Mohon tunggu...
Ahmad Fadli Fauzan
Ahmad Fadli Fauzan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Padjadjaran

Saya merupakan mahasiswa Administrasi Publik FISIP Universitas Padjadjaran

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Melihat Tantangan Etika Birokrasi: Realitas Pelanggaran dalam Sistem Birokrasi Indonesia

21 Desember 2023   13:51 Diperbarui: 21 Desember 2023   15:52 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: Unsplash

Adapun tantangan birokrasi yang terjadi di Indonesia adalah sebagai berikut:

  1. Korupsi

Korupsi adalah salah satu tantangan etika birokrasi yang paling penting. Indonesia Corruption Perception Index (IPK) 2023 menunjukkan angka yang mengkhawatirkan. Dari skala 0 (sangat korup) hingga 100 (sangat bersih), Indonesia hanya mendapatkan skor 36, turun dua poin dari tahun sebelumnya. Ini menempatkan Indonesia di peringkat ke-102 dari 180 negara yang disurvei oleh Transparency International. Angka ini menunjukkan bahwa korupsi masih menjadi masalah serius di Indonesia. 

Tindakan tidak jujur, penyalahgunaan kekuasaan, dan penyalahgunaan dana publik memiliki dampak serius terhadap kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Keberlanjutan praktik-praktik tersebut dapat merusak pondasi hubungan antara pemerintah dan warganya. Oleh karena itu, diperlukan komitmen kuat dari pemerintah untuk memerangi korupsi melalui penerapan transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan yang ketat. Dengan komitmen bersama untuk memperbaiki dan menguatkan etika birokrasi, Indonesia dapat membangun pondasi pemerintahan yang transparan, akuntabel, dan dapat dipercaya bagi seluruh warganya. 

  1. Benturan kepentingan

Benturan kepentingan, yang muncul ketika pejabat publik memiliki kepentingan pribadi atau kelompok yang berlawanan dengan kepentingan publik, menjadi bagian integral dari tema etika dalam birokrasi. Dalam konteks etika birokrasi, fenomena ini memberikan tantangan yang signifikan karena dapat memengaruhi tidak hanya keputusan individu, tetapi juga integritas keseluruhan sistem pemerintahan. Etika birokrasi memerlukan kesadaran dan komitmen penuh untuk memitigasi dan mencegah benturan kepentingan yang dapat merusak prinsip-prinsip moral yang mendasari tata kelola pemerintahan.

Salah satu contoh bentuk dari benturan kepentingan yang sering terjadi adalah praktik nepotisme yang dilakukan oleh pejabat publik. Sebagai contoh konkret, ketika seorang ketua partai politik juga menjabat sebagai menteri dalam pemerintahan, terjadi konflik kepentingan yang nyata. Dalam situasi seperti ini, mereka dihadapkan pada pilihan sulit antara mempertahankan kepentingan partai atau memprioritaskan kepentingan publik. Contoh kasus lain yang mencolok adalah ketika Hakim Konstitusi Anwar Usman tidak mengundurkan diri ketika memutuskan suatu kasus yang melibatkan keponakannya, yaitu Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Joko Widodo.

Upaya pemerintah untuk menempatkan kepentingan publik di atas kepentingan individu atau kelompok harus diakui sebagai langkah krusial dalam mewujudkan birokrasi yang etis. Dengan memprioritaskan kepentingan publik, pemerintah tidak hanya membangun kepercayaan masyarakat terhadap institusi pemerintah, tetapi juga menciptakan lingkungan birokrasi yang mendukung tujuan pelayanan publik yang adil, transparan, dan berintegritas. Dengan demikian, menghadapi dan mengatasi benturan kepentingan adalah bagian integral dari upaya lebih luas untuk membangun etika yang kuat dalam birokrasi Indonesia.

  1. Kurangnya Akuntabilitas

Dalam konteks etika birokrasi, akuntabilitas menjadi landasan esensial yang menggarisbawahi tanggung jawab pejabat publik atas tindakan dan keputusan mereka. Prinsip ini tidak hanya menciptakan keterbukaan dan transparansi, tetapi juga mencegah terjadinya pelanggaran etika tanpa adanya konsekuensi yang sesuai. Akuntabilitas menjadi elemen penyeimbang yang vital, memastikan bahwa setiap pejabat publik bertanggung jawab secara moral dan hukum terhadap tindakan mereka.

Salah satu contoh kasus kurangnya akuntabilitas dalam sistem birokrasi Indonesia adalah terkait dengan penyalahgunaan dana publik. Misalnya, dalam proyek pembangunan infrastruktur, sering kali terjadi kasus di mana dana yang seharusnya digunakan untuk tujuan tertentu malah disalahgunakan atau digunakan secara tidak efisien. Kurangnya mekanisme pengawasan dan evaluasi kinerja yang efektif dapat menciptakan celah untuk praktik-praktik seperti penggelembungan anggaran, mark-up harga proyek, atau pengalihan dana ke kepentingan pribadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun