, dan sekarang menjabat lagi menjadi Bupati - Hasil kemenangan Pilkada serentak tahun 2017 - slogan Cilacap bertambah lagi, yaitu "Bangga Mbangun Desa". Slogan seperti ini ada di hampir seluruh sudut cilacap sampai ke desa-desa. Wajar saja karena tagline-nya adalah desa. Tetapi, sejauh ini belum ada lonjakan perkembangan yang signifikan dari penerapan slogan/kebijakan tersebut. Jalan-jalan di pedesaan masih saja jelek entah sampai kapan. Butuh lebih dari sekedar slogan rupanya untuk membuat orang bangga akan desa.

The SoJ: Rencana Jangka Panjang

Mengenai rencana bahwa Cilacap akan menjadi Singapore-nya Jawa, saya rasa hal tersebut akan lebih cocok sebagai rencana jangka panjang. Sebab, untuk memajukan sebuah wilayah butuh waktu yang tidak sedikit. Akan ada perkembangan, atau istilah kerennya step by step.

Hal utama yang harus diselesaikan menurut saya adalah pemerataan pembangunan. Saya agak tergelitik dikala jalan desa saya selama kurang lebih 2 dekade masih saja jelek. Malah, orang-orang desa secara mandiri patungan untuk mengecor jalan gang desa mereka secara bertahap. Jadi, jalan-jalan di gang-gang desa hampir semuanya halus karena dicor beton. Sementara jalan utama desa rusak parah. Sehingga, anak-anak sekolah lebih memilih jalan terobosan melalui gang yang sudah halus. Meskipun mereka harus melajukan kendaraannya secara pelan karena bukan di jalan raya.

Seharusnya, aparat pemerintah malu akan kesadaran warganya untuk berbondong-bondong merubah keadaan dengan cara berinisiatif memperbaiki jalan. Karena tidak mungkin warga harus patungan untuk mengaspal jalan. Mau dibawa ke mana uang pajak yang warga bayar. Ini juga sekaligus menjadi pekerjaan rumah Bupati Tatto soal pelayanan publik dan birokrasi, di mana aparat pemerintah sampai level pemerintahan desa juga harus punya inisiatif dan ide baru untuk memperbaiki ketimpangan pembangunan di desa-desa.

Untuk apa julukan The Singapore of Java ada kalau di daerahnya kemajuan belum terlihat secara nyata dan dapat langsung dirasakan oleh masyarakatnya.

 Setau saya, Singapore yang sebenarnya (negara Singapura) sudah benar-benar maju di setiap sudut negaranya. Tidak peduli soal luas wilayah dan jumlah penduduknya jika dibandingkan dengan Indonesia. Ini soal kemauan untuk maju dari aparat pemerintah. Budaya kolot kita tinggalkan, budaya maju kita terapkan. Karena memang untuk merubah budaya tidak dalam jangka waktu yang singkat, kita perlu waktu. Setidaknya, kalau mau menjadikan Cilacap seperti Singapore, ya tirulah birokrasinya dulu lah, baru kita siap sebagai sebuah wilayah yang maju.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun